Minggu, 27 Januari 2013

REAKTUALISASI TRADISI KEILMUAN PEMIKIRAN HASSAN HANAFI DALAM KONTEKS PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA



BAB I

                                                                            PENDAHULUAN




A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakekatnya adalah sesuatu yang luhur karena di dalamnya mengandung misi kebajikan. Pendidikan tidaklah sekedar proses kegiatan belajar mengajar an sich, melainkan juga proses penyadaran untuk menjadikan manusia sebagai “manusia”. Dengan kata lain, pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan manusia sebagai “manusia yang sadar diri”. Namun permasalahannya, tatkala diskursus tersebut teraplikasikan dalam bentuknya yang riil-seperti dalam bentuk sekolah dan semacamnya –ia kerap kali terseret pada kepentingan, ideologi, dan politik.
Menurut Paulo Freire dan Ivan Illic, pendidikan dalam konteks seperti ini ternyata membawa penindasan (oppresseion). karena pendidikan dalam setiap langkahnya lebih sering terbebani peran produksi dan reproduksi dari bentuk ideologi dan politik.[1]
Mengutip pendapat Freire dan Illic di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara tentang pendidikan tidak bisa terlepas dari dunia politik. Dari proses politik tersebut maka muncullah politik pendidikan yang melahirkan sebuah pemikiran-pemikiran dalam bebtuk kebajikan (policey),[2] yang pada akhirnya akan menjadi suatu ideologi. Dari kacamata politik pendidikan inilah, dapat diketahui tradisi pemikiran-pemikiran pendidikan intelektual muslim di Indonesia, apakah sudah tercerahkan atau masih stagnan.
Jika melihat kondisi bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis multi dimensional, yaitu krisis politik, krisis  ekonomi, krisis moral, dan munculnya disintegrasi bangsa ini, nampaknya segala basik pemikiran yang melatarbelakangi segala perilaku berbangsa kita ini perlu segera untuk  direkontruksi atau reaktualisasi. Melihat dari sisi pendidikan misalnya, pendidikan kita disinyalir masih stagnan dan belum berani berubah sebagaimana dikemukakan oleh Taufikurrahman Saleh, bahwa politik pendidikan kita belum berubah[3]. Hal ini menunjukan bahwa tradisi pemikiran pendidikan di Indonesia secara riil masih menempati posisi yang stagnan yang berakibat terjadinya stagnasi politik pendidikan dan berimbas pada mandeknya segala perubahan yang mendasar dalam proses pendidikan.
Nurcholish Madjid mengatakan, bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengatasi perpecahan bangsa dan membangun sumberdaya manusia (SDM). Sebetulnya, sejak awal tahun 1980-an –yakni ketika kebutuhan hidup masyarakat mulai mudah diperoleh dibandingkan masa kemerdekaan –bangsa Indonesia harusnya berani menyatakan sikap secara tegas untuk mulai membangun pendidikan secara terencana.[4]
Dilihat dari persoalan disintegrasi bangsa, pernyataan Nurcholis ini memberikan arti bahwa seharusnya pendidikan itu melahirkan intelektual-intelektual yang mempunyai pemikiran progresif, yang mampu memberikan pengetahuannya kepada sesamanya supaya dapat tercerahkan, sehingga perpecahan bangsa dapat dieliminir semaksimal mungkin.
Jika melihat sistem pendidikan di Indonesia, realitas sistem pendidikan kita masih munculkan pesimisme akan terjadinya perubahan dalam pemikiran. Saptono misalkan, dalam artikelnya bahkan menulis watak sistem pendidikan kita masih menutup peluang bagi adanya perubahan. Dan hal ini dianggap wajar dan bisa dipahami oleh Sapton.  Menurut        Saptono, watak sistem   pendidikan kita cenderung   amat     konservasif.   Ia   menutup peluang bagi adanya perubahan, terutama    yang bersifat substantif. Apalagi, perubahan substantif mengenai materi dan metodologi pendidikan agama. Watak konservatif itu bagi Saptono masih begitu kuat.[5] Hal ini menunjukan bahwa tradisi pemikiran dalam pendidikan agama cenderung masih eksklusif.
Bahkan Azyumadi Azra melihat bahwa intelektualis muslim Indonesia masih miskin dari sisi pemikiran Islam. Azyumardi mengatakan secara intelektual di Indonesia ini miskin dalam pemikiran Islam.[6] Pendapat Azra tersebut memberikan indikasi bahwa pemikiran ke-Islaman di Indonesia masih mengalami stagnasi, untuk tidak dikatakan sangat memprihatinkan bila dibandingkan dengan pemikiran yang berkembang di Timur Tengah. Keterbelakangan ini menurut Azra adalah karena Islam yang menyebar di Indonesia adalah adalah Islam yang sudah pasrah, contohnya dari segi kalam sudah menganut Jabariyah, Asy’ariah dan lain-lain.[7]
Jika melihat era modern sekarang ini, secara berkesinambungan tradisi keilmuan berjalan pada dua trend pemikiran Islam.[8] Trend pertama adalah pemikiran Islam yang menggarisbawahi perlunya melestarikan tradisi keilmuan yang telah terbangun secara kukuh sejak berabad-abad lalu serta memanfaatkannya untuk membendung aspek negatif dari gerak arus pembangunan dan modernisasi dakam segala bidang.
Trend pemikiran Islam pertama ini nyaris kurang begitu mengakomodasikan wilayah dan muatan pengalaman manusia yang berkembang sebagai akibat persentuhannya dengan dinamika ilmu pengetahuan dalam pengalaman spiritual keberagamaan manusia, maka kecenderungan pemikiran-pemikiran Islam model pertama ini sulit dibedakan dari tradisi yang bersifat taqlidi dan dogmatis.
Trend pemikiran kedua adalah tradisi pemikiran keagamaan yang bersifat kritis. Tradisi kritis ini bermula dari pengaruh pemikiran filosofik kritik terhadap pemikiran manusia, termasuk di dalamnya gagasan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang apapun (IPTEK secara umum) dan mencoba menarik manfaat daripadanya untuk mencari penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, khususnya untuk membangun sebuah tradisi keagamaan yang selalu up-to date dan tanggap terhadap perkembangan zaman.[9]
Di antara kedua trend di atas, Hassan Hanafi dikatagorikan pada trend pemikiran kedua. Hal ini dikarenakan Hanafi mencoba mengaktualisasikan nilai-nilai tradisi keilmuan, ketika Islam mengalami kemunduran dalam proses perjalanannya. Untuk mengembalikan hal tersebut, Hanafi lewat kiri Islamnya menawarkan gagasan pembaharuan  yang mencakup empat hal : pertama, Revitalisasi khsanah klasik Islam  (Ihya’ al-Turats al-qadim), kedua, menjawab tantangan peradaban Barat      (Tahadda al-hadarah al-gharbiyah), ketiga, mencari unsur-unsur revolusioner dalam agama (Min ad-din ila al-tsaurah), empat, menciptakan integritas nasional Islam (Wihdah al-wathaniyah al-Islamiyah).[10]
Usaha rekonstruksi Hassan Hanafi dipusatkan untuk menghidupkan kembali khasanah klasik Islam. Hanafi  selain  mengkritik  filsafat  Islam, teologi dan hukum Islam  juga  menaruh  harapan  besar  terhadap  filsafat untuk menumbuhkan  etos rasional dan kecenderungan-kecenderungan alamiah. Dalam bidang  teologi rasional Mu’tazilah yang melahirkan revolusi  akal  dunia  alam dan dunia  kebebasan manusia.  Kemudian dalam
hukum Islam Hanafi berusaha merekonstruksi hukum tradisonal dengan menggunakan empat landasan yairu, Al-Qur’an, al-Sunnah, kemaslahatan Umat, dan Ijtihad.[11]
Hadirnya gagasan Hassan Hanafi tentang reaktualisasi tradisi keilmuan Islam sesungguhnya berdiri di atas landasan metodologi yang dibangun dari filsafat materialis historis,[12] fenomenologis,[13] hermeneutika,[14] dan filsafat eklektik.[15] Kemudian dipadukan menjadi kesatuan metodologi guna mendukung gagasan reaktualisasi tradisi keilmuan Islam.
Pada saat ini, timbul gerakan reformasi yang menginginkan Islam kembali merebut keemasannya yang telah lama hilang. Maka pengkajian tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi sangatlah dibutuhkan sebagai spirit, transformasi dan perubahan pada arah praksis tradisi pemikiran Islam khususnya di Indonesia.gagasan proyek pembangunan peradaban Islam mendatang yang digulirkan Hassan Hanafi, yaitu mencoba dengan mendesain segitiga pemikiran Islam yang dianggapnya akan memberikan spirit bagi kebangkitan umat Islam. Pertama, pandangan terhadap tradisi klasik. Kedua, pandangan terhadap tradisi barat. Ketiga, pandangan terhadap realitas. Dalam kondisi yang ditandai dengan kemandegan pemikiran Islam saat ini, adalah sangat signifikan untuk mendobrak tradisi pemikiran Islam di Indonesia yang cenderung masih ekslusif dan konservatif.
Gagasan Hanafi yang ingin menyandingkan antara “tradisi” dan “modernitas” ini patut untuk segera  digayung sambuti. Hal ini sangat dibutuhkan sebagai akselerasi proyek pembangunan peradaban Islam pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya yang tidak akan mungkin bisa tercapai dengan hanya berserah diri atau fatalistik, akan tetapi harus berani memasuki ruang terdalam dari tradisi untuk mengambil sisi positif dan membangun “bingkai pemikiran” yang bersemedi di dalam tradisi itu sendiri.
Oleh karena itu rekontruksi tradisi pemikiran yang ditawarkan Hanafi sangatlah relevan sebagai alternatif pencerahan bagi tradisi pemikiran intelektual Islam di Indonesia yang sedang mengalami kelesuan.
Melihat realitas demikian, nampaknya merupakan suatu keharusan untuk memikirkan, melangkah, dan menata kembali visi dan misi serta orientasi pendidikan Islam di Indonesia. Betapapun umat Islam secara kuantitatif merupakan mayoritas, namun di sisi lain dalam andilnya minoritas. Ini merupakan indikasi kemunduran perjalanan peradaban Islam dalam dinamika intelektual. Merupakan suatu keprihatinan yang mendalam apabila melihat kondisi umat Islam saat ini, kejayaan umat Islam di masa lampau kini hanya tinggal kenangan dan hanya menjadi hiasan sejarah semata. Sesuai dengan risalah Islamiyah, kehadiran Islam lebih menitikberatkan pada pengembangan keilmuan sebagai pintu ijtihad manusia dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sebagai wahyu Allah, oleh karena usaha pengembangan keilmuan semestinya menjadi inspirasi umat Islam dalam peningkatan kualitas manusia sebagai wujud wakil Allah SWT di bumi (khalifah fil-ardl).
Mengingat pentingnya kontribusi pendidikan Islam dalam pertanggungjawaban kehidupan masyarakat, mahasiswa sebagai leading of social change yang merupakan salah satu unit komunitas yang menyandang status insan akademis, mempunyai tanggungjawab moral untuk mengembangkan pikiran terhadap kemunduran peradaban Islam, khususnya dalam bidang keilmuan beserta kendala-kendala yang sedang dihadapi dunia pendidikan Islam sekarang ini. Berangkat dari komitmen tersebut, menginspirasikan penulis untuk mengkaji reaktualisasi tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi, untuk bisa diaktualisasikan sebagai paradigma pendidikan Islam di Indonesia

B.     Rumusan Masalah .

Berpijak dari latar belakang masalah di atas, maka ada beberapa permasalahan yang hendak dikaji melalui penelitian ini, permasalahan-permasalahan tersebut adalah:
1.      Bagaimana corak kelilmuan Hasan Hanafi tentang metodologi keilmuan Islam ?
2.      Bagaimana tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi ?
3.      Bagaimana relevansi antara tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi dan pendidikan Islam di Indonesia?

C.    Tujuan Penelitian
 Tujuan penelitian ini tidak terlepas dari permasalahan yang dimunculkan sebagai akibat dari proses perjalanan peradapan Islam yang pernah mencapai pada puncak keemasannya. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui konsepsi tradisi keilmuan dan proses modernisasi dalam pendidikan Islam pada masa dahulu dan pada masa sekarang.
Sebagaimana diungkapkan oleh M. Rusli Karim bahwa pendidikan (Historis Komparatif) akan tampak di mana kekuatan pendidikan Islam pada masa lalu dan di mana pula kelemahan pendidikan Islam pada masa sekarang ini.[16]
2.      Untuk merumuskan konsep paradigma pendidikan yang didasarkan atas tradisi dan modernisasi keilmuan dalam pendidikan Islam.

D.    Penjelasan Istilah Kunci
Untuk menghindari kesalahfahaman dalam memahami judul tersebut, maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang ada dalam judul tersebut.
1.      Reaktualisasi
 Reaktualisasi lebih tepat diambil dari kata actualize, yang tersusun dari kata ‘re’ dan ‘actualize’ menjadi reactualization (kata benda) atau ihya’ dan I’adah al-bina dalam Bahasa Arab yang berarti menghidupkan kembali atau mewujudkan kembali atau membangun kembali[17]. Dalam hal ini, penulis maksudkan adalah untuk mengetahui bagaimana menghidupkan kembali tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia.
2.      Tradisi Keilmuan
Kata ini berasal dari bahasa Latin yaitu ‘traditio’ yang berarti delivery, handing down (penyerahan)[18]. Hanafi menjelaskan pengertian tradisi sebagai peninggalan masa lalu yang sampai kepada kita dan masih hidup sampai masa sekarang ini.[19]
Dalam pengertian tersebut, tradisi berarti hasil warisan produk manusia, di mana kita boleh belajar dari mereka, tetapi tidak ada keharusan untuk mengikutinya. Maka kisi-kisi konservatif dari tradisi yang menghalangi jalur-jalur kemajuan dapat kita rekontruksi dengan tradisi lain yang memproklamasikan kebebasan manusia dan pengaruhnya dalam sejarah, dan rasional. Sedangkan keilmuan adalah suatu yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan.[20] Untuk itu tradisi keilmuan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dengan lainnya, seperti disinyalir Hassan Hanafi, Reaktualisasi tradisi keilmuan adalah reaktualisasi untuk mengkonfrontasikan ancaman –ancaman baru yang datang ke dunia dengan menggunakan konsep terpelihara murni dalam sejarah. Tradisi terpelihara itu menentukan lebih banyak lagi pengaktifan untuk dituangkan dalam realitas duniawi sekarang.[21]
Menurut muhammad Abed Al Jabiri, tradisi (turats) bukanlah semata-mata sebagai sisa-sisa atau warisan kebudayaan peninggalan masa lampau, tetapi sebagai “bagian dari penyempurnaan” akan kesatuan dan ruang lingkup kultur tersebut, yang terdiri atas doktrin agama dan syari’at bahasa dan sastra, akal dan mentalitas, kerinduan dan harapan-harapan.[22] Tradisi singkatnya –sekaligus berdiri sebagai satu kesatuan dalam dimensi kognitif dan dimensi metodologisnya, berdiri sebagai satu kesatuan dalam fondasi nalar letupan-letupan emosionalnya, dalam keseluruhan kebudayaan Islam. Maka cakupan konsep  tradisi dalam pengertian ini tidak hanya melingkupi “kumpulan kemungkinan yang terwujud”, tetapi ia juga berarti “kumpulan kemungkinan yang belum terwujud dan yang berpotensi bakal terwujud”. Ia bukan cuma berarti sesuatu yang”terwujud pada masa lalu”, tetapi ia lebih penting dari itu, sesuatu yang seharusnya terwujud (pada masa mendatang). Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan istilah tradisi (turats) adalah sama dalam pengertian di atas, yaitu bagian dari semangat kebangkitan (nahdlatul atau revivalisme) yang digulirkan Hassan Hanafi, dari keinginan untuk bangkit dan maju dari keterbelakangan, termasuk segenap harapan-harapan, impian-impian dan tantangan-tantangan yang dihadapinya.
3.      Pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris adalah education yang berasal dari bahasa Latin ‘educere’yang berarti memasukan sesuatu atau memasukan ilmu kepada seseorang, dari pengertian ini ada tiga hal yang terlibat yaitu ilmu, proses memasukan kepala orang, kalaulah ilmu itu masuk dikepala.[23]
Pendidikan dalam istilah Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja rabba, kata pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah ta’lim, dengan kata kerjanya adalah allama, pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya tarbiyah wa ta’lim sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah Islamiyah
Kata Islam dalam pendidikan Islam itu sendiri menunjukan corak atau warna pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang berwarna Islam. Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah usaha sadar untuk mengembangkan fitrah manusia dan sumberdaya insani menuju terbentuknya insal kamil yang sesuai dengan norma Islam.[24] Sedangkan menurut Ahmad. D. Marimba pendidikan Islam ialah bimbingan jasmani dan ruhani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[25] Pendidikan Islam dalam tulisan  ini yang dimaksud adalah pendidikan Islam dalam konteks historis sistem pendidikan di Indonesia.

E.  Kerangka Pemikiran
Sebagaimana disebutkan pada pokok permasalahan, telaah ini akan memusatkan perhatian pada tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi, sementara untuk mengkaji tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi yang relevan dengan konteks pendidikan Islam di Indonesia, maka penulis berupaya mengumpulkan beberapa karya Hanafi, baik dalam bentuk buku, artikel, maupun makalah, yang mendukung serta .berkaitan dengan skripsi yang penulis angkat.
Dari survie kepustakaan tentang karya-karya Hanafi yang terdapat kaitanya dengan skripsi yang penulis angkat, maka sumber utama yang digunakan adalah “madza ya’ni al-yasar al-islami (Apakah kiri Islam), Min al- Aqidah Ila al-Tsaurah (Dari Akidah Menuju Revolusi), Muqaddimah Fi’ilm al-Istighrab (Oksidentalisme), dan RelegiusDialogue & revolution (Dialog Agama & Revolusi)”. Oleh karena itu buku-buku tersebut menjadi acuan pokok di samping karyanya yang lain. Selain itu guna mendukung kevalidan dalam pengumpulan data, penulis juga mencoba menelaah karya ilmiah yang lain yang berhubungan dengan pemikiran Hassan Hanafi di antaranya Kazuo Shimogaki. Abdul Mu’ti Muhammad Bayumi, M. Ridwan Hambali, Muhammad Abed Al Jabiri, dan Muhammad Arkoun.
Kazuo Shimogaki yang menulis tentang –Kiri Islam Antara Modernisme dan Post-Modernisme (Telaah Kritis atas Pemikiran Hassan Hanafi) dalam buku ini Shimogaki berusaha menelaah pemikiram Hassan Hanafi tentang ide kebangkitan Islam yaitu dengan melakukan rekontruksi terhadap sebuah bangunan pemikiran Islam tradisional agar dapat berfungsi sebagai kekuatan pembebas. Shimogaki mencoba mendemontrasikan pemikiran Hanafi sebagai alternatif jawaban terhadap problem-priblem kemanusiaan abad ini.
Artikel Abdul Mu’thi Muhammad Bayumi, Prof. Dr., berjudul Akidah dan Liberalsi Ummat: Telaah pemikiran Hassan HanafiMin al-Aqidah Ila al Tsaurah” Dalam artikel ini Bayumi memaparkan pemikiran Hanafi yang menghendaki revolusi atas ilmu kalam, karena ilmu tersebut, dengan metode kunonya, tidak cocok lagi untuk menciptakan kemajuan dan melahirkan manusia modern. Bahkan, menurut Hanafi, ilmu kuno itulah yang menyebabkan manusia modern mengeluh.[26]
Tulisan M. Ridwan Hambali, yang berjudul Hassan Hanafi: Dari IslamKiri”, Revitalisasi Turats Hingga Oksidentalisme, mengkaji  pemikiran Hanafi tentang ide kebangkitan Islam serta karya monumentalnya Oksidentalisme yang mengurai dan menetralisi distorsi  sejarah antara Timur dan Barat, dan mencoba meletakan kembali peradaban Barat pada proporsi geografis, kemudian mencoba memposisikan pemikiran Hanafi di antara pembaharu pemikiran keagamaan.[27]
Muhammad Abed al Jabiri, dalam Post Tradisionalisme Islam, berusaha melampaui tradisi dalam rangka melahirkan tradisi baru yang senafas dengan tuntutan kekinian. Di samping itu, Post Tradisionalisme mencoba memberi “jalan baru” untuk melapangkan dan membebaskan manusia dalam menbangun masyarakat yang menghargai perbedaan, menegakkan hukum, mengembangkan pemahaman pluralistik dan demokratis. Oleh karena itu, Post Tradisionalisme menyakini bahwa menelaah tradisi secara kritis merupakan jalan terbaik untuk membangun kebudayaan dan tradisi pemikiran yang akan mendorong transformasi sosial dan perubahan pada tatanan praktis.
Sementara itu, Mohammad  Arkoun, dalam “Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama” mencoba mendekontruksi seluruh bangunan pemikiran Islam yang selama ini dianggap mapan dan sakral, hingga mengakibatkan pemikiran yang monolitik. Arkoun berupaya membangun kembali pluralisme pemikiran dengan menggunakan berbagai perangkat ilmu sosial dan humaniora yang berkembang di Barat abad 20. Dengan metode itu pula Arkoun merumuskan berbagai pendekatan terhadap dialog antara agama dengan terlebih dahulu menyarankan kepada setiap peserta dialog agar lebih memahami tradisi agamanya sendiri (terutama yang berasal dari kitab suci), untuk kemudian berusaha memahami tradisi keagamaan orang lain dengan tetap mengedepankan rasionalitas kritis.
Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah pemikiran Hassan Hanafi tentang reaktualisasi tradisi pemikiran Islam yang meliputi ide revitalisasi turats, yang diletakan pada landasan teoritis kerangka lingkaran piramida peradaban. Bahwa manusia tidak bisa dipisahkan dari tiga akar pijakan berfikir: kemarin (al-ma’dli) yang dipersonifikasikan dengan turats qadim (khasanah klasik), esok (al-mustaqbal) yang dipersonifikasikan dengan turats gharbi (khasanah Barat), dan sekarang (al-hal)yang dipersonifikasikan dengan al-waqi’  (realitas kontemporer). Tiga akar pilakan berfikir inilah yang oleh Hanafi dijadikan sebagai trifrontasi (al-jabhah al-tsalatsah) atau proyeksi turats wa tajdid. Yang selanjutnya akan penulis relevansikan dengan konteks historis sistem pendidikan Islam di Indonedia, dari masa lampau (tradisional) hingga masa sekarang.


F.       Metode Penelitian
1.  Pendekatan Penelitian
penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian kepustakaan karena kajiannya terfokus pada teks-teks hasil karya tokoh dan Hassan Hanafi. Penelitian ini berupaya melacak butir-butir pemikiran Hassan Hanafi dan bagaimana pemikiran itu tersosialisasikan. Kemudian melakukan interpretasi, analisis dan mencari relevansinya dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini.
Sebagai suatu analisis filosofis terhadap pemikiran seorang tokoh dalam waktu tertentu, maka tulisan ini menggunakan pendekatan  intelektual biaografi.[28] sebab salah satu jenis penelitian sejarah itu adalah kehidupan seorang dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat pengaruh pemikiran dan idenya serta pembentukan watak tokoh tersebut selama hayatnya. Sehingga di manapun seorang pemikir itu berada, ia tidak akan dapat melepaskan diri dari benturan sejarah yang mengujinya.[29]
2.  Metode Pengumpulan Data
Metode yaang digunakan untuk memperoleh data penelitian  ini adalah penelaahan pustaka (library research).[30] Yaitu dengan menelaah karya-karya Hassan Hanafi sendiri sebagai data primer dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan pemikiran Hanafi sebagai data sekunder. Di mana  sumber sekunder ini terjadi sebagai hasil penggunaan sumber-sumber lain, tidak langsung merupakan dokumen historis yang murni, ditinjau dari kebutuhan penyelidikan.[31]
Metode sosiologis-historis[32] metode ini digunakam untuk menelaah pemikiran Hassan Hanafi secara utuh dengan memperhatikan latar belakang kehidupannya, serta kondisi daerah di mana ia berkiprah dan berkarya dalam merumuskan gagasan-gagasannya.
3.      Metode Analisa Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis data yang telah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang lain.[33] Metode ini penulis gunakan untuk menganalisa isi dari konsep pemikiran yang dibahas agar dapat memperjelas apa-apa yang dimaksud dari konsep tersebut.
Dalam menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan alur pemikiran deduktif,[34] dan induktif,[35] dengan mengedepankan pola pikir Reflektif, yaitu berfikir dalam proses mondar-mandir secara cepat antara induksi dan deduksi, antara abstraksi dan penyajian.[36]


G.      Sistematika Penulisan  
Sistematika penulisan tesis ini di susun atas lima bab, dimulai dengan pemaparan gagasan awal mengorientasikan kembali nilai-nilai tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi,  kemudian mentransformasikan dalam bentuk konsepsi untuk memformulasikan paradigma pendidikan Islam sebagai satu bentuk relevansi sehingga tersusun sebuah sistematika sebagai berikut :
Bab I        :     Pendahuluan. Dalam bab ini merupakan gambaran secara global mengenai seluruh isi skripsi yang meliputi : latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II      :     Gambaran umum tentang Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Pemikiran Hassan Hanafi
                       Dalam bab ini penulis mencoba memberikan gambaran umum tentang reaktualisasi tradisi keilmuan pemikiran Hassan Hanafi yang meliputi :
1.    Biografi dan Kerangka Metodologi
2.    Pemikiran Hassan Hanafi
3.    Kerangka Dasar dan Konsep Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam Pemikiran Hassan Hanafi meliputi :
1. Metode Fenomenologi
2. Kiri Islam
4.    Landasan Historis Tradisi Keilmuan Islam Menuju Arah Modernisasi
5.    Aspek-aspek Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam yang meliputi :
1.        Teologi Revolusioner
2.        Fiqh Sosial
3.        Pemikiran Filosofik Rasionalistik
4.        Kritik Internal Hadis dan Tafsir Revolusioner
5.        Rekonstruksi Sufisme
Bab III     :     Deskripsi Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam bab tiga ini penulis mencoba mendiskripsikan perkembangan sejarah pendidikan Islam di Indonesia yang meliputi :
1  .Pendidikan Islam dalam Lintas Historis
2  Pendidikan Islam dalam Lintas Kontemporer
3  Konsep Umum yang mencakup : a. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam di Indonesia. b. Epistemologi, ontologi dan aksiologi pendidikan Islam di Indonesia.
Bab IV     :     Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Pemikiran Hassan Hanafi Relevansinya Dengan Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam bab empat ini yang hendak penulis bahas meliputi :
1.   Reaktualisasi Pemikiran Epistemologi Hassan Hanafi dalam Pendidikan Islam di Indonesia.
2.   Aktualisasi Tradisi Keilmuan Pemikiran Hassan Hanafi dalam Pendidikan Islam di Indonesia
3.   Sebuah Catatan Kritis
Bab V       :     Penutup
Dalam bab lima ini yang hendak penulis uraikan meliputi :
1        .Kesimpulan
2         Saran-saran


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Haji, Rahman Abdul, DR.,  Pemikiran Islam di Malaysia Sejarah dan Aliran, Jakarta, Gema Insani Press, 1997.
_________, Pemikiran Islam Tradisional di Nusantara, Ampang/Hulu Kelang, Dewan Bahasa dan Pustaka Lot 1037, 1996.
Abdullah, Amin M. Dr., Falsafah Kalam Di Era Post-Modernisme, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999.
 Aceh, Abu Bakar H., Prof., Dr., Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis Tentang Mistik, Jakarta, Ramadhani, 1964.
Ahmadi, Drs., Islam Sebagai Paradigma Ilmu, Yogyakarta, Aditya Media, 1992.
Al-Attas Naqueb, Muhammad Syed, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Bandung, Mizan, 1990.
Al-Ghazali, Imam, Ihya‘Ulumuddin, terj. H. Ismail Yakub, Jakarta, C.V. Faizan, 1992.
Al-Jabiri, Muhammad Abed, Post Tradisionalisme Islam, terj. Ahmad Baso, Yogyakarta, LkiS, 2001.
Al-Maliki Alwi, Muhammad Sayyid, Keistimewaan - keistimewaan  Al-Qur’an, terj, Nur Faizin, S.Ag., Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2001.
Amsyari, Fuad, Dr., Masa Depan Umat Islam Indonesia: Peluang Dan Tantangan, Bandung, Al-Bayan, 1993.
Arifin H. M., Prof., Dr., Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta, Bumi Aksara, Cet. II, 1993.
Arkoun, Mohammed, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama, terj. Ruslani,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001.
Asy’arie, Musa, Prof., Dr., Filsafat Islam: Sunnah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 1999. Amin Muhammad, Miska, Epistemologi Islam Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, Jakarta, UI Press, 1983.
Asy-Syafi’I, al-Umm, Jilid 2, Semarang: CV Faizan, 1981.
Azra, Azymardi, Dr., Islam Reformis Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
_________, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millinium Baru Sebuah Rekonstruksi Pradaban, Jakarta, Logos, 1998.
Az-Zarnujiy, Syekh, judul asli Ta’limul Muta’allim, terj. Aly As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Pengetahuan, Kudus, Menara Kudus, 1978.
Bekker Anton dan Abdul Kharris Zuber, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 1994.
Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Trdisi-Tradisi Islam di Indonesia, Bandung, Mizan, cet. III, 1999.
Busyairi, Ahmad  dan Azharuddin Sahil (eds), Hakekat Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, Yogyakarta:, LPM UII, 1987.
Dahlan, Abdul Aziz, Drs., Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam Bagian I : Pemikiran Teologis, Jakarta, Beneubi Cipta,  1987.
Damami, Mohammad, M.A.,  Akar Gerakan Muhammadiyah, Yogyakarta, Fajar Pustaka Baru, 2000.
Danusiri, Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996.
Daya, Burhanuddin, Dr., Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam: Kasus Sumatera Thawalib, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 1990.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren  Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3S, 1982.
Djuwaeli, Irsyad H.M, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta, Yayasan Karya Utama Mandiri, 1988.
Drijarkara, N. S.J., Prof., Dr., Percikan Filsafat, Jakarta, P.T. Pembangunan, 1989.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta, Gramedia, 1993.
Engineer, Asghar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan, judul asli “Islam and Liberation Theology: Essay on Liberative Elements in Islam”, terj. Agung Prihantoro, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999.
Esposito, John L., Ancaman Islam Mitos Atau Realitas?, terj. Alwiyah Abdurrahman dan Missi, Bandung, Mizan, 1994.
_________, Dinamika Kebangkitan Islam, (Jakarta, Rajawali Pers, 1987.
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Mohammad, Jakarta, Penerbit Pustaka, 2000.
_________, Islam, terj. Ahsin Muhammad, Bandung, Pustaka, cet. III,1997.         
_________, Membuka Pintu Ijtihad, terj. Anas Mahyuddin, Bandung, Pustaka, 1984.
Gazalba, Sidi, Drs., Sistimatika Filsafat, Jakarta, Bulan-Bintang, 1991.
Hadi, Sutrisno, Prof., Dr., M.A., Metodologi Research, Yogyakarta, Fak. Psikologi UGM, Jilid I, 1983.
Hamid Qadir, Abdul Tijani, DR., Pemikiran Politik dalam Al-Qur’an, Jakarta, Gema Insani, 2001.
Hanafi, Hassan,  Agama,Kekerasan Islam Kontemporer, Anas Syahrul Alimi (ed), terj. Ahmad Najib, Yogyakarta, Jendela, 2001.
_________, Al-Din wa al-Tsaqafah wa al-Tsiyasah, Cairo, Syirkah Musaihimat Mu’ariyah,1998.
_________, Dialog Agama dan Revolusi, terj. Tim Pustaka Firdaus,  Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991.
_________, Islam In The Modern World, Vol. II, Revolution and Culture, Cairo, The Anglo Egyptian Bookshop,1995.
_________, Oksidentalisme Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, terj. M. Najib Buchori, Jakarta, Paramadina, 2000.
_________, Islam In The Modern World, Vol.  I, Religion Idiology and Development, Cairo, The Anglo Egyptian Bookshop,1995.
_________, Islam Wahyu Sekuler  Gagasan Kritis Hasan Hanafi, terj  M.Zaki Husain    M. Nur khairoh, Jakarta  Instad, 2001.
Hasbullah, Drs., Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Lintasan Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996.
Hidayatullah, Syarif, M.A., Drs., Intelektualisme dalam Perspektif Neo-Modernisme Studi atas Pemikiran Pendidikan Fazlur Rahman, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2000.
Hidyat, Komaruddin, Dr., Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermenutik, Jakarta, Paramadina, 1996.
Ismail SM et al (eds), Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustka Pelajar, 2001.
Jurnal Islamika, No.3 Januari-Maret 1994.
Jurnal Media Inovasi, No. 1 TH. VIII,1998.
Jurnal Pemikiran Islam Paramadina I Juli, 1998.
Jurnal Teologia, Edisi 49, Pebruari 2000.
Jurnal Ulumul Qur’an,  No. 1 Vol. IV, 1993.
_________, Vol. VI 1995.
Just Studies, Vol. I Februari 2002.
Khan, Warid A., Membebaskan Pendidikan Islam, Yogyakarta, ISTAWA, 2002.
Komaruddin, Drs., Metode Penulisan Skripsi dan Tesis, Bandung Angkasa, 1998.
Kompas,  Rubrik Nasional, Nurcholis Madjid: Pendidikan, Kunci Atasi, Perpecahan Bangsa, Edisi Sabtu, 6 Oktober 2001. 
_________, Rubrik Nasional, Pendidikan Religiositas, Terobosan Obyektivikasi Faham Inklusifisme Agama, Edisi Kamis, 4 Oktober 2001. 
Kompas, Rubrik Tinjauan Buku, Peta Ideologi Pendidikan Ala O’niel, Edisi Rabu, 3 O ktober 2001.
Kuntowijoyo, Dr., Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Benteng, , 1997.
Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam, terj. M. Amin Abdullah, Jakarta, Rajawali, 1989.
Ma’arif Syafi’i, Ahmad, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, Fauzi Rahman, (ed), Bandung, Mizan, 1994.
Madjid, Nurcholis, Islam Kemodernan Dan Keindonesian, Bandung, Mizan, Cet. XI, 1998.
_________, Masyarakat Religius, Ahmad Gaus Af, (ed), Jakarta, Paramadina, 1997.
_________, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta ,  Paramadina, 1996.
Makalah  lokakarya Muhammadiyah, 2002.
Maksum H. Dr., Mardrasah: Sejarah Dan Perkembangannya, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999
Marimba, Ahmad D, Drs., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1981.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, INIS, 1994.
Mughni, Syafiq A., Prof., Dr., Nilai-Nilai Islam Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001. 
Muhadjir, Noeng, Prof., Dr., Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rake Sarasin, 1996.
 Muhaimin H.M., Drs., Ilmu Kalam Sejarah dan Aliran-aliran, Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN WS Semarang dan Pustaka Pelajar, 1999.
_________, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Cirebon, Pustaka Widya Sarana, 1999.
Mustaqim, Abdul, (eds), Studi Al-Qur’an Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.
Nasution, Harun,  Islam Rasional, Bandung, Mizan, Cet. V, 1998.
_________, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa, Perbandingan, Jakarta, Universitas Indonesia, 1972.
_________, Falsafat & Mistisisme dalam Islam,Jakarta, Bulan Bintang, 1973.       
Nata, Abuddin, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta, Grasindo, 2001.
Negara Surya, Mansur Ahmad, Prof., Dr., Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam Di Indonesia, Bandung, Mizan, 1995
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta, LP3S, 1980.
Peursen, Van C.A. Dr., Orientasi Di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan Filsafat, terj. Dick Hartoko, Jakarta, Gramedia, 1988.
PPPSPTA/IAIN Jakarta, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984.
Rahardjo, Dawam M.,  Intelektual Inteligensia dan Prilaku Politik Bangsa Risalah Cendekiawan Muslim, Bandung, Mizan, 1999.
Rahmatullah, Muhammad, Pemikiran Fikih Maharaja Imam Kerajaan Sambas H. Muhammad Baisiuni Imran (1885-1976), Tesis IAIN Walisongo Semarang, 2000.
Religia Media Komunikasi Keilmuan dan Penelitian, Vol. 8, No. 2 Juni, 2000.
Ridwan A.H, Reformasi Intelektual Muslim Pemikiran Hassan Hanafi tentang Reaktualisasi Tradisi Keilmuan, Yogyakarta, Ittaqo, 1998.
Rubrik Nasional, Madrasah Yang Terus Tersendat, Edisi Rabu, 10 Oktober 2001.
Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog Antar Agama, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2000.
Sardar, Ziauddin, Merombak Pola Pikir Muslim, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000.
_________,  Jihad Instektual Merumuskan Parameter-Parameter Sains Islam , AE Priyono, (ed), Surabaya, Risalah Gusti, 1998.
Sardar, Ziauddin, Masa Depan Islam (Islamic Future: The Shape of Ideas to come), terj. Rahmani Astuti, Bandung, Pustaka, 1987.
Sarijo, Marwan, Bunga  Rampai Pendidikan Islam, Jakarta, Amisco, 1996.
Shah Abied, Aunul M. et al., Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Islam Tengah, Bandung, Mizan, 2001.                                           
Shihab, Alwi, Ph.D., Dr., Membendung Arus Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen Di Indonesia, Bandung, Mizan, 1995.
Shimogaki, Kazou, Kiri Islam Antara Islam Modernisme dan Post Modernisme Telaah Kritis Atas Pemikiran Hassan Hanafi, terj. M. Imam Aziz & M. Jadul Maula, Yogyakarta, LkiS, 1994.
Soenardjo, R.H.A., Prof., S.H.,, Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, Dep. Agama RI., 1971.
Stenbrink, Karel A, DR., Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
_________, Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta, LP3ES, 1986.
Sudarsono, S.H., Drs., Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Reinika Cipta, 1993.
Sumargono, Suyono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta, Nur Cahya, 1983.
Sumaryono, E., Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 1999.
Suminto, Aqib H., Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta, Panitia Penerbitan Buku Dan Seminar 70 Tahun Harun Nasution bekerjasama dengan LASF,1989.
Surakhmad, Winarno, Prof. Dr., M. Sc., Ed., Dasar dan Teknik Research, Bandung, 1998.
Suryabrata, Sumadi, Ph.D., M.A., Ed.S., BA., Drs., Metodologi Penelitian, Jakarta, CV. Rajawali,1988.
Syari’ati, Ali, Agama Versus Agama, terj. DR. Afif Muhammad dan Abdul Syukur, M.A., Pustaka Hidayah, 1993.
_________,  Islam Agama Protes, terj. Satrio Pinandito, Pustaka Hidayah, 1993.
Tas’an, Jender Dalam Pemikiran Hukum Yusuf  Qardhawi, Tesis IAIN Walisongo Semarang, 2000.
Tashwirul Afkar, edisi No. 10, Tahun 1994
Thoha , Chabib H.M., M.A., Drs.,  dan Mu’ti Abdul, M.Ed., Drs., (eds), PBM-PAI Di Sekolah Eksistensi dan Proses Belajar-Mengajar Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1998.
_________, Reformulasi Filasafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dengan F.T. IAIN Semarang, 1996.
UU RI. NO 2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Semarang: Aneka Ilmu, 1989.
Wahid, Abdurrahman, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan, Depok: Desantara, 2001.
Wijatno, Poedjo, Ir., Pembimbing Kearah Filsafat, Jakarta, Rineka Cipta, 1983.
Yunus, Mahmud, H. Prof., Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta, Mutiara Sumber Widya, 1995.
Zuhaini,  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1992.
_________, dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta,  Depag, 1986.


[1]  Kompas, Rubrik Tinjauan Buku, Peta Pendidikan ala O’neil, Edisi Rabu, 3 Oktober 2001, hal. 32.
[2]  Menurut Nurcholish Madjid, kebijakan itu akan menjadi bagian dari wawasan yang dimiliki para pemimpin dalam menjalankan proses kepemimpinannya. Lihat Kompas, Rubrik Nasional, Nurcholish Madjid: Pendidikan, Kunci Atasi Perpecahan Bangsa, Edisi Sabtu, 6 Oktober 2001, hal. 6.
[3] Kompas, Rubrik Nasional, Madrasah yang Terus Tersendat, Edisi Rabu 10 Oktober 2001, hal. 8.
[4]  Kompas, Nurcholish Madjid: Pendidikan....., Loc. Cit.,
[5]  Lebih detail lihat Saptono, “Pendidikan Religiositas, Terobosan Obyaktivikasi Faham Inklusivisme Agama”, dalam ‘Kompas’ Edisi (4 Oktober 2001), hal. 4.
[6]  Lihat tulisan Azyumardi Azra, “Diskusi Tentang Naskah Buku”, dalam ‘Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa Agama dan Problema Masa Kini’, Aswab Mahasin, et all (eds), (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996), hal. 287.
[7]  Ibid., hal. 290.
[8]  Amin Abdullah, Falsafah Kalam Di Era Post Modernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 30.
[9]  A. H. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam Pemikiran Hassan Hanafi Tentang Reaktualisasi Tradsisi Keilmuan Islam, (Jakarta: Ittaqo Press, 1998), hal. 4.
[10]  Ibid., hal. 7.
[11]  Ibid.,
  [12]Flisafat meterialis historis dipelopori oleh filsuf Jerman Karl Marx (1818-1883). Sehingga aliran ini lebih dikenal dengan lairan Marxisme (Matrealisme Dialektika). Lihat Ir. Poedjo Wijatno, Pembimbing Kearah Filsafat, (Jakarta: Rineka Cipta, 1983), hal. 127.  Bandingkan juga dengan Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat, (Jakarta: Bulan-Bintang, 1991), 126-127, 137-139. C. A. Vanpersen, Orientasi Di Alam Filsafat, terj. Dick Hartoko, (Jakarta: Gramedia, 1988), hal. 163-164 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hal. 80. Metode dialektik ini dipakai Hanafi untuk menjelaskan sejarah perkembangan pemikiran Islam dan untuk menentukan titik pijak dan alasan dasar mengadakan suatu revolusi. Di mana revolusi harus dipandang sebagai panggilan sejarah. A. H. Ridwan, Op. Cit., hal. 18.
[13]  Filsafat Fenomenologi merupakan filsafat yang didasarkan pada  gejala suatu obyeek, metode ini digunakan hanafi untuk memahami dan menganalisis realitas. Ibid., hal. Hal 21-22.
[14]  Hermeneutika secara etimologi berasal dari Yunani hermeneuin yang berarti menafsirkan, kata bendanya hermeneia secara harfiah berarti penafsiran atau interpretasi. Hermeneutika sebagai metode juga juga dapat diartikan  sebagai cara menafsirkan simbol yang berupa teks atau benda konkret untuk dicari arti dan maknanya. Lihat E. Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1993(, hal. 23, 29. Juga lihat Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), hal. 84. Hermenutika ini merupkana bagian integral dari wacana pemikirannya baik dalam filsafat maupun teologi untuk memahami suatu teks. Lihat A.H. Ridwa, Op. Cit., hal. 98-99. Penjelasan yang singkat namun cukup komprehensif mengenai kajian hemeneutika juga bisa dibaca pada Komaruddin Hidayat, Memahami Bhasa Agama Sebuah Kajian Hermenutik, (Jakarta: Paramadina, 1996).
[15]  Eklektik adalah filsafat atau teori yang tidak asli, tetapi memilih unsur-unsur dari berbagai teori atau sistem. Metode ini dipakai Hanafi untuk membangun pikirannya, dengan cara memilih-milih pikiran suatu madzhab seperti kecenderungan Hanafi pada teologi Mu’tazilah. A.H. Ridwan, Op. Cit., hal. 23-24.
[16]  M. Rusli Karim, Hakekat Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Ahmad Busyairi dan Azharuddin Sahil (eds), (Yogyakarta: LPM UII, 1987), hal. 20.
[17]  A.H. Ridwan, Op. Cit., hal. 26.
[18]  Ibid.,
[19]  Ibid.,
[20]  Ibid.,
[21]  Ibid., hal. 29.
[22]  Muhammad Abed Al-Jabiri, Post-Tradisionalisme Islam, terj. Ahmad Baso, ( Yogyakarta: LkiS, 2001), hal. 6
[23]  H. Muhaimin, dkk., Pemikiran Fazlur Rahman, (Cirebon: Pustaka Widya Sarana, 1999), hal. 6.
[24]  Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992), hal. 16.
[25]  Ahmad. D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981), hal. 23.
[26]  Abdul Mu’thi Muhammad Bayumi, Prof. Dr., “Akidah dan Liberalsi Ummat: Telaah pemikiran Hassan Hanafi “Min al-Aqidah Ila al Tsaurah” Dalam ‘Taswirul Afkar’, Edisi No. 10, Th. 2001, hal. 25.
[27]  M. Ridwan Hambali, Hassan Hanafi: Dari Islam “Kiri”, Revitalisasi Turats Hingga Oksidentalisme”, dalam ‘Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Timur Tengah’, M. Aunul Abid Syah (ed), (Bandung: Mizan, 2001), hal. 218-234.
[28]  Moh. Nazir, Ph. D., Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 62.
[29]  Anton Bekker dan Abdul Kharis Zuber, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 134.
[30]  Sumadi Surya Brata, Metodologi Penelittian, (Jakarta: Rajawali, 1991),  hal. 72.
[31]  Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Tarsito, 1978),  hal. 125.
[32]  Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hal. 94.
[33]  Noeng Moehadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, Edisi III, 1996), hal. 104
[34]  Metode deduktif adalah cara penanganan suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan pertama-tama menetapkan suatu penetapan pengetahuan (misalnya : berupa pandangan-pandangan, dasar-dasar, pendirian-pendirian pokok, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan sebagainya). Dan kemudian berdasarkan ketentuan umum tadi ditarik kesimpulan khusus mengenai barang atau sesuatu kasus tertentu. Lihat Suyono Sumargono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Nurcahya, 1983), hal. 21.
[35] Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta yang khusus dan peristiwa-peristiwa yang konkrit itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, Jilid I, 1990), hal. 42. lihat juga Komaruddin, Metode Penulisan Skripsi dan Tesis, (Bandung: Angkasa, 1998), hal. 138.

[36]  Noeng Muhadjir, Loc. Cit.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar