BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sebelum kita jauh membicarakan peranan wanita dalam pendidikan Islam, alangkah baiknya kita terlebih dahulu membicarakan
tujuan pendidikan yang khusus berlaku di negara kita
dewasa ini, (Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 12 1954 dan
Undang-Undang No. 2 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional) ditentukan oleh
zaman dan kebudayaan tempat manusia itu hidup. Pemerintah Indonesia
telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran itu di
dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1954, terutama pasal 3 dan 4 yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 3 : Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia
susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 4 : Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas
azas-azas yang termaktub dalam Pancasila Undang-undang Dasar RI dan atas
kebudayaan kebangsaan Indonesia. Kalau kita meneliti apa yang tercantum pada
pasal-pasal di atas, nyatalah apa yang menjadi tujuan pendidikan dan tugas
pendidikan itu, yaitu :
1.
Membentuk manusia susila,
2.
Membentuk manusia susila yang
cakap
3.
Membentuk warga Negara
4.
Membentuk warga negara yang
demokratis
5.
Membentuk warga negara yang
bertanggung jawab tentang ksejahteraan masyarakat dan tanah air
Di dalam GBHN 1983-1988 tujuan pendidikan dinyatakan sebagai
berikut:
"Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkut kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa."
"Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkut kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa."
Dengan demikian tujuan pendidikan berhubungan erat dengan tujuan dan
pandangan hidup si pendidik sendiri. Seorang pendidikan tidak akan tahu kemana
anak dibawah (dididik) jika tidak mengetahui jalan hidupnya: Seorang orang tua yang
ateis, umpamanya, tidak mungkin mendidik anaknya agar berbakti dan taat kepada
perintah-perintah Tuhan. Seorang guru yang miskin perasaan sosialnya, tidak
akan mampu memasukkan perasaan sosial yang sebenarnya kepada anak didiknya.
Seorang ibu yang berperasaan lemah lembut dan kasih sayang , tentu akn lebih
mudah mendidik anak-anaknya menjadi orang yang berperasaan halus dn cinta
sesama manusia dari pada seorang ibu yang kasar dan kera tingkah laku.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa Makna Peran Wanita
2.
Bagaimana Peran Wanita dalam
Pembinaan Akhlak anak dalam Keluarga
3. Peran Wanita dalam Pendidikan Rumah Tangga
4. Peran Wanita sebagai Teladan atau Model bagi anaknya. 5. Peran
Wanita sebagi pemberi stimuli
bagi perkembangan anaknya
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Tujaun penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh data tentang :
1.
Makna Peran Wanita
2.
Peran Wanita dalam Pembinaan
Akhlak anak dalam Keluarga
3.
Peran Wanita dalam Pendidikan Rumah Tangga
4. Peran Wanita sebagai Teladan atau Model bagi anaknya. 5. Peran
Wanita sebagi pemberi stimuli
bagi perkembangan anaknya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Makna Peran Wanita
Dalam proses identitas sangat penting dalam kebangkitan islam dewasa
ini. Karena semakin banyak wanita yang berpartisifasi dalam kebangkitan ini,
semakin bertambah perhatian dicurahkan terhadap soal gender dalam membentuk
identitas. Sehingga pungsi dan tanggung jawab masing-masing gender baru belakag
ini saja dikemukakan: Sebagian besar diilhami oleh kondisi kaum wanita:
Dengan ini, wanita telah dibatasi pada fungsi-fungsi yang
berhubungan dengan biologinya. Al-Qur'an juga mengakui bahwa anggota
masing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaanyang telah
dirumuskan dengan baik yang dipertahankan oleh budaya mereka. Yang mengakibatkan
gender dan fungsi-fungsinya gender memperbesar persepsi tentang perilaku yang
secara moral layak dalam suatu masyarakat, karena al-Qur'an adalah pedoman
moral, maka ia harus berkenan dengan persepsi moralitas yang dipegang oleh individu
dari beragam masyarakat. Dengan demikian
peran dari pada wanita yang tercantum dalam al-Qur'an ada tiga kategori:
1.
Peran yang menggambarkan
kontesk sosial budaya dan sejarah dimana si wanita tinggal tanpa ujian ataupun
kritik dari al-Qur'an.
2.
Peran yang menemukan kewanita
secara universal diterima (yaitu, mengasuh atau merawat) yang bisa diberikan
beberapa pengecualian yang diberikan dalam al-Qur'an sendiri.
3.
Peran yang menggambarkan usaha
di manusia di muka bumi dan disebutkan dalam al-Qur'an untuk menunjukan fungsi
spesifik ini, bukan untuk menunjukan jenis kelamin pelakunya yang kebetulan
seorang wanita.
Maka untuk membuktikan ketinggian Islam sekurang-kurangnya ada tiga
langkah yang harus ditempuh perempuan:
1.
Memiliki akhlak karimah, bukan
hanya dengan keindahan pakaian, kecukupan perhiasan dan hal-hal yang bersifat
materi lainnya ketinggian suatu bangsa, kemulian suatu golongan adalah karena
akhlak mulia yang dimiliki oleh manusia. Tinggi rendahnya suatu ajara, bangsa
dan golongan sering kali dilihat dari akhlak manusianya.
2.
Meningkatkan ilmu dan
kecerdasan, bukan dengan kepandaian memoles wajah dengan berbagai alat
kosmetika yang makin beragam. Sebagai dengan ilmu dan kecerdasan yang tinggi
itulah perempuan muslimat akan terangkat derajatnya. Dan apabila derajatnya
sudah tinggi, maka dia juga mampu meninggikanIslam. memperbanyak amal gerak dan
perjuangan yang baik sebab dengan amal shaleh itulah seseorang dihormati.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits : yang artinya “Perempuan
adalah tiang negara bila perempuannya baik maka negara akan kokoh, sebaliknya
apabila perempuannya telah rusak moralnya, maka runtuhlah negara.”
B.
Peran Wanita dalam Pembinaan
Akhlak anak dalam Keluarga
Wanita
selaku orang tua merupakan cermin bagi anak-anak di dalam keluarga. Anak-anak
cenderung meniru apa yang ia lihat dan temukan dalam keluarga sebab anak
diibaratkan bagaikan radar yang akan menangkap segala macam bentuk sikap dan
tingkah laku yang terdapat dalam keluarga. Jika yang ditangkap radar anak
tersebut adalah hal-hal buruk, maka ia akan menjadi buruk meskipun pada
hakikatnya anak dilahirkan dalam keadaan suci.[1]
Antara
fitrah yang dibawa anak sejak lahir dan peran pendidikan orangtua harus
sejalan. Fitrah anak tidak akan selalu terjaga apabila orangtua tidak
memberikan bimbingan kepadanya dengan benar. Jika orangtua tidak memberikan dan
mengarahkan pendidikan anak pada aspek sopan santun dan akhlak yang baik, maka
perilaku anak akan cenderung menentang kepada orangtua. Ekspresi menentang tersebut
bisa berupa perkataan keji dan sikap yang menyimpang, bahkan sampai pada taraf meremehkan
kedudukan orangtua.[2]
Berkaitan
dengan aspek emosional anak, kasih sayang orangtua sangat diperlukan anak pada
awalawal pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa bayi anak sangat tergantung
pada orangtuanya dikarenakan ketidak-berdayaannya dan juga banyaknya bahaya yang
mengancam dirinya. Pada periode ini, rasa cinta dan kasih sayang mutlak
diperlukan oleh anak agar kehidupannya kelak berkembang normal.[3]
Kurangnya
cinta dan kasih sayang bisa berakibat fatal pada perkembangan anak selanjutnya.
Hal ini bisa menyebabkan anak tersebut mundur dalam perkembangan motorik,
berbicara dan tidak belajar bagaimana harus melangsungkan kontak sosial atau
bagaimana harus mengungkapkan kasih sayang.[4]
Tidak
bisa dipungkiri bahwa anak belum bisa mengekspresikan dengan kata-kata apa yang
ia rasakan. Akan tetapi, sejak hari pertama kelahirannya, anak sudah dapat
merasakan kasih sayang orangorang di sekelilingnya. Ia merefleksikan kasih
sayang yang ia rasakan dengan senyuman. Menurut Banu Garawiyan, kasih sayang
merupakan “makanan” yang dapat menyehatkan jiwa anak.[5] Secara
alamiah makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi untuk bertahan
hidup. Tanpa adanya makanan, tentunya hidup seseorang tidak sempurna. Kasih saying
merupakan kebutuhan yang asasi juga bagi kehidupan seseorang. Dengan kasih
sayang, aspek kejiwaan anak berkembang dengan baik karena ia merasa diterima di
dalam komunitasnya, baik itu di lingkungan keluarga maupun masyarakat sehingga
ia pun bisa memberikan kasih sayang kepada orang lain berdasarkan pengalaman
hidup yang ia jalani.
Lebih
lanjut lagi, seorang anak belajar bagaimana cara memberikan kasih sayang
terhadap sesame dari dalam lingkungan keluarga. Perasaan marah dan kasih sayang
seorang anak diwarnai dari rumah dan tempat tinggalnya. Berbagai macam perasaan
dan sikap yang menjadi dasar dalam berinteraksi dan berhubungan dengan sesama
manusia berawal dari lingkungan rumah tangga. Pengalaman-pengalaman tersebut
akan tertanam kuat dalam jiwanya sehingga segala perilakunya dalam menyikapi
perkara yang baik atau yang buruk, ego, dan kecenderungannya semuanya
tergantung dan bersumber dari kondisi kehidupan rumah tangga.[6]
Wanita
yang menjadi salah-satu unsur dalam keluarga merupakan penentu arah sikap dan
perilaku anak pada masa mendatang. Muhammad Taqi Falsafi menyatakan bahwa
lingkungan keluarga merupakan sekolah yang mampu mengembangkan potensi
tersembunyi dalam jiwa anak dan mengajarkan kepadanya tentang kemuliaan dan
kepribadian, keberanian dan kebijaksanaan, toleransi dan kedermawanan, serta
sifat-sifat mulia lainnya.[7]
Apabila
aspek emosional anak telah terbina, maka akan muncul suatu keterikatan secara
psikis antara orangtua dan anak. Keterikatan tersebut akan menuntun anak
merasakan cinta, kasih sayang, perhatian, dan perlindungan mereka terhadapnya,
serta anak juga akan mencintai orangtua dan anggota keluarga. Dengan demikian,
anak bisa memfungsikan aspek emosinya secara positif sebab atmosfir yang sarat
dengan rasa saling mencintai dalam kehidupan keluarga merupakan faktor penting
dalam membentuk kematangan kepribadian anak dan agar ia merasa damai, percaya
diri, dan bahagia.[8]
Tugas
pendidikan emosional anak dengan cara menciptakan suasana keluarga yang
“kondusif” merupakan tanggung jawab kedua orangtua. Tugas tersebut tidak bisa
digantikan oleh siapapun, terutama peranan seorang ibu dalam mendidik aspek
psikis anak. Dengan keberadaan dan pengasuhan serta kasih sayangnya dapat
memberikan influensi yang signifikan dalam membentuk kepribadian dan spiritual
anak.
Selain
ibu, peran pembentukan kepribadian anak juga dipengaruhi oleh fungsi ayah itu
sendiri. Shapiro menyatakan, banyak anak yang menderita karena dibesarkan oleh
ayah yang secara fisik hadir di tengah keluarga, tetapi secara emosional tidak
pernah ada. Si ayah tidak bereaksi terhadap kebutuhan anak-anak akan perhatian,
kasih sayang, dan keterikatan. Jika anak menuntut kepedulian sang ayah, mereka
diabaikan atau dihukum. Kondisi ini akan memicu tumbuhnya penghargaan diri yang
rendah dan rasa takut ditolak dalam diri si anak.[9]
Suasana “kondusif”
dalam keluarga akan tercipta jika orangtua tahu posisi masing-masing. Posisi keduanya
dalam keluarga seperti miniatur yang akan dilihat dan ditiru oleh si anak.
Berhasilnya orangtua dalam mendidik emosi anak tergantung pada suasana
kehidupan keluarga yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, keluarga memberikan
pengaruh, baik itu yang positif maupun yang negatif, pada perkembangan
emosional anak. Orangtua perlu menyadari akan pentingnya keharmonisan dalam rumah
tangga dan juga perlu peka terhadap kebutuhan psikis anak, yaitu ketenangan
jiwa.
C. Peran Wanita dalam Pendidikan Rumah Tangga
Saya yakin setiap Orang Tua pasti menginginkan
anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna, baik dalam fisik,
kecerdasan, akhlaq serta karakternya.
Untuk itu Peran Wanita sebagai sosok seorang Ibu
sangatlah urgen dalam pendidikan Anak-anaknya dalam keluarga, Wanita/Ibu adalah
sosok yang paling dekat dengan anak-anaknya, sosok yang paling banyak waktu
bersamanya, sehingga Anak banyak belajar segala sesuatu dengan Ibunya, ibu
adalah cerminan anak-anaknya.
Tujuan pendidikan dalam rumah tangga adalah agar
anak mampu berkembang secara maksimal. Itu meliputi seluruh aspek perkembangan
anaknya, yaitu jasmani, akal daan ruhani. Tujuan lain adalah membantu sekolah
atau lembaga kursus dalam mengembangkan
pribadi anak didiknya. [hal. 240]
Apakah ada Kurikulum (bahan pendidikan) bagi
pendidikan dalaam rumah tangga ? Ada, tetapi tidak tegas seperti kurikulum
pendidikan di sekolah. Kurikulum itu dalam garis besarnya adalah kurikulum
untuk pengembangan jasmani dan ketrampilan, kurikulum untuk pengembangan akal, dan
kurikulum untuk pengembangan ruhani anak. Kurikulum ini mengacu kepada teori
tentang aspek-aspek kepribadian dalam garis besar. [hal.241]
Kunci pendidikan dalam rumah tangga sebenarnya
terletak pada pendidikan ruhani dalam arti pendidikan Qalbu, lebih tegas lagi
pendidikan agama bagi anak. Mengapa kunci?
Karena pendidikan agamalah yang berperan besar dalam membentuk pandangan
hidup seseorang.
1. Pendidikan jasmani dan akal yang diberikan di
sekolah sekarang mempunyai banyak teori. Belum tentu semua teori itu sesuai
dengan ajaran agama. Bila aanak sudah memiliki basis nilai agama yang dibawa
dari rumah, secara sederhana ia dapat memberikan nnilai terhadap teori-teori
yang diajarkan di sekolah. [hal.243]
2. Penanaman sikap menghargai guru dan apa yang dididikannya.
Pendidikan di sekolah tidak akan berhasil secara maksimal bila murid tidak
mengormati guru dan pengetahuannya. Kalau begitu, tidak salah bila dikatakan
salah satu kunci keberhasilan pendidikan di sekolah adalah ada atau tidaknya
penghargaan dari murid terhadap guru dan terhadap pengetahuan yang
diajarkannya. Pendidikan agama dalam rumah tangga itu harus mampu menghasilkan
anak yang :
- Menghormati Guru (terutama gurunya)
- Menghargai pengetahuan (terutama pengetahuan
gurunya). [hal. 244]
Sekali
lagi ditegaskan bahwa pendidikan agama dalam rumah tangga menjadi perhatian
utama dalam uraian selanjutnya karena beberapa hal :
-
Pendidikan
agama dalam rumah tangga adalah kunci bagi pendidikan dalam rumah tangga, kunci
bagi pendidikan agama secara keselluruhan, bahkan kunci bagi pendidikan secara
keseluruhan.
-
Pendidikan
jasmani dan akal bukanlah kunci bagi pendidikan dalam rumah tangga, bukan kunci
bagi pendidikan jasmani dan akal secara keseluruhan, dan bukan kunci bagi
pendidikan pada umumnya. Pendidikan agama dalam rumah tangga yang diuraikan ini
adalah pendidikan agama dalam rumah tangga menurut ajaran islam, diambil dari
sumber islam (al-Qur’an dan hadits) dan dari pendapat ahli pendidikan islam.
[hal. 245]
D. Peran Wanita sebagai Teladan atau Model bagi anaknya.
Dalam mendidik
anak seorang wanita/ibu harus mampu menjadi teladan bagi
anak-anaknya. Mengingat bahwa perilaku orangtua khususnya ibu akan ditiru yang
kemudian akan dijadikan panduan dalam perlaku anak, maka ibu harus mampu
menjadi teladan bagi anak-anaknya. Seperti yang difirmankan Allah dalam:
Surat Al-Furqaan ayat 74:
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami
istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertaqwa.”
Kalau kita perhatikan naluri
orang tua seperti yang Allah firmankan dalam Al Qur’an ini, maka kita harus
sadar bahwa orang tua senantiasa dituntut untuk menjadi teladan yang baik di
hadapan anaknya.
Sejak anak lahir dari rahim
seorang ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan mempengaruhi perkembangan
pribadi, perilaku dan akhlaq anak. Untuk membentuk perilakua anak yang baik
tidak hanya melalui bil lisan tetapi juga dengan bil hal yaitu
mendidik anak lewat tingkah laku. Sejak anak lahir ia akan selalu
melihat dan mengamati gerak gerik atau
tingkah laku ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah anak akan senantiasa
melihat dan meniru yang kemudian diambil, dimiliki dan diterapkan dalam
kehiduapnnya. Dalam perkembangan anak proses identifikasi sudah mulai
timbul berusia 3 – 5 tahun. Pada saat ini anak cenderung menjadikan ibu yang
merupakan orang yang dapat memenuhi segala kebutuhannya maupun orang yang
paling dekat dengan dirinya, sebagai “model”
atau teladan bagi sikap maupun perilakunya. Anak akan mengambil, kemudian memiliki
nilai-nilai, sikap maupun perilaku ibu. Dari sini jelas bahwa perkembangan
kepribadian anak bermula dari keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai
yang ditanamkan orang tua baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam hal ini
hendaknya orang tua harus dapat menjadi contoh yang positif bagi anak-anaknya.
Anak akan mengambil nilai-nilai, sikap maupun perilaku orang tua, tidak hanya
apa yang secara sadar diberika pada anaknya misal melalui nasehat-nasehat,
tetapi juga dari perilaku orang tua yang tidak disadari. Sering kita lihat
banyak orang tua yang menasehati anaknya tetapi mereka sendiri tidak
melakukannya. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak sepenuhnya mengambil nilai,
norma yang ditanamkan. Jadi, untuk melakukan peran sebagai model, maka ibu
sendiri harus sudah memiliki nilai-nilai itu sebagai milik pribadinya yang
tercermin dalam sikap dan perilakunya. Hal ini penting artinya bagi proses
belajar anak-anak dalam usaha untuk menyerap apa yang ditanamkan.
E. Peran Wanita sebagi pemberi stimuli bagi perkembangan
anaknya
Perlu diketahui bahwa pada waktu
kelahirannya, pertumbuhan berbagai organ belum sepenuhnya lengkap. Perkembangan
dari organ-organ ini sangat ditentukan oleh rangsang yang diterima anak dari
ibunya. Rangsangan yang diberikan oleh ibu, akan memperkaya pengalaman dan
mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Bila pada
bulan-bulan pertama anak kurang mendapatkan stimulasi visual maka perhatian
terhadap lingkungan sekitar kurang. Stimulasi verbal dari ibu akan sangat
memperkaya kemampuan bahasa anak. Kesediaan ibu untuk berbicara dengan anaknya
akan mengembangkan proses bicara anak. Jadi perkembangan mental anak akan
sangat ditentukan oleh seberapa rangsang yang diberikan ibu terhadap anaknya.
Rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam alat permainan yang edukatif
maupun kesempatan untuk rekreasi yang dapat memperkaya pengalamannya.
Dari apa yang dikemukakan di
atas jelaslah bahwa kunci keberhasilan seorang anak di kehidupannya sangat
bergantung pada ibu. Sikap ibu yang penuh kasih sayang, memberi kesempatan pada
anak untuk memperkaya pengalaman, menerima, menghargai dan dapat menjadi
teladan yang positif bagi anaknya, akan besar pengaruhnya terhadap perkembangan
pribadi anak. Jadi dapat dikatakan bahwa bagaimana gambaran anak akan dirinya
ditentukan oleh interaksi yang dilakukan ibu dengan anak. Konsep diri anak akan
dirinya positif, apabila ibu dapat menerima anak sebagaimana adanya, sehingga
anak akan mengerti kekurangan maupun kelebihannya. Kemampuan seorang anak untuk
mengerti kekurangan maupun kelebihannya akan merupakan dasar bagi keseimbangan
mentalnya
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sungguh peran wanita
sangat penting sekali dalam pendidikan, Sebagaimana disebutkan dalam sebuah
hadits : yang artinya “Perempuan adalah tiang negara bila perempuannya baik
maka negara akan kokoh, sebaliknya apabila perempuannya telah rusak moralnya,
maka runtuhlah negara.”
Wanita
itu ibarat sekolah, jika kalian mendidiknya dengan baik berarti kalian sedang
mempersiapkan sebuah bangsa dengan baik (Al hadist)
Wanita
itu dengan tangan kirinya menggoyang buaian, tangan kanannya menggoyang dunia
Wanita adalah
tiang negara. Apabila kaum wanita yang ada itu baik, maka baiklah negara itu.
Dan apabila kaum wanita yang ada rusak maka rusaklah negara
(ahlul Hikmah)
Surga itu ada dibawah telapak kaki kaum ibu
(Al hadist)
Sedangkan peran wanita dalam keluarga untuk membentuk karakteristik
anaknya yang berakhlakul karimah bisa dilihat dengan posisi Wanita sendiri
yaitu selaku orang tua merupakan cermin bagi anak-anak di dalam keluarga.
Makanya seorang wanita selaku ibu bagi anak-anaknya dalan keluarga harus
seoptimal mungkin memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
DAFTAR
PUSTAKA
v Banu Garawiyan, 2002, Memahami
Gejolak Emosi Anak , Bogor: Cahaya
v Khairiyah Husain Taha
Sabir, 2001, Peran Ibu dalam Mendidik Generasi Muslim Jakarta: Firdaus
v Ali Qaimi, 2002, Menggapai
Langit Masa Depan Anak, Bogor: Cahaya
v Muhammad Taqi Falsafi,
2002, Anak Antara Kekuatan Gen dan Pendidikan, Bogor: Cahaya
v M. Ustman Najati, 2002, Belajar
EQ & SQ dari Sunnah Nabi, Bandung: Hikmah
v Jerold Lee Shapiro,
2003, The Good Father: Kiat Menjadi
Ayah Teladan, Bandung: Kaifa
v Ahmad Tafsir,
2012, Ilmu Pendidikan islam, Bandung : Rosdakarya
[1] Khairiyah
Husain Taha Sabir, Peran Ibu dalam Mendidik Generasi Muslim (Jakarta:
Firdaus, 2001), hal. 121.
[3] Kartono, Psikologi, hal. 97.
[5] Banu Garawiyan, Memahami Gejolak Emosi Anak (Bogor: Cahaya,
2002), hal. 73.
[7] Muhammad Taqi Falsafi, Anak Antara Kekuatan Gen dan Pendidikan (Bogor:
Cahaya, 2002), hal. 249.
[9] Jerold
Lee Shapiro, The Good Father: Kiat Menjadi Ayah Teladan (Bandung: Kaifa,
2003), hal. 172.
sangat bermanfaat
BalasHapus