Senin, 28 Januari 2013

Filsafat Pendidikan Islami



Filsafat Pendidikan Islami


1.) Konsep Fitrah kaitannya dengan konsep belajar adalah :
Setiap manusia dapat memperoleh pendidikan dan hasil belajar yang baik sesuai dengan petunjuk agama. Dalam hal ini, agama Islam dengan al-Qur’an sebagai sumber utamanya menuntut penganutnya untuk memperdalam ilmu pengetahuannya, sesuai dengan tabiat agama. Ini berarti bahwa teori-teori aliran kependidikan yakni teori nativisme, empirisme, dan kovergensi bukan menjadi acuan konsep pendidikan al-Qur’an. Namun al-Qur’an lah yang memberikan konsep terhadap aliran-aliran pendidikan tersebut.
Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".

Fitrah Terbadi menjadi 2 yaitu :

a) Fitrah Mukhallaqah, yaitu
 fitrah yang diciptakan
oleh Allah pada manusia, sejak awal kejadiannya, berupa naluri,
kecenderungan positif, dan potensi-potensi dasar (qalbiyyah,
aqliyah, dan jismiyah), yang selanjutnya dapat dikembangkan
menjadi potensi yang efektif dalam hidupnya.. Potensi-potensi
dasar tersebut dilatih melalui jihad (pelatihan fisik), ijtihad
(pelatihan rasio) dan mujahadah (pelatihan jiwa). Dengan
pelatihan tersebut, manusia akan mereformasi dirinya terusmenerus
sehingga mampu membangun nilai-nilai luhur yang
berguna bagi peradaban bangsa.

 b) Fitrah Munazzalah, yaitu

fitrah yang diturunkan oleh Allah sebagai acuan hidup bagi
manusia dan sebagai bimbingan hidupnya, sejalan dengan
kebutuhan Fitrah Mukhallaqah-nya (Fitrah Munazzalah ini
yang kemudian populer dengan istilah agama).

 konsep fitrah
secara otomatis mengharuskan pendidikan Islam bertujuan
memperkuat hubungan dengan Allah. Apapun yang dipelajari
siswa di sekolah, tidak boleh menyalahi prinsip ini. Konsep
ketauhidan yang menekankan kedaulatan Allah harus
diperhatikan dalam kurikulum pendidikan Islam .

2.)  Konsep menentukan visi misi dan program dalam sebuah lembaga pendidikan islam berkualitas adalah :

 Bagi sekolah Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Imajinasi ke depan seperti itu akan selalu diwarnai oleh peluang dan tantangan yang diyakini akan terjadi di masa datang. Dalam menentukan visi tersebut, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan.

Merumuskan Visi sekolah

Bagi suatu organisasi visi memiliki peranan yang penting dalam menentukan arah kebijakan dan karakteristik organisasi tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan sebuah visi menurut Bryson  antara lain:
1. Visi harus dapat memberikan panduan/arahan dan motivasi.
2. Visi harus desebarkan di kalangan anggota organisasi (stakeholder)
3. Visi harus digunakan untuk menyebarluaskan keputusan dan tindakan organisasi yang penting.
Menurut Akdon , terdapaat beberapa kriteri dalam merumuskan visi, antara lain:
1) Visi bukanlah fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan.
2) Visi dapat memberikan arahan, mendorong anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja yang baik.
3) Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan
4) Menjembatani masa kini dan masa yang akan datang.
5) Gambaran yang realistik dan kredibel dengan masa depan yang menarik.
6) Sifatnya tidak statis dan tidak untuk selamanya.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, rumusan visi sekoalah yang baik seharusnya memberikan isyarat:
1) Visi sekolah berorientasi ke masa depan, untuk jangka waktu yang lama.
2) Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat.
3) Visi sekolah harus mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang ingin dicapai.
4) Visi sekolah harus mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen bagi stakeholder.
5) Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik.
6) Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan sekolah.
7) Dalam merumuskan visi harus disertai indikator pencapaian visi.

Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang . Pernyataan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi harus:
1. Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersangkutan.
2. Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya.
3. Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang itama yang digeluti organisasi

3.)Memang tidak diragukan bahwa ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayatatau hadits hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang prinsip prinsip dasar tersebut, dengan asumsi dasar, seperti dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau mahapendidikan itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dankelebihan serta menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya,sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalahsebagai berikut :

Pertama
 Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuhmerupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhanapapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan ituterutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, ³
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanumelupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi
(QS. Al Qoshosh: 77). Ayat inimenunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkanpada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.
Kedua,
Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbanganmerupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan

 
rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secaraimplisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al µAshr: 1-3
Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh.
´ .
Ketiga,
Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yangmempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukansosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda
³Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudiandimerdekakannya lalu dikawininya, maka (laki laki) itu mendapat dua pahala´
(HR.Bukhori).
Keempat,
Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya prinsip ini bersumber daripandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di manamanusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapatmenjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusiaberupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan,disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah, Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya
(QS. Al Maidah: 39).
Kelima,
Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlahhanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segalakegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaantersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkannilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turutmembentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik 


3.) Dr. Muhammad SA Ibrahimy (Bangladesh) menyatakan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah :
“Islamic education in true sense of the term, is a system of education which embler a man to lead his life according to the islamic ideology, so that he may easily would his life accrordance with tenets of Islam.
Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidup-nya sesuai dengan ajaran Islam.”

Pengertian tersebut mengacu pada perkembangan kehidupan manusia masa depan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip islami yang diamanatkan oleh Allah kepada manusia selaku hamba-Nya. Sehingga manusia mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan iptek.
Pendidikan itu juga memfokuskan pada perubahan tingkah laku manusia yang anotasinya pada pendidikan etika. Di samping itu, pendidikan Islam juga menekankan aspek produktivitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan di masyarakat dan alam semesta.
Berkaitan itu, Prof. Dr. Omar Muhammad at-Taoumy al-Syaibani mendefinisikan pendidikan Islam sebagai berikut :
“Pendidikan Islam adalah proses pengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.”
Sedangkan Dr. Muhammad Fadhil al-Jamaly memberikan arti pendidikan Islam dengan :
“Upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.”

Dari definisi-definisi tentang pendidikan Islam di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah pembinaan, pengembangan dan pemeliharaan terhadap segala potensi yang ada pada diri manusia dalam aspek kehidupannya dengan monitor nilai-nilai ajaran Islam sehingga terbentuk insan kamil, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan dan perbuatan serta mencapai tingkat keimanan dan keilmuan yang disertai dengan amal sholeh.

1.      Demokrasi sebagai sebuah proses sangat dibutuhkan dalam Implementasi pendidikan.
a.....
b...
c. Karena, Pertama : Masalah Tasyrî’ (Legislasi/Perundang-undangan)
Masalah legislasi ini merupakan substansi perbedaan antara Islam dengan demokrasi. Islam secara tegas dan terang-terangan menyatakan bahwa hak legislasi itu adalah murni hak Alloh semata. Yang haram adalah apa yang diharamkan Alloh dan yang halal adalah apa yang dihalalkan Alloh. Masalah ini bukanlah permasalahan furû’ (cabang) sebagaimana diduga oleh sebagian orang, namun masalah ini adalah masalah yang berkaitan dengan pokok aqidah.
Kedua : Berbilangnya Partai (Multi Partai)
Ketika kami mengatakan bahwa demokrasi itu berarti kekuasaan rakyat, Anda malah murka kepada kami dan Anda mengatakan bahwa mendukung demokrasi itu tidaklah otomatis seperti itu. Cobalah Anda merujuk kembali kepada ulasan yang telah Anda tolak sebelumnya dimana Anda berikan hak kepada rakyat untuk memilih antara penguasa muslim yang berhukum dengan syariat Alloh atau kaum sekuler yang berhukum dengan selain hukum Alloh. Apakah adakah penerapan hukum dengan selain hukum Alloh yang lebih jelas daripada ini?
Ketiga : Kesetaraan (al-Musâwâh)
Termasuk perkara yang sudah ma’rûf di dalam sistem demokrasi barat adalah, warga satu
negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tanpa ada perbedaan antara orang yang satu dengan lainnya oleh sebab warna kulit, suku ataupun aqidah. Hal inilah yang bertentangan dengan Islam, sebab Islam adalah agama yang adil secara mutlak, tidak menganggap semua manusia itu setara dan sama secara total dan mutlak. Ada banyak hukum-hukum yang bersifat qoth’î (pasti) di dalam Islam yang tidak menyamakan antara muslim dengan non muslim.
Keempat : Kebebasan (al-Hurriyât)
Kebatilan yang diucapkan oleh penulis ini dan orang semisalnya, disebabkan karena ia sudah sering meneguk pemahaman yang kacau balau. Dia tidak memahami agama kecuali hanya sekedar hubungan antara seorang hamba dengan tuhannya, sehingga seseorang berhak memilih gambaran tuhannya semaunya. Kemudian ia memahami kebebasan secara mutlak, setidak-tidaknya di dalam masalah keyakinan. Ia membangun di atas asumsi kebebasan mutlak ini, bahwa setiap orang berhak untuk merubah pilihannya kapan saja dia mau dan tidaklah boleh seorangpun mengekang hak pilihnya ini. Apalagi pemahaman mereka tentang kesetaraan (al-Musâwah) diantara agama-agama dan keyakinan, yang menganggap tidak ada bedanya antara agama yang haq dengan agama-agama bathil  yang tidak diridhai oleh Alloh Azza wa Jalla. Ini hanyalah satu contoh saja tentang perbedaan antara Islam dan demokrasi di dalam memandang kebebasan. Contoh selain ini masih banyak lagi.
Inilah diskusi singkat kami tentang alasan kami menolak demokrasi dengan penjelasan hakikat dan keadaannya yang kami ketahui. Perlu kami utarakan di sini, bahwa keempat hal di atas yang kami tolak dari sistem demokrasi, tidaklah otomatis pada tingkatan yang sama dan harus ada pada bentuk-bentuk demokrasi lainnya. Perlu juga kami jelaskan di sini, bahwa ketika kami menolak sistem demokrasi ini, bukanlah ini artinya kami menerima sistem diktatorisme, dan tidak pula sistem sosialisme komunisme. Kami tegaskan : kami tidak mau sistem ini dan itu, yang kami kehendaki hanyalah asy-Syûrâ al-Islâmiyah, yaitu sistem Islâm. Dan demokrasi itu tidaklah sama dengan syûrâ Islam.
2.      Gender sebagai sebuah isu menjadi gerakan dikalangan kaum perempuan di dunia.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam membentuk Sumber Daya Manusia yang produktif, inovatif dan berkepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai budaya.

Disamping memberikan nilai-nilai kognitif, afektif dan psikomotorik kepada setiap warga negara, pendidikan juga digunakan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai yang diharapkan berguna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Negara menjamin bahwa setiap warga negara (perempuan dan laki-laki) mempunyai kesamaan hak dan kewajiban yang sama untuk memperoleh pendidikan, yang dituangkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
a.      
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi tentng Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 DAN Permendiknas Nomor 84 Tahun 2008 sebagai bentuk komitmen negara terhadap berbagai bentuk diskriminasi yang dialami perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan. Komitmen tersebut diperkuat dengan penandatanganan Optional Protocol to CEDAW oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 28 Februari 2000.

Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut kemudian dijabarkan ke dalam berbagai kebijakan, program dan kegiatan, yang tersurat dalam berbagai dokumen pemerintah dan disusun atas dasar pengakuan terhadap adanya peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

b.      Kembali lagi ke gender, sebenarnya gender dan feminism telah ada di tahun 1990an. Feminisme ini sendiri dalam Teori Hubungan Internasional merupakan salah satu dari perspektif baru yang muncul sebagai tandingan dari mainstream Hubungan Internasional, realism dan liberalism. Yang mana pada saat itu dunia Internasional didominasi oleh perspektif realisme-positivism yang hanya fokus kepada negara saja. Kemudian setelah munculnya feminism maka realisme akan memilki saingan yang berbeda. Feminisme dan gender ini berbeda dengan sex (jenis kelamin). Jika gender dan feminisme menyangkut masalah peran dan konsep budaya, maka sex hanyalah klasifikasi jenis kelamin.
            Pada awalnya feminisme ini hanya merupakan gerakan emansipasi yang menjunjung tinggi hak kaum perempuan yang selama ini telah ditindas dan terpinggirkan dengan adanya laki-laki yang mendominasi. Gerakan emansipasi ini juga didorong oleh adanya isu Hak Asasi Manusia yang mulai menyebar dan menyadarkan kaum perempuan bahwa keadilan dan hak itu merupakan sebuah jaminan atas setiap manusia termasuk kaum perempuan. Paham fenisme pun mulai meluas dan mempengaruhi Hubungan Internasional yang mana penuh dengan konsep laki-laki.
            Landasan dasar dari feminisme ini adalah adanya konsep yang dibentuk
masyarakat berdasarkan pada perbedaan fisik laki-laki dan perempuan. Mereka menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Sehingga mereka mengkonsepkan perempuan itu harus bertugas mengerjakan sesuatu yang ringan-ringan seperti memasak dan mengasuh anak. Padahal perempuan juga bisa bekerja di luar rumah. Sehingga kemudian feminisme ini membutuhkan asumsi dasar seperti halnya teori atau perspektif yang lainnya.
            Asumsi dasar dari feminisme adalah manusia adalah makhluk yang bebas dan tidak terikat. Mereka dapat menentukan pilihannya masing-masing. Sehingga mereka akan menjadi manusia yang setara. Adanya perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan tidak dapat dijadikan sebagai pembeda dari peran-peran mereka di masyarakat sosial. Feminisme ini juga tidak menyetujui akan adanya penindasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki yang merupakan akibat dari budaya patriarki. Sedangkan tokoh-tokohnya adalah Jean Bethke Elshtain, Cynthia Enloe, dan J Ann Tickner.
Selain asumsi dasar, di femminisme ada pula argumen dan main themenya. Argumen-argumen yang muncul dari feminisme ini antara lain bahwa perang yang terjadi di dunia disebabkan oleh pandangan maskulin dari para aktor. Dengan patokan bahwa maskulin identik dengan perang dan feminin identik dengan kerjasama, Pandangan maskulin ini membuat para aktor bersifat kompetitif dan mengukur segala sesuatu dengan power. Sehingga tak mengherankan terjadi banyak perang. Sedangkan main theme atautema utamanya adalah bahwa di femisme ini lebih memfokuskan pada perbedaan antara kaum perempuan dan laki-laki. Namun mereka kurang peduli terhadap masalah-masalah lain seperti kemiskinan dan hanya mentikberatkan kepada emansipasi perempuan.

c.       Anak-anak yang tidak diberi identitas kelamin saat dilahirkan terutama sekali berada dalam posisi serba salah, dan orang tua mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit. Belum ada jalan mengubah seorang anak perempuan menjadi seorang anak laki-laki yang normal secara biologis. Bahkan, jika kita bisa melakukannya, para spesialis memperingatkan agar tidak mengambil langkah-langkah yang tidak bisa dimentahkan kembali seperti mengubah mereka dengan jenis kelamin yang bakal menjadi identitas mereka.
banyak anak menunjukkan perilaku cross-gender atau menyatakan ingin menjadi seseorang dengan kelamin berbeda. Namun, bila diberi pilihan menjalani operasi ganti kelamin, hanya sebagian kecil yang sepenuhnya menjalani prosedur ini. Penggunaan zat-zat tertentu yang memblokir hormon guna menunda pubertas tampaknya merupakan pilihan yang layak, karena ia memberikan kepada baik orang tua maupun anak waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan yang bisa mengubah jalan kehidupan seseorang ini.

Tapi persoalan yang lebih luas tetap saja ada, yaitu bahwa orang yang tidak pasti mengenai identitas gendernya, yang berpindah dari satu gender ke gender lainnya, atau memiliki baik organ wanita maupun organ laki-laki, tidak cocok dimasukkan ke dalam standar dikotomi pria/wanita.

Tahun lalu, pemerintah Australia menangani masalah ini dengan menyediakan paspor dengan tiga kategori: pria, wanita, dan tidak tertentu. Sistem yang baru ini juga memungkinkan orang memilih identitas gendernya yang tidak perlu sesuai dengan jenis kelamin yang diberikan kepadanya saat dilahirkan. Langkah yang membebaskan diri dari kategorisasi biasa yang kaku itu menunjukkan respek kepada semua individu, dan jika diadopsi secara luas di negara-negara lain akan membebaskan orang dari kerepotan menjelaskan kepada petugas imigrasi ihwal penampilan mereka dengan jenis kelamin yang tertera dalam paspor.

Meskipun demikian, orang mungkin bertanya-tanya apakah benar-benar perlu menanyakan kepada seseorang apa jenis kelamin mereka. Di Internet, kita sering berinteraksi dengan orang tanpa mengetahui jenis kelamin mereka. Ada orang yang sangat hati-hati memberikan informasi mengenai diri mereka di depan publik. Jadi, mengapa kita memaksa mereka, dalam begitu banyak situasi, menyatakan apakah mereka pria atau wanita?

Apakah keinginan mendapatkan informasi semacam ini merupakan sisa dari suatu era di mana wanita dikucilkan dari banyak peran dan posisi dalam kehidupan, dan dengan demikian tidak diberi hak-hak yang terkait dengan peran dan posisi itu. Mungkin meniadakan kesempatan diajukannya pertanyaan yang tidak ada gunanya itu bukan hanya membuat hidup ini lebih nyaman bagi mereka yang tidak bisa dipaksakan masuk ke dalam kategori-kategori yang ketat itu, tapi juga membantu mengurangi ketidakadilan terhadap wanita. Ia juga bisa mencegah ketidakadilan yang kadang kala timbul bagi laki-laki, misalnya dalam mendapatkan izin orang tua.

Bayangkan selanjutnya bagaimana rintangan terhadap perkawinan gay dan lesbian bakal tersingkirkan, bilamana hubungan antarhomoseksual dibenarkan menurut hukum dan negara tidak mensyaratkan pasangan-pasangan menyatakan jenis kelamin mereka. Hal yang sama bisa terjadi dalam adopsi anak. (Sebenarnya, ada bukti yang menunjukkan bahwa anak dengan pasangan lesbian sebagai orang tua mempunyai peluang melangkah lebih cepat dalam kehidupan daripada anak dengan pasangan lainnya mana pun sebagai orang tua.)

Ada orang tua yang menolak pertanyaan “anak laki-laki atau anak perempuan” dengan tidak mengungkapkan jenis kelamin yang diberikan pada anak mereka saat dilahirkan. Satu pasangan dari Swedia menjelaskan bahwa mereka tidak mau anak mereka dipaksakan masuk ke dalam suatu “cetakan gender tertentu”. Mereka mengatakan kejam “mengantarkan seorang anak ke dunia ini dengan cap biru atau merah muda di jidat mereka”. Satu pasangan dari Kanada merasa heran mengapa “seluruh dunia harus tahu apa yang terletak di antara dua paha seorang bayi”.

Jane McCreedie, pengarang Making Girls and Boys: Inside the Science of Sex, mengecam pasangan-pasangan ini karena melangkah terlalu jauh. Di dunia seperti sekarang ini, McCreedie benar karena menyembunyikan jenis kelamin seorang anak hanya akan menarik lebih banyak perhatian kepadanya. Tapi, jika perilaku semacam itu menjadi semakin biasa--atau bahkan menjadi norma--apakah ada sesuatu yang salah dalam hal ini?

7. Lembaga Pendidikan bermutu tidak harus “Mahal”
a.)  Memang anggapan Dunia pendidikan  di Indonesia masih dianggap mayoritas penduduknya sebagai barang mahal, Apalagi konteknya pendidikan yang bermutu pasti Mahal, dengan begitu yang hanya bisa menikmati hanyasegelintir orang saja. Banyak orang tua yang enggan menyekolahkan anaknya di sekolah yang bermutu, karena alasan biaya yang terlalu besar. Citra bahwa ssekolah bermutu itu mahal, adalah wilayah pendidikan yang tidak mudah dijangkau tertanam kuat dalam pola pikir masyarakat Indonesia . Tidak dapat dipungkiri pula, bahwa mayoritas rakyat Indonesia berkategori masyrakat menengah kebawah, sehingga pendidikan bermutu adalah hal yang sangat luar biasa dan masih terkesan ‘wah’ dimata kebanyakan orang. Bagaimana nasib bangsa ini jika kondisi itu terus saja berlanjut?Padahal negara yang maju tercermin dari besarnya masyarakat yang mengenyam pendidikan yang bermutu.

 b. Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak harus dipertimbangkan dengan kebijaksanaan pemerataan pendidikan. Karena peningkatan kualitas pendidikan harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan bertujuan membangun sumber daya manusia yang mutunya sejajar dengan mutu sumber daya manusia negara lain.
Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, antara lain: (1) Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan, (2) Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, (3) Pengembangan kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta pengembangan nilai-nilai budaya bangsa, (4) Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan budaya bangsa.
Sesuai dengan uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan: dalam menghadapi masalah peningkatan sumber daya manusia sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah telah dan sedang mengupayakan peningkatan: mutu guru dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana pendidikan, mutu kurikulum dan isi kurikulum sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan nilai-nilai budaya bangsa.
  c. Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi peserta didik untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai. Upaya dari pihak sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada diri peserta didik menjadi sangat penting, dan salah satu upaya tersebut adalah dengan metode pembiasaan di lingkungan sekolah. Metode pembiasaan tersebut adalah dengan menciptakan suasana religius di sekolah, karena kegiatan–kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan secara terprogram dan rutin (pembiasaan) diharapkan dapat mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam secara baik kepada peserta didik.
1.Metode Pembiasaan
Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan tertentu (tujuan pendidikan). Banyak para tokoh yang mengemukakan definisi pendidikan, tetapi pada intinya pendidikan mempunyai beberapa unsur utama, yaitu:
a.Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan, atau pertolongan yang dilakukan secara sadar
b.Ada pendidik, pembimbing atau penolong
c.Ada yang dididik atau si terdidik
d.Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut
Dari unsur pendidikan di atas dapat diketahui bahwa fungsi metode sangat penting dalam proses belajar mengajar. Karenanya terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi pendidikan yang akan disampaikan itu dapat dengan mudah diberikan.
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan.
Metode pembiasaan juga digunakan oleh Al-qur’an dalam memberikan materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan–kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang istimewa. Ia banyak sekali menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan aktivitas lainnya (Abudin Nata: 100-101).
Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan sholat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Hal tersebut berdasarkan hadits di bawah ini:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِاالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فىِالمَضَاجِعِ (رواه أبوداوود)
Artinya: “Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. ( HR. Abu Dawud.
2.Internalisasi Nilai
Nilai adalah suatu penetapan atau kualitas obyek yang menyangkut suatu jenis aspirasi atau minat (Nur Syam: 133). Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai di mana peserta didik diharapkan dapat bertindak, bergerak dan berkreasi dengan nilai-nilai tersebut.
Nilai ajaran Islam merupakan sistem yang diwujudkan dalam amal perilaku para pemeluknya, termasuk dalam hal ini anak, peserta didik maupun masyarakat pada umumnya. Sistem nilai agama Islam adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi dan mempunyai keterpaduan yang bulat yang berorientasi pada nilai Islam. Jadi bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu
Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen ) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri (Darajat: 107).
Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan agama Islam berorientasi pada pendidikan nilai sehingga perlu adanya proses internalisasi tersebut. Jadi internalisasi merupakan ke arah pertumbuhan batiniah atau rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari sesuatu “nilai” yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “ sistem nilai diri” sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar