FEMINIS
(PENDIDIKAN BERPERSPEKTIF GENDER
DALAM TINJAUAN ISLAM DAN EKSISTENSI PEREMPUAN DEWASA INI )
1.
Pendahuluan
Feminis
adalah sebuah kata yang berasal dari kata femini, yang berarti mengenai atau
menyerupai wanita atau bersifat kewanitaan. (Dendi Sugono :174). Dilain pihak feminisme berarti gerakan wanita
yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara pria dan wanita, kita kenal lagi
dengan kata “Gender” yang berasal
dari bahasa Inggris yang berarti jenis kalamin (Andreas Halim : 133).
Pendidikan
sebagai proses dipandang dapat memberikan solusi atas ketimpangan disebabkan
adanya sikap misoginis sebagai warisan nenek moyang yang telah mendarah daging,
implikasinya adalah masih kuatnya sikap diantara kaum laki-laki menganggap
perempuan memiliki posisi dibawah laki-laki atau sebagai makhluk derivatip.
Perempuan
merupakan mahkluk yang tak pernah selesai untuk diperbincangkan. Perempuan dengan
segala keunikannya ternyata memiliki catatan tersendiri yang layak untuk
diungkap ke permukaan. Allah menciptakan perempuan dengan segala bentuk
keindahan dan kelembutannya, akan tetapi terkadang kedua hal tersebut menjadi
objek yang disalahartikan oleh sebagian kaum laki-laki, sehingga terkadang
perempuan sering dijadikan sasaran kesenangan kaum laki-laki.
Saat
ini, perempuan muncul dengan edisi khusus. Hal ini kita lihat dalam
pembuktiannya pada banyaknya media masa yang menampilkan kontropersi akan eksistensi
perempuan. Undang-undang anti pornoaksi dan pornografi (uu-app). Saat ini
muncul disebabkan karena adanya “penghasutan” berita yang bersumber pada
perempuan itu sendiri. Penomena perempuan saat ini ternyata menimbilkan
kegersangan moral bagi dirinya.
Akan
tetapi, marilah kita sejenak melihat potret dan kisah perempuan zaman dahulu
dalam peradaban romawi, misalnya perempuan semuanya berada di bawah kekuasaan
ayahnya, kemudian setelah menikah kekuasaan tersebut pindah ke tangan sang
suami. Kekuasaan ini mencakup kewenangan untuk menjual, mengusik, menganiaya,
dan juga membunuh. (M.Qurais shihab,2005:296). Sungguh sangat tragis kiranya
hal tersebut terjadi, apalagi hal tersebut terjadi pada saat ini, perempuan
hanya dijadikan “alat” untuk memenuhi kebutuhan yang negatif nilainya.
Saat
ini juga sering kita dengar bersama mengenai tindakan kekerasan terhadap
perempuan yang termuat dalam surat kabar, salah satu penyebab utamanya adalah
suatu hal yang masih dianggap “tabu” dan “aib” bila tindakan dalam kehidupan
keluarga (domistik) dibuka dalam kehidupan masyarakat (public) ( atau jika
dilaporkan pada pihak berwenang.
Istilah
kekerasan terhadap perempuan, yang didefinisikan oleh LBHAPIK, berarti segala
bentuk kekerasan yang berasal gender, yang berakibat pada kerusakan atau
penderitaan fisik, nonfisik, seksual, psikologis, pada perempuan dalam hal ini
termasuk tindakan pemukulan dan paksaan yang semena-mena atas kemerdekaan baik
yang terjadi di tempat umum atau di dalam kehidupan pribadi seseorang.
Potret
kelabu perempuan seperti ini tentunya tidak mungkin kita biarkan begitu saja,
terutama pada penulis itu sendiri, sebagai seorang perempuan harus ada
perubahan yang tentunya harus berawal darin perempuan itu sendiri. Perempuan
harus bangkit dari ketertindasan moral yang berasal dari diri dan luar
(lingkungan) yang akan berpengaruh bagi semua aspek kehidupan dalam dirinya.
Sabda
Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang “perempuan adalah tiangnya agama” harus
dijadikan rujukan dan harus tertanam bagi setiap nafas kehidupan, terutama
dalam hai ini terkait dengan perempuan itu sendiri sebagai objek yang pasti.
Dalam
hal ini bagaimana seharusnya kita mengatur srtategi yang baik bagi pemberdayaan
perempuan iti sendiri. Oleh karena itu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan
eksistensi sendiri dan bagaimana Islam menyikapi hal perempuan yang terkikis
oleh kegersangan moral saat ini serta apa solusi yang terbaik dalam
pemberdayaan kembali peran perempuan saat ini.
Dalam
pandangan misigonis manusia didunia memang tidak terlepas dari cara pandang
manusia terhadap ajaran atau keyakinan. Dalam relasi gender laki-laki dan
perempuan memiliki potensi yang sama, perbedaan itu barangkali ada pada aspek
kodrati, anugrah tuhan bukan pada fungsi sosial. Sehingga perbedaan gender tidak
dapat menghambat kesempatan beraktivitas seseorang dalam berbagai segi
kehidupan yang dijadikan dasar adalah kemauan dan kesungguhan individu dalam
melakukan suatu kegiatan. Begitu juga dalam kesempatan berpartisipasi dalam
bidang pendidikan, perempuan memiliki peluang yang sama dengan kaum laki-laki
yang bersumber dari norma-norma sosial, agama, maupun budaya yang berkembang
ditengah masyarakat kita.
Semuanya
akan terkupas secara tajam mengenai perempuan saat ini, setajam ide dasar yang
bersumber pada Al-Quran dan al-Sunnah).
2.
Ketika
Islam Berbicara Tentang Perempuan
Perempuan
terkadang terkait dengan kata “kodrat”, apa sebenarnya kodrat itu da apa
kaitannya dengan perempuan? Kodrat, menurut kamus besar Indonesia yaitu sifat
yang asli, sifat bawaan. Dalam pandangan Islam, segala sesuatunya diciptakan
oleh Allah dengan kodrat. Allah menyatakan :”Sesungguhnya segala sesuatu itu
kami ciptakan dengan kadarnya”(QS.Al-Qamar :49)
Artinya:”Sesungguhnya Kami
menciptakan segala sesutu menurut ukuran.”
Kadar
disini diartikan sebagai ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah bagi segala
sesuatu. Itulah kodrat.
M.Quraish
Shihab, dalam wawsan Al-Quran (205:296-297), menggambarkan martabat perempuan
yang menyedihkan dari masa ke masa. Seperti masa Yunani, di kalangan elit
meraka, perempuan-perempuan ditempatkan (disekap) dalam istana. Sedangkan pada
kalangan bawah, nasib perempuan lebih menyakitkan lagi, mereka diperjual
belikan, sedangkan yang berumah tangga sepenuhnya berada di bawah kekuasaan
suaminya.
Yang
lebih pilu lagi berasal dari peradaban Hindu dan Cina, pada saat itu hak hidup
seorang perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya,
istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar, berbeda lagi
potret perempuan pada ajaran Yahudi, martabat perempuan sama dengan pembantu.
Ayah berhak menjuan anak perempuan kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki,
karena ajaran mereka menganggap mereka perempuan sumber laknat karena dialah
yang menyebabkan Adam terusir dari Surga.
Bagaimana
Islam menanggapi soal perempuan ini? Jika kita berbicara tentang kedudukan
Al-Quran dalam kaitannya dengan perempuan saat ini, dalam QS. Al-Hujarat ayat
13 Allah berfirman :
Artinya : “ Wahai seluruh manusia
sesungguhnya Kami telah menciptakan kaum dari laki-laki dan perempuan dan Kami
menjadikan kamu bersusku-suku dan berbagsa-bangsa agar kamu semuanya saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling
bertaqwa”.
Dalam
Islam, pada hakikatnya tidaklah ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Islam dengan tegasmemberikan tempat yang terhormat pada perempuan dan Islam
sekali lagi adalah agama yang menempatkan perempuan sebagai makhluk yang tidak
berbeda dengan kaum laki-laki dalam hakikatnya sebagai manusia.
Fatima
mernissi, salah seorang feminis muslim yang mengedepankan kebebasan berpikir
untuk mengangkat hak perempuan dalam Islam dalam karyanya women’s rebellion and Islamic memory menemukam teks-teka yang
terpendam yang menyuarakan perjuangan kaum perempuan dengan mengkaji tarikh
thabari.
Dalam
kajiannya, Mernissi menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi sebagai pelaku
aktif, bahkan pembentuk sejarah realitas komanitas muslim awal kaum perempuan
memainkan peran yang signifikan dalam berbagai momentum penting dalam Islam dan
jauh dari sikap pasif dan tunduk terhadap orde parrirarki. Hal tersebut secara
jelas digambarkan pada masa Rasulullah dalam kisah Khodijah istri Rasulullah
sekaligus malaf dalam kisah perempuan pertama Islam. Begitu pula menurur
Mernissi, sejarah kehidupan Aisyah sebagai nabi SAW berikutnya, Aisyah
menurutnya adalah perempuan kepercayaan Muhammad dalam perang Aisyah juga
memiliki posisis intelekyuan penting sebagai penafsir yang kreatif dalam
perkembangan hukum Islam.
Dari
kehidupan dan penomena Khodijah dan Aisyah tersebut, maka dapatlah kita ambil
pelajaran yang sangat berarti terutama bagi perempuan, bahwa perempuan
berkompeten dalam membentuk sejarah awal komunitas Islam yangegaliter. Hal ini
bertolak belakang dengan pemahamankonserfat yang melihat perempuan sebagai
kelas dua.
Sekali
lagi kita akan melihat sejarah awal ajaran Nabi Muhammad yang mendorong
ketertiban penuh perempuan dalam wilayah public dan juga akan melihat kembali
wajah Islam konservatif. Atas hal ini ambivalensi terjadi dalam Islam, sejarah
Islam dan kita memerlukan metodiling yang jeli dan kritis dan tidak lupa
pentingnya persoalan hubungan antara manusia, perempuan ataupun laki-laki.
3.
Pemberdayaan
dari Kegersangan Moral
Seorang
fakih dan juga Menteri khilafah, Ibnu al-Hubairahad-Duwari memperingatkan bahwa
kita semua harus waspada dengan terbantingnya akal, dimana ia akan menyebabkan
memumjaknya syahwat. Ungkapan ini bermakdud bahwa akibat syahwat yang memuncak
dan membara lebih sekedar kekalahan badaniah dan melakukan pencurian, zina dan
lain sebagainya, maka akan mengalahkan segalanya seperti egoistok, hilangnya
fitrah kemampuan akal dalam meraih kemaslahatan dan menolak kerusakan.
Seorang
yang akalnya telah terbanting dan dihempaskan oleh hawanya maka untuk
membangunnya tidak akan cukup dengan menepuk bahu sebagaimana yang kita lakukan
pada orang yang putus asa. Dalam arti kata orang yang ditindukkan oleh hawa
nafsunya memerlukan tegoran dan nasihat yang jelas dan tegas, dimana ketegasan
tersebut dianggap oleh orang lain sebagai orang yang kasar, akan tetapi bagi
seorang yang bijak dan beriman ketegasan semacam ini tidak akan dianggap
sebagai suatu sikap yang tidak dapat diterima, namun sebaliknya ketegasan
seperti ini dianggap suatu kecintaan dan kasih sayang. (Ibn
Ibrahim.2004:356-357)
Masalah
krisis moral, tampaknya saat ini kembali menarik untuk diperbincangkan. Karena
agama yang dianggap sebagai benteng moralitas, seolah sidah semakin rapuh dan
adanya tindakan manusia yang tercerabut dari nilai-nilai agama. Krisis moral
yang melanda umat, tampaknya kini semakin merajalela.
Catatan
krisis moral yang melanda umat manusia dan yang terkhusus “perempuan” sepanjang
akhir tahun ini sungguh sangatlah menggeterkan hati. Berbagai kekerasan ynang berupa fisik kini
nampaknya sudah menjadi santapan yang menarik untuk dilayangkan. Kini, bahkan
muncul pergeseran nilai dari masyatakat agraris yang bersifat tradisional
menjadi masyarakat yang modern, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
pergeseran moral tersebut maka norma tersebut diabaikan.
Membicarakan
kembali nila-nilai spiritual dan moralitas, dalam hal ini dikhususkan untuk
perempuan, berarti kita berbicara mengenai sifat-sifat luhur yang ada dalam
hati nurani umat manusia itu sendiri yang merupakan jatidirinya. Dalam ajaran
Budha sifat luhur tersebut sad paramita, diantara sad paramita itu adalah Dana
paramita, yaitu sifat-sifat luhur yang ada di dalam hati nurani yang merupakan
jatidiri umat manusia dan senantiasa memberikan dorongan kepada umat manusia
untuk beramal, berkorban untuk orang lain, untuk keluarga, mayarakat, bangsa,
dan negara.
Kualitas
moral manusia pada hakikatnya ditentukan sampai dimana seseorang memberikan
amal, pengorbanan untuk orang lain dan juga seperti yang telah dijelaskan di
atas, semakin banyak seseorang itu beramal untuk orang lain, maka akan semakin
berkualitaslah ia sebagai manusia (“Ruh
Islam Dalam Budaya Bangsa”, Forum Ilmiah Festival Istiqlal II,1996:69-70).
Dalam
hal ini terkait dengan masalah perempuan, maka dapatlah kita ambil suatu solusi
alternative bahwa perempuan yang selalu dijadikan objek penindasan harus sadar
bahwa segala perbuatan yang dapat merusak moral harus dicegah sejak dini dan
hal tersebut harus dimulai dari diri kita sendiri. Kesadaran tersebut juga
harus dipahami tatkala manusia sudah merasa jenuh dan rapuh, maka pasti puncak
moderitas dengan segala kerasukannya pada materialisme, akan membuat
psritualitas menggejolak dengan dahsyat dalam batin dan ingin mencari
alternative yang mampu menentramkan batin. Hal inilah yang harus dijadikan
pijakan awal perempuan saat ini. (Hamdan
Daulay,2002 :36-37)
Selain
itu perempuan dalam berdayakan kembali perannya saat ini dari kegersangan moral
adalah dengan menempatkan kembali daya akal dan daya qalbu yang merupakan anugrah
dari sang pencipta, serta yang tak kalah pentingnya dalam hal ini adalah daya
hidup.
Bagi
perempuan, menurut hemat penulis, apabila ketiga daya ini ditanamkan dalanm
hati setiap perempuan maka akan menimbulkan kualitas pribadi yang akan mencapai
puncak yaitu menjadi pribadi yang beriman, memilki kecerdasan dan pengetahuan,
keuletan serta wawasan masa depan. Dan dengan hal tersebut, penulis rasa dapat
memberdayakan kembali eksistensi perempuan dari kegersangan moral. Daya akal
yang memungkinkan perempuan untuk memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi,
bahkan Rasulullah SAW bersabda “ menuntut ilmu adalah kewaliban bagi setiap
muslim ( dan muslimah)”. Dari sisni kita dapat berfikir, mempelajari, kemudian
mengamalkannya dengan baik. Dengan akal yang diberikan dan juga untuk
lingkungan sekitar.
Daya
qalbu, yang memungkinkan perempuan lebih bermoral, merasakan keindahan,
kelezatan iman dan kehadiran Allah, dikarenakan qalbu juga adalah merupakan
wadah dari pengajaran, kasih sayang dan keimanan. Dengan qalbu yang bersih maka
pepempuan akan melahirkan sosok “feminis” dalam dirinya, dengan qalbu maka
perempuan akan menimbulkan sifat yanh kodrati, dan bisa mengandung, melahirkan
dan menyusui dan terlebih akan memiliki perasaan yang halus, dan kesemuanya itu
akan berpengaruh dalam menghadapi anak dan mendidiknya sehingga perempuan tidak
lagi disalahkan oleh keluarga, lingkungan sekitar, bahkan anaknya sendiri
disebabkan karena adanya qalbu kakiki yang melekat dalam dirinya.
Daya
hidup, yang memungkinkan bahkan menjadikan perempuan memiliki kemampuan dalam
mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta dapat
mempertahankan hidup dalam menghadapi tantangan hidup terlebih dimasa
ini.(M.Quraish Shihab, membumikan Al-Quran,2004 :281).
4.
Pemberdayaan
Perempuan Tanpa Meninggalkan Jejak Kodrati
Dalam
hal ini akan diungkapkan mengenai eksistensi pemberdayaan perempuan berkaitan
dengan kodratnya sebagai perempuan saat ini. Pada dasarnya, ada enam peran
perempuan dalam kehidupannya antara lain :
1. Perempuan
sebagai hamba Allah
Dalam hal ini perempuan
berperan sebagai hamba Allah dan dai berkewajiban untuk taat terhadap Sang Kholik.
2. Perempuan
sebagai ibu
Disinilah peran
perempuan yang sangat mulia. Peran ibu tidaklah mudah jika tidak dijadikan
dengan penuh keikhlasan. Karena ibu memiliki kewajiban yang sangat menentukan
arah dan ujung tombak dari suatu Negara. Ibulah yang akan mendidik
anak-anaknya, dan menjauhkan mereka dari kerendahan moral yang tidak baik.
3. Perempuan
berperan sebagai seorang istri
Islam mengangkat nilai
perempuan sebagai seorang istri dan menjadikan pelaksanaan hak suami sebagai
jihad dijalan Allah. Dan Islam menganggap istri yang solehah itu salah satu
sebab kebahagiaan.
4. Perempuan
berperan sebagai seorang anak
Dalam hal ini kewajiban
atas anak pada orang tua adalah bersikap hormat padanya. Dan dalam kesempatan kali
ini perempuan tidak lagi bertingkat subjek, akan tetapi sebagai objek yang
terkait dengan orang tua.
5. Perempuan
berperan sebagai seorang masyarakat
Dalam hal ini perempuan
bertindak sebagai bagian dari masyarakat yang berkecimpung didalamnya.Realitas
yang handal akan memberikan dan menjadikan kwalitas yang handal pula. Oleh
karena itu, perempuan harus dibekali dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Kendatipun demikian, Islam tidaklah
menekankan perempuan untuk berdiam di rumah hanya sekedar menunggu suami dan
anak-anak mereka pulang akan tetapi Islam juga membolehkan kaum perempuan aktif
dalam berbagai kegiatan, atau bekerja diberbagai bidang di dalam maupun di luar
rumahnya secara mandiri, bersama orang lain ataupun dengan lembaga-lembaga
pemerintah swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukan dengan suasana terhormat
dan sopan, serta mereka dapat memelihara agamanya, dan dapat pula menghindarkan
dampak-dampak negative pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.
5.
Pendidikan berspektif gender
Pendidikan
berspektif gender adalah sebuah paradigma pendidikan yang beranggapan bahwa
baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan untuk turut serta aktif
dalam proses terwujudnya penyelenggaraan pendidikan. Disini tidak ada dominasi
yang satu terhadap pihak lain. Karena kedua jenis kelamin itu memiliki
kesempatan dan berpotensi untuk mampu menunjukkan kualitas diri mereka
masing-masing tanpa terikat pada dogma, penafsiran, dan mitos keyakinan
masyarakat. Memang benar bahwa keyakinan, mitos dan persepsi masyarakat yang
telah mendarah daging sulit untuk diubah dalam tempo singkat. Namun hal ini
perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan agar terjadi perubahan.
Kendala
yang dihadapi gerakan kesetaraan gender kadangkala bukan hanya dari luar tetapi
dapat pula muncul dari pihak perempuan sendiri yang sudah merasa enjoy dengan
posisinya di tengah masyarakat. Model perempuan seperti ini dapat pula menjadi
batu sandungan bagi para aktivis pergerakan, karena ia dapat melakukan kegiatan
yang kontra-produktif. Bahkan ia dapat pula mengatakan kepada para aktivis
pergerakan gender equality sebagai
gerakan yang keluar dari ajaran agama atau menyeleweng dari adat tradisi yang
sudah berjalan sebagai warisan dari nenek moyang mereka.
Ahmad
tafsir mengingatkan bahwa kurikulum sekolah islam tidak hanya mempertimbangkan
hal-hal yang duniawi tetapi juga mempertimbangkan ajaran agama sekalipun pada
saat itu ajaran itu belum dapat dipahami secara luas tujuannya dan kebenarannya.
Konsep itu diajarkan begitu saja karena agama menyuruh konsep itu diajarkan.
Artinya
: Dan
carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Pandangan
ini sebagai bentuk dukungan ajaran islam dalam memahami perubahan jaman
kaitannya dengan relasi laki-laki seperti perempuan namun sekaligus
mengingatkan kepada umatnya untuk tidak melupakan posisi laki-laki dan
perempuan sebagai bentuk hubungan komplementer bukan substitusional
(menggantikan).
6.
Pemberdayaan Perempuan di Jawa Barat
Jawa
Barat merupakan salah satu provinsi yang pernah absent dari fakta kemiskinan.
Keadaan ini berimflikasi terhadap tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
secara nasional dimana Indonesia menduduki rangking 110 dari 117 negara yang
diteliti (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2005:32. Peran perempuan di Jawa
Barat dapat dikatakan belum dapat berperan serta dalam rangka meningkatka mutu
akan kualitas perenpuan itu sendiri. Kementerian perempuan menunjukkan satu
indikator akan tingginya kemiskinan perempuan itu sendiri. Hal ini dapai kita
lihat pada lemahnya dunia kerja yang diserap oleh perempuan. Pad tahun 2004,
tingkat pengangguran di Jawa Barat sebesar 9,0% sedangkan laki-laki 5,2%. Jika
dilihat dari jenis pekerjaannya ternyata perempuan lebih banyak peluang sebagai
buruh (karyawan) dengan persentase sebesar 45% sedangkan laki0laki hanya
mencapai 44,9%, akan tetapi ada sebuah data cukup memilukan bahwa pekerjaan
yang tidak terbayar sebesar 26,5%.
Dengan
adanya data seperti itu, maka untuk selanjutnya perempuan di Jawa Barat lebih
diberdayakan lagi dalam arti ditengok kembali akan fungsinya sebagai seorang
perempuan. Dari pihak pemerintah hendaknya ada wacana khusus untuk menikut
sertakan perempuan dalam berbagai hal. Terutama memberikan kontribusi yang
berguna dan bermanfaat bagi perempuan di Jawa Barat itu sendiri.
7.
Kesimpulan
Saat
ini perempuan mungkin menjadi pembicaraan yang enek dalam sebuah obrolan atau
diskusi. Akan tetapi dalam hal ini, pembicaraan seputar perempuan hendaknya
tidak hanya pada sisi negativenya saja akan tetapi juga ada baiknya jikalau
diskusi perempuan bernafaskan sisi positifnya.
Perempuan,
bagaimana pun juga merupaka ciptaan Allah yang sempurna, disamping kekurangan
maupun kelemahannya yang sudah menjadi kodratnya. Akan tetapi apabila kita
berbicara mengenai potensi dalam diri manusia, terutama perempuan, jelas tidak
ada habisnya jikalau perubahan itu tidak bersumber dari perempuan itu sendiri
yang memperbaikinya.
Berkaitan
dengan moralitas perempuan itu sendiri ada baiknya jika kita melihat kembali
nilai spiritual dan moralitas. Dalam hal ini berarti kita secara tidak langsung
membicarakan mengenai sifat-sifat luhur yang ada didalam hati nurani umat
manusia. Dalam hal ini alangkah baiknya jika perempuan itu sendiri belajar
kembali pada Sad Paramita yang menerangkan sifst-sifst luhur yang ada di dalam
nurani setiap manusia. Diantara isi Sad Paramita tersebut adalah senantiasa
memberikan dorongan kepada umat manusia untuk beramal, berkorban untuk orang
lain, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut hemat penulis hal ini
sangan baik jika diterapkan dalam hati setiam manusia terutama pada perempuan.
Pendidikan
merupakan hak setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga sangat
tidak bijaksana dialam yang demokratis ini masih terdapat sikap misoginis dan
tidak memberikan kesmpatan yang sama terhadap kaum perempuan untuk
berpartisipasi dalam proses pendidikan. Memang disadari bahwa dengan pendidikan
seseorang dapat meningkatkan wawasan, cara pandang, dan merespon persoalan
sosoial kemasyarakatan yang dihadapinya . Sehingga dimungkinkan bagi kaum
perempuan yang terdidik akan mampu memberikan problem solving baik
persoalan dirinya maupun lingkungan masyarakatnya. Inilah peran penting
pendidikan bagi kaum permpuan sekaligus sebagai standar partisipasinya bagi
kehidupan manusia yang lebih bermartabat, mandiri dan tenggang rasa.
Selain
itu untuk menghadapi kegersangan moral perempuan saat ini kita bisa kembali
menanamkan nilai-nilai agama yang mungkin sudah lama terlupakan. Memberikan
pemahaman akan hakikat perempuan dengan cara memberikan kebebasan pada
perempuan-perempuan untuk memfungsikan akal, qalbu dan juga makna hidup akan
mereka paham akan fungsi mereka secara utuh tanpa melawan arus perempuan dan
kebebasan lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Forum
Ilmiah Festval Istiqlal II, Ruh Islam
Dalam Budaya Bangsa-Wacana Antara Agama dan Bangsa, Jakarta: Yayasan
Festival Istiqlal,1996.
Handan Daulay, Da’wah ditengah Persoalan Politik.Yogyakarta:LESFI,2000.
Ibn Ibrahim, Strategi Dakwah Rasul, Jakarta: Nuansa Press,2004.
Fakultas Dakwah, Jurnal kajian kemasyarakatan dan dakwah,Jakarta:Vol.3,2001.
Kementerian,
Pemberdayaan Perempuan Jurnal Kementerian
Pemberdayaan Perempuan,Jakarta,2005.
Jurnal
Perempuan, Perempuan dan Fundamentalisme,
Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan,2003.
Jurnal
Perempuan, Pekerja Rumah Tangga,
Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan,2003.
Roni
Tabroni, Pengembangan Pendidikan Berbasis
Umat, Bandung Sekertariat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat,2006.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1994.
,
Wawasan Al-Quran.Bandung:Mizan, 1994
Andreas
Halim, Kamus Lengkap Bahasa Inggris I
Miliar, Sulita Jaya,2003, Surabaya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar