Kamis, 07 Februari 2013

ULAMA-ULAMA SALAF

BIOGRAFI ULAMA-ULAMA SALAF

(1). Al-IMAM AZ-ZUHRI

Biografi
Namanya: Muhammad bin Muslim bin Abdillah bin Syihab bin Abdillah bin Al-Harits bin Zuhrah bin Kitab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib.
Dia adalah seorang Imam yang luas ilmunya, al-Hafizh di zamannya, Abu Bakar  Al-Qurasy Az-Zuhri  al-Madani. Dia bertempat tinggal di Syam.
Kelahirannya. Duhaim dan Ahmad bin Shaleh berkata, “ Dia lahir pada tahun 50 Hijriyah, “Khulaifah bin Khayyat berkata, “Dia dilahirkan pada tahun 51 Hijriyah. [1]

Sifat-sifatnya: Muhammad bin Yahya bin Abi Umar dari Sufyan berkata, “aku pernah melihat Az-Zuhri dengan rambut dan jenggotnya yang berwarna kemerah-merahan.”
Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah orang yang terhormat dan senang memakai pakaian militer, mempunyai perangai yang baik dalam pemerintahan Bani Umayyah.[2]
 Senjungan Para Ulama terhadapnya
Dari Amr bin Dinar, dia berkata, “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih mendalami ilmu hadits dari Ibnu Syihab.[3]
Umar bin Abdul Aziz bertanya, “apakah kalian mau menemui Ibnu Syihab (Imam Az-Zuhri)?” mereka menjawab, “Kami akan melakukannya.” Dia berkata, “Temuilah dia, karena sesungguhnya tidak ada yang tersisa saat ini  orang yang lebih tahu tentang sunnah Rasulullah Saw daripadanya.”
Dari Ad-Darawardi dia berkata, “sesungguhnya orang yang pertama kali menyusun dan membukukan ilmu pengetahuan adalah Ibnu Syihab (Imam Az-Zuhri).
Dari Ahmad bin Hambal, dia berkata, “az-Zuhri adalah orang yang paling kompeten dalam hadits dan yang paling baik sanadnya.”[4]
Sebab-sebab keunggulannya di Bidang Ilmu Pengetahuan
a). Kekuatan kekuatannya Hafalannya
Adz-Dzahabi berkata, “Dari kehebatan hafalan Az-Zuhri adalah dia menghafal Al-Qur’an dalam 80 malam. Hal ini dikisahkan darinya oleh keponakannya Muhammad bin Abdillah.[5]
Dari Abdurrahman bin Ishaq dari Az-Zuhri, dia berkata, “Aku sama sekali belum pernah mengulangi sebuah hadits dan juga tidak ragu dalam menghafalnya kecuali hanya satu saja, kemudian aku menanyakannya kepada temanku dan ternyata hadits itu memang seperti yang telah aku hafal.[6]
b). Dia menulis Semua Apa yang Didegarnya
Dari Abdurrahman bin Abi Az-Zinad dari ayahnya, dia berkata, “Aku saat itu sedang melakukan Thawaf bersama dengan Ibnu Syihab. Ibn Syihab membawa selembar kertas dan papan tulis, dia berkata “Dan kami tertawa bersama karenanya.”
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “kami saat itu sedang belajar dan menulis tentang halal dan haram dan ibn Syihab. Ibnu Syihab membawa selembar kertas dan papan tulis, dia berkata, “Dan kami tertawa bersama-sama karenanya”.[7]
c). Selalu Mengulang dan Mempelajarinya
Dari Al-Auza’I dari Az-Zuhri, dia berkata, “Ilmu pengetahuan sirna karena penyakit lupa dan tidak mempelajarinya.”
Dari Ya’kub bin Abdirrahman, dia berkata, “Sesungguhnya Az-Zuhri pernah menuntut ilmu kepada Urwah dan yang lain, kemudian dia  membangunkan seorang budak perempuannya yang masih tertidur, lalu dia berkata kepadanya. “si Fulan sedang begini, begini.” Si budak itu berkata, “Apa ini?” dia kemudian berkata, “Aku telah tahu bahwa kamu tidak dapat memanfaatkannya, akan tetapi aku sudah mendengar dan aku ingin mengingatnya (mempelajarinya)”[8]
d). Sering Berteman dan Mendekati kepada Orang yang Berilmu Serta Memberikan Sedikit Banyak Pengabdian Kepada Mereka
Dari malik bin Anas dari Az-Zuhri, dia berkata, “Aku pernah mengabdi kepada Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah, hingga suatu ketika aku ingin menemaninya keluar dan aku menunggunya di balik pintunya. Dia berseru, “siapa yang mengetuk pintu?” seorang budak perempuannya berkata, “pembantu anda!” sang pembantu mengira bahwa aku adalah pembantuhnya, walaupun aku hanya mengambdi kepadanya hingga mengambilkan air wudhu untuknya.”[9]
e). Memuliakan Orang yang berilmu
 Dari Sufyan, dia berkata, “Aku pernah mendengar Az-Zuhri mengatakan, “Si Fulan telah memberitahukan, dia ini seorang yang peduli dengan ilmu pengetahuan, “dia tidak mengatakan, “Dia seorang yang berilmu pengetahuan.”[10]
f). Berusaha untuk melakukan hal-hal yang dapat membantu hafalan dan menghindari kelupaan
Dari Ibn Wahb dari Al-Laits, “Dia berkata bahwa Ibn Syihab pernah berkata, “Aku belum pernah menghafal sesuatu pun lalu begitu saja.” Dia tidak senang makan buah apel dan sering meminum madu. Dia mengatakan bahwa meminum madu akan membantu daya ingatan.”[11]
4. Kemurahan hati dan kemuliannya
Ibnu Syihab berkata, “Wahai Fulan, pijatlah aku seperti biasanya, dan akan aku lipatkan upahmu seperti yang kamu ketahui.” Dia senang memberikan makan kepada banyak orang yang membutuhkan dan member mereka minuman madu.”[12]
5. Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya: Dia meriwatkan dari Sahl bin Sa’ad, Anas bin Malik dan dia bertemu dengan mereka berdua ini di Damaskus. Dia juga meriwayatkan dari As-Sa’ib dari Yazid, Abdullah bin Tsa’labah bin Sughair, Mahmud bin Ar-Rabi’, Mahmud bin Lubaid, dll[13]
Murid-muridnya: Adz-Dzahabi berkata, “beberapa orang yang meriwayatkan darinya antara lain; Atha’ bin Abi Rabah, dia lebih tua darinya dan meninggal dunia dua puluh-an lebih dulu sebelum dia meninggal. Amr bin Dinar, Amr bin Syu’aib, Qatadah bin Du’amah, Zaid bin Aslam, Tha’ifah, Manshur bin Al-Mu’tamir, Ayyub As-Sakhtiani dll[14]
6. Dari Mutiara perkataannya
Dari Yunus, dia berkata, “Az-Zuhri berkata, “Takutlah kamu dari membelenggu kitab.” Aku bertanya,” apa belenggunya?” dia berkata, “menggudangkannya (tanpa dibaca).
Dari Az-Zuhri dia berkata, “kami bersama-sama belajar menuntut ilmu dari seseorang dan kami lebih senang mempelajari akhlaknya dari mempelajari ilmunya.”[15]


(2). Umar Bin Abdul Aziz

a). Biografi
Namanya: Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abi Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdisyams bin Abdimanaf bin Qushay bin Kilab. Dia adalah seorang imam, Al-Hafizh, al-Allamah, seorang mujtahid, ahli ibadah dan seorang pemimpin kaum muslimin sejati. [16]
Kelahirannya: Umar bin Abdul Aziz dilahirkan di Hilwan, nama sebuah daerah di Mesir. Ayahnya seorang pemimpin daereh di sana tahun 61 atau 63 Hijriyah. Ibunya bernama Ummu ‘Ashim binti Ashim bin Umar bin al-Khathab.[17]
b). Awal Mula Kektifannya Menuntut Ilmu dan Memegang Jabatan Kekhalifahan
As-Suyuthi berkata, “Dia telah hafal keseluruhan al-Qur’an dalam umur yang masih kecil. Ayahnya mengirimnya ke Madinah agar bias belajar di sana. Dia berbeda dengan Ubaidillah bin Abdullah dalam masalah ilmu pengetahuan. Ketika ayahnya meninggal dunia, khalifah Abdullah Malik bin Marwan memintanya untuk pergi ke Damaskus dan kemudian menikah-kannya dengan puterinya yang bernama Fathimah.[18]
c). Komitmennya terhadap Sunnah Rasulullah
Dari Ziyad bin Mikhraq, dia berkata, “Aku pernah mendengar Umar bin abdul Aziz berkhutbah di hadapan warganya “kalaulah bukan karena Sunnah yang aku hidupkan, atau bid’ah yang aku pecundangi, niscaya aku akan menjadi hina dan tidak bias hidup mulia dan terhormat.”[19]
d). Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya: Amir bin Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Ibrahim bin Qarizh ada yang menyebutnya Ibrahim bin Abdullah bin Qarizh, Ada yang menyebutnya Ibrahim bin Abdullah bin Qarizh, Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, urwah bin Az-Zubair, Uqbah bin Amir Al-Juhani, dll[20]
Murid-muridnya: Adz-Dzahabi berkata, “Di Antara para perawi  yang meriwayatkan hadits darinya antara lain; Abu Salamah (juga salah seorang gurunya), Abu Bakar bin Hazm, raja’ bin Haiwah, ibnu al-Munkadir, Az-Zuhri, ‘Anbasah bin zaid, Ayyub As-Sakhtiani, dll[21]
e). Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia di Dir Sama’an, pada tanggal 10 atau 5 bulan Rajab tahun 101 Hijriyah. Saat itu dia genap berusia 39 tahun lebih enam bulan. [22]

(3). Muhammad Bin Idris Asy-Syafi’I –Nashir al-Haq wa As-Sunnah

(a). Biografi
Namanya: Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’I bin As-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lua’ai bin Ghalib. Nama panggilannya adalah Abu Abdillah.
Imam An-Nawawi berkata, “ketahuilah bahwa sesungguhnya Imam asy-Syafi’I adalah termasuk manusia pilihan yang mempunyai akhlak mulia dan mempunyai peran yang sangat penting dalam sejarah Islam.
Pada diri Imam Asy-Syafi’I terkumpul berbagai macam kemuliaan karunia Allah, di antaranya; nasab yang suci bertemu dengan nasab dan garis keturunan yang sangat baik-. Semua ini merupakan kemulian paling tinggi yang tidak ternilai dengan meteri.
Kelahiran dan pertumbuhannya: Tepat lahir Asy-Syafi’I sebagaimana dikatakan Adz-Dzahabi adalah Gaza. Ayahnya meninggal dalam usia muda, sehingga Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I menjadi yatim dalam asuhan ibunya. Karena ibunya khwatir terlantar, maka Asy-Syafi’I akhirnya diajak ibunya pindah ke kampung halaman ibunya di Mekkah supaya dia dapat tumbuh di sana. Pada waktu pindah itu, Asy-Syafi’I baru berumur dua tahun.[23]
(b). Awal Menuntut Ilmu dan Kecerdasannya
Dari Abu Nu’aim dengan sanad periwayatannya dadi Abu bakr bin Idris, juru tulis Imam Al-Humaidi, dari Iamam Asy-Syafi’i, dia berkata, “Aku adalah seorang yatim di bawah asuhan ibuku. Ibuku tidak mempunyai dana guna membayar seorang guru untuk mengajariku. Namun, seorang guru telah mengizinkan diriku belajar dengannya ketika ia mengajar yang lain.
Tatkala aku selesai dari mengkhatamkan Al-Qur’an, aku lalu masuk masjid untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan para ulama. Dalam pengajian itu, aku hafalkan hadits dan permasalahan-permasalahan agama. Waktu itu, aku masih tinggal di mekkah di suku Khaif. [24]
Al-Baihaqi dengan sanadnya dari Mus’ab bin Abdillah Az-Zabiri, dia berkata, “Imam Syafi’I memulai aktivitas keilmuannya dengan belajar sya’ir, sejarah dan sastra. Setelah itu, dia baru menekuni dunia fikih.”[25]
Sebab keterkaitan Asy-Syafi’I terhadap fiqih bermula dari suatu ketika dia berjalan dengan mengendarai binatang, sedang di belakangnya kebetulan sekretaris Ubay sedang mengikutinya.
(c). Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Abu Nu’aim Al-Hafizh berkata, “Di antara ulama terdapat imam yang sempurna, berilmu dan mengamalkannya, mempunyai kemuliaan yang tinggi, berakhlak mulia dan darmawan. Ulama demikian ini adalah cahaya di waktu gelap yang menjelaskan segala kesulitan dan ilmunya menerangi belahan bumi dari bagian Timur samapai Barat.
Imam Asy-Syafi’I selain telah memilki ilmu dan mengamalkannya, dia juga memiliki kemulian yang agung, yaitu garis nasabnya dekat dengan Rasulullah Saw.[26]
(d). Keteguhannya Mengikuti Sunnah dan Celaannya Terhadap Ahli Bid’ah
Dari Abu Ja’far at-Tirmizi, ia mengatakan, “ketika aku ingin menulis kitab tentang pemikiran, tiba-tiba dalam tidur aku bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Aku bertanya kepada beliau , “Ya Rasulullah, apakah aku perlu menulis pemikiran Imam Asy-Syafi’i?” Maka beliau bersabda,”Sesungguhnya itu bukan pemikiran. Akan tetapi, itu adalah bantahan terhadap orang-orang yang menentang sunnah-sunnahku.”[27]
(e). Guru-guru dan murid-muridnya
Guru-gurunya: Al-Hafizh berkata, “Imam Asy-Syafi’I berguru kepada Muslim bin Khalid Az-Zanji, Imam Malik bin Anas, Ibrahim bin Sa’ad, Said bin Salim al-Qaddah, Ad-Darawardi, Abdul Wahab Ats-Tsaqafi, Ibn Ulyah, Sufyan bin ‘Uyainah, dll
Murid-muridnya: Sulaiman bin Dawud al-Hasyimi, Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair al-Humaidi, Ibrahim bin Al-Mundzir al-Hizami, Imam Ahmad bin Hambal, Abu Ya’qub yusup bin Yahya Al-Buwaithi, dll[28]
(f) Karya-karyanya
Al-Baihaqi dalam Manaqib Asy-Syafi’I mengatakan bahwa Imam Asy-Syafi’I telah menghasilkan sekitar 140an kitab, baik dalam Ushul maupun dalam Furu’ (cabang). [29]
 (g). kata mutiara-mutiaranya
Ilmu bukanlah sesuatu yang dihafal, tetapi ilmu adalah sesuatu yang ada manfaatnya. Tanda Sahabat yang baik adalah yang mau menerima dan menutupi kekurangan yang lain, dan mau mema’afkan kesalahan.
(h). Sakit dan Meninggalnya
Dia menderita penyakit yang kronis, sampai darah-darahnya mengalir ketika dia sedang menaiki kendaraanya. Aliran darag itu berceceran samapai memenuhi celana, kendaraan dan telapak kakinya.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, “Imam Asy-Syafi’I meninggal pada malam jum’at setelah magrib. Pada waktu itu, aku sedang berada di sampingnya. Jasadnya di makamkan pada hari jum’at setelah Ashar, hari terakhir di bulan Rajab. Ketika kami pulang dari mengiring janazahnya, kami melihat hilal bulan sya’ban 204 Hijriyah. [30]

(4). Malik Bin Anas Imam Dar al-Hijrah

(a). Biogarafi
Nama lengkapnya: adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Khutsali bin Amr bin Al-Harits al-Ashbahi Al-Humairi, Abu Abdullah Al-Madani dan merupakan Imam Dar Al-Hijrah. [31]
Kelahirannya: Adz-Dzahabi berkata, “Menurut pendapat yang lebih shahih,Imam Malik lahir pada tahun 93 Hijriyah, yaitu pada tahun dimana Anas, pembantu Rasulullah, Meninggal. Malik tumbuh di dalam keluarga yang bahagia dan berkecukupan. [32]
(b). Mulai Menuntut Ilmu dan Sanjungan Para Ulama terhadapnya
Adz-Dzahabi berkata, “Malik mulai menuntut ilmu ketika umurnya menginjak belasan tahun, sedang malik mulai memberikan fatwa dan memberikan keterangan tentang hokum ketika umurnya 21 tahun. Dan, orang-orang telah mengambil hadits darinya di saat dia masih mudah belia. Orang-orang dari berbagai penjuru sudah mulai menuntut ilmu kepadanya sejak pada akhir kekuasaan Abu Ja’far Al-Manshur. Dan orang-orang mulai ramai menuntut ilmu kepadanya ketika pada zaman khalifah Ar-Rasyid sampai Malik meninggal. [33]
(c). Kemuliaan Jiwanya dan penghormatannya Terhadap Hadits Nabi
Dari Ibn Uwais, dia berkata, “Jika Malik ingin menceritakan sebuah hadits maka dia berwudhu terlebih dahulu, merapikan jenggotnya, duduk dengan tenang dan sopan, kemudian dia baru berbicara.[34]
(d). guru dan murid-muridnya
An-Nawawi berkata, “Al-Imam Abu Al-Qasim Abdul Malik bin Zaid bin Yasin Ad-Daulaqi dalam kitab ar-Risalah Al-Mushannafah fi Bayani Subulissunnah Al-Musyarrafah , “Malik mengambil hadits dari Sembilan ratus orang guru, yaitu tiga ratus orang dari generasi Tabi’in dan enam ratus orang dari generasi Tabi’ tabi’in.
Orang-orang  yang meriwayatkan dari Malik adalah Ibnu Al-Mubarak, Yahya bin Said Al-Qathathan, Muhammad bin Al-Hasan, Ibnu Wahab, Ma’an bin Isa, As-Syafi’I, Abdurrahman bin Mahdi, dll[35]
(e).Karya-karyanya
Al-Muwaththa’ karangan imam Malik dan Keunggulannya, Al-Qadhi Abu Bakar  bin Al-Arabi berkata, “Al-Muwaththa’ adalah dasar utama dan inti dari kitab-kitab hadits, sedang karya Al-Bukhari adalah dasar kedua, dan dari keduanya muncul kitab yang menjadi penyempurna, seperti karya Imam Muslim dan At-Tirmidzi. [36]
Imam Malik mengarang Al-Muwaththa’ bertujuan untuk mengumpukan hadits-hadits shahih yang berasal dari Hijaz, dan di dalamnya disertakan pendapat-pendapat dari para sahabat, tabi’in dan tabi’tabi’in.
(f). Meninggalnya
Al-Qa’nabi berkata, “Aku mendengar orang-orang berkata “Malik berusia 89 tahun, dan dia meninggal pada tahun 179 Hijriyah.”[37]

(5). Ahmad Bin Hambal Imam Ahlu Sunnah

(a). Biografi
Nama lengkapnya: Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin Anas bin Auf  bin Qasath bin Mazin bin Syaiban bin Qasith bin Hanab bin Qushay bin Da’mi bin Judailah bin Asad bin Rabi’ah bin Nazzar bin Ma’d bin Adnan.
Kelahirannya: ibunya mengandungnya di Moro, kemudian pergi ke Baghdad lalu melahirkan Ahmad bin Hambal pada bulan Rabiul Awal tahun 164 Hijriyah.
Ayah Imam Ahmad bin Hambal (yang bernama0 Muhammad adalah seorang walikota daerah Sarkhas dan salah seorang anak penyeru Daulah Abbasiyah. Muhammad meninggal pada usia tiga puluh tahun pada tahun 179 Hijriyah. [38]
(b). Awal menuntut Ilmu dan perjalanan Menuntut Ilmunya
Abu Nua’im berkata, “Dari Abul Fadhl dari ayahku, dia mengatakan, “Aku mulai mencari hadits ketika aku berumur enan belas tahun. Ketika Husyaim meninggal, maka usiaku sudah mencapai dua puluh tahun. Pertama kali aku mendegar hadits dari Husyaim tahun 179 Hijriyah yang pada tahun ini juga, Ibnu Mubarak dating untuk terakhir kalinya sehingga aku pun menghadiri halaqah (majelis) pengajiannya. Orang-orang berkata, “Dia keluar ke Thurthus dan meninggal di sana pada tahun 181 Hijriyah.”[39]
(c). Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Abu Ya’la Al-Mushil berkata, “Aku telah mendengar Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi berkata, “kalau kalian mendendar ada orang menyebut Ahmad bin Hambal dengan buruk, maka demi agama Islam, kalian harus mencela orang tersebut.”[40]
(d). guru dan murid-muridnya
Guru-gurunya: Sebagaimana disebutkan Al-Khathib di antara guru-gurunya adalah: Ismail bin Ulaiyah, Husyaim bin Busyair, Hammad bin Khalid Al-Khayyad, Manshur bin Salamah Al-Khaza’I, Al-Muzhaffar bin Khalid Al-Khayyad, Manshur bin Salamah Al-Khaza’I, Al-Muzhaffar bin Mudrak, Utsman bin Umar bin Faris, dll
Murid-muridnya: Di antara orang yang meriwayatkan hadits dari Ahmad antara lain; kedua anaknya yang bernama Shaleh dan Abdullah, seorang anak paman Imam Ahmad yang bernama Hambal bin Ishaq, Al-Hasan bin Ash-Shabbah Al-Bazzar, Muhammad bin Ishaq Ash-Shaghani dll[41]
(e). Sakit dan Meninggalnya
Shaleh berkata, “Ketika hari pertama bulan Rabiul Awal tahun 241 Hijriyah, hari Sabtu ayahku merasakan deman yang tinggi sehingga ketika tidur dia susah sekali bernafas. Aku sudah mengetahui penyakit yang dikeluhkannya karena aku selalu merawatnya ketika kambuh. Pada malam Jum’at, tanggal 12 Rabiul Awal tepatnya selang dua jam setelah siang hari tampak, ayahku menghembuskan nafas terakhirnya.”[42]
(f). Karya-karyanya
Dia berpesan kepada anaknya yang bernama Abdullah, “hendaklah hadits-hadits dalam kitab karyaku Al-Musnad Ini. Sesungguhnya ia akan menjadi imam dan rujukan bagi manusia.

(6). Muhammad bin Ismail Al-bukhari, Syaikh Al- Muhaddistin

(a) Biografi
Kelahiran dan besarnya. Imam Al-bukhari lahir disalah satu kota dari wilayah Kharusan, tepatnya didaerah yang bernma Bukhara. Bukhara adalah kota tua yang indah dari sekian kota yang berda diwilayah Wara’ An-nahar. Sebelum Islam masuk kesana, Bukhara merupakan ibukota Samaniyin. Ahli sejarah sepakat bahwa Islam masuk kesana pada masa pemerintahan Daulah Umayyah.
Al-hafizh, “Imam Al-bukhori lahir dibukhara pada hari jum’at setelah sholat jum’at dilaksanakan, tepatnya pda tanggal 13 syawal tahun 194 Hijriyah”. [43]
(b) Awal Menuntut Ilmu dan semangatnya yang tinggi
Ayahnya adalah seorang ulama besar dalam bidang hadist dan ibunya seorang hamba sholeh yang taat beribadah. Oleh karena itu sebagian Ulama mnegatakan bahwa imam Al-buhkori terlahir dari tempat keilmuan dan disusui tetek kemulyaan, sehingga tidak mengherankan apabila muncul sosok imam Bukhori yang brillian sedemikain rupa. [44]
(c) Guru-gurunya dan Thabaqah Mereka
Ja’far bin Muhammad Al_Qaththan “ Aku telah mendengar Imam Al-Buhkori berkata,” aku telah menulis hadist dari seribu guru bahkan lebih banyak lagi yang kesemua adalah ulama. Aku tidak memperoleh satu hadist pun kecuali aku telah memiliki sanadnya.[45]
Guru-guru Imam Albukhori menurut Al-hafizh terkalasifikasi menjadi lima tingkatan yaitu:
Tingkatan Pertama; Orang yang menerima hadist dari tabi’in. mereka yang termasuk dalam kelas ini anatara lain: Muhammad bin Abdillah Al-Anshari yang memperoleh hadist dari Humaid; Maki bin Ibrahim dari Yazid bin Abi Ubaid, dll.
Tingkatan Kedua; Orang lain yang semasa dengan kelompok pertama, akan tetapi mereka tidak mendengar dari kelompok tabi’in yang tsiqah. Orang yang termasuk dalam kelompok ini antara lain; Adam bin Abi Iyas, Abu Mashar  Abdul A’la bin Mashar, Said bin Abi Maryam, Ayyub bin Sulaiman bin Bilal, dll.
Tingkatan Ketiga; ini merupakan tingkatan paling tengah diantara sekian banyak guru-guru Imam Al-bukhari. Mereka yang termasuk dalam klasifikasi tingkatan ini tidak bertemu para tabi’in. oleh karena, mereka hanya mendapatkan hadist dari kelompok Tabi’ Attabi’in. mereka termasuk dalam kategori ini antara lain; Sulaiman bin Harb, Kutai bin Said, Nua’im bin Ahmad, dll.[46]
(d) Sanjungan para Ulama terhadapnya.
Qutaibah bin Said berkata, “aku pernah duduk bersama ahli piqih, orang-orang Zuhud dan hamba yang ahli ibadah. Akan tetapi, semenjak aku berakal, maka aku belum pernah melihat orang yang seperti Muhammad bin Ismail pada masanya.”
Dari syaik imam Al-bukhori juga yang bernama Ismail bin Abi Uwais. Suatu ketika Imam Al-bukhori memilih hadist-hadist yang shoheh dari kitab Ismail bi Abi Uwais dan Imam Al-bukhori menasakh hadist-hadistnya. Setelah selesai, maka Ismail bin Abi Uwais dengan bangga berkata, “Hadist-hadist ini adalah hasil pilihan Muhammad bin Ismail dari semua hadist riwayatku.”
(e) Murid-muridnya
Telah disebutkan didepan bahwa guru Imam Al-bukhori berjumlah 1080 orang kesemuanya adalah ahlu sunnah waljama’ah. Adapun murid-murid Imam Al-bukhori: Muslim bin Hajjaj, Abu Isa At-Tirmidzi, An-nasa’I, Ad-Darimi, Muhammad bin Nashr Al-Marwazi, Abu Hatim Ar-Razi, dll.
(f) Karya-karya Imam Al-Bukhari
Karya-karya Imam Al-Bukhori diantaranya adalah: Al-Jami’ Ash-Shahih, At-Tarikh Al-Kabir, At-Tarihk Al-Ausath, At-Tarihk Ash- Shaghir, dll.[47]
(g) Meninggalnya
Adz-Dzahabi berkata, “ Ibnu Adi berkata, “aku telah mendengar Al-Hasan bin Al-Husain Al-Bazzaz Al-Bukhori berkata, “ Imam Al-bukhori meninggal pada malam Sabtu pada saat idul Fitri diwaktu sholat isya. Kemudian jasadnya dikuburka hari itu juga setela sholat dzuhur. Imam Al-Bukhori meninggal pada tahun 256 Hijriyah dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. [48]

(7). Imam Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi

(a) Biografi
Nama lengkapnya: adalah Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Wardi bin Kawisyadz Al-Qusyairi An-Naisaburi.
Kelahirannya: Adz-Dzahabi berkata,” Imam Muslim lahir pada tahun 204 Hijriyah dan aku mengira dia lahir sebelum tahun tersebut.” [49]
(b) Sanjungan para Ulama terhadapnya
Ahmad bi Salamah berkata, “ aku telah melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendatangi Imam Muslim untuk mengetahui hadist shoheh yang diriwayatkan beberapa syehk dimasa mereka.[50]
(c) Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya: Al-Khathib Al-Baghdadi berkata, “Imam Muslim telah melakukan perjalanan rihlah ke Irak, Hijaz Syam dan Mesir. Guru-gurunya antara lain: Yahya bin Yahya, An-Nasaburi, Qutaibah bin Said, Ishaq bin Rahawaih, Ahmad bin Hambal, dll.
Murid-muridnya: Adz- Dzahabi berkata, “Orang-orang yang meriwiyatkan hadist dari Imam Muslim antara lain; At- Termidzi dalam kitab Al-Jami’ telah meriwayatkan satu hadist dari Imam Muslim, Ibrhim bin Abi Thalib, Al-Husain bin Muhammad bin Al-Qubani, Ali bin Al-Husain Al-Junaid Ar-Razi, Ibnu Khusaimah, dll.[51]
(d) Meninggalnya
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Imam Muslim meninggalb pada bulan Rajab tahun 261 Hijriyah di Naisabur. Ketika ia meninggal usianya mencapai lebih dari 50-an tahun.[52]
[1] Sirah A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi. Cet. Ar-Risalah 5/ 326. [2] Tarikh Al-Islam karya adz-Dzahabi, ditahqiq Dr. Abdussalam Tadammuri. Cet. Dar Al-Kitab Al-Arabi.
[3] Hilyah Al-Auliya’ karya Abu Nua’im Al-Ashbihani. Cet. Maktabah As-Sa’adah.
[4] Sirah A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi.5/334.
[5] Tadzkirah Al-Huffazh karya Adz-Dzahabi. Cet. Dar Al-Fikr Al-Arabi 1/110.
[6] Tadzkirah Al-Huffazh karya Adz-Dzahabi. 1/111.
[7] Tahdzib Al-Kamal karya Jamaluddin Al-Mizzi. Cet. Dar Ar-Risalah. 26/433.
[8] Tarikh Al-Islam karya Adz-Dzahabi, ditahqiq Dr.Abdulssalam Tadammuri.
[9] Hilyah Al-Auliya’ karya Abu Nua’im Al-Ashbihani. 3/362.
[10] Hilyah Al-Auliya’ karya Abu Nua’im Al-Ashbihani.3/262.
[11] Sirah A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi. 5/332.
[12] Sirah A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi. 5/371.
[13] Sirah A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi. 5/327.
[14] Sirah A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi. 5/327-328.
[15] Tarikh Al-Islam karya Adz-Dzahabi. 8/247.
[16] Sirah A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahab. 5/114.
[17] Tarikh Al-Khulafa’ Karya As-Suyuthi. Cet. Al-Maktabah At-Tijariyah. Hlm. 288.
[18] Tarikh Al-Khulafa’. 299-230.
[19] Sirah Umar bin Abdul Aziz, karya Ibnu Jauzi hlm, 97.
[20] Tahdzib Al-Kamal. 21-434.
[21] Sirah A’lam An-Nubala’. 5/114-115.
[22] Tarikh Al-Khulafa’.hlm 246.
[23] Imam An-Nawawi Tahdzib Al-Asma’ wa al-lughat, Darul Kutub al-Ilmiyah, 49/1.
[24] Abu Nuaim Al-Asfahani, hilyah Al-Auliyah’ wa Thabaqat Al-Ashfiya’, Cet As-Sa’adah 9/73.
[25] Manaqib Asy-Syafi’I karya Al-Baihaqi dengan tahkik As-Sayyid Ahmad Shaqar, 1/96.
[26] Hilyah Al-Auliya’, 9/63-64.
[27] Hilyah Al-Auliya’. 9/100.
[28] Tahdzib At-Tahdzib, karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, 9/23-24.
[29] Manaqib Asy-Syafi’I karya Al-Baihaqi, 1/245-246.
[30] Tahdzib Al-Asma’wa Al-Lughat 1/53-57.
[31] Tahdzib Al-Kamal, Jamaluddin Al-Mizzi, cek. Ar-Risalah 27/28.
[32] Hilyah Al-Auliya’, 6/330.
[33] Sirah A’lam An-Nubala’, 8/57.
[34] Shafwah Ash-Shafwah, 2/178.
[35] Tarikh Al-Islam karya Adz-Dzahabi,11/318-319.
[36] Diambil dari ringkasan Muqaddimah, Prof. Muhammad Fuad Abdul Baqi.
[37] Ringkasan dari Siyar A’lam An-Nubala’, 8/130132.
[38] Abu Yaman Majid Ad-Din Muhammad bin Abdurrahman Al-Ulaimi,1/7.
[39] Hilyah Al-Auliya’ wa Thabaqat Al-Ashfiya’ karya Abu Nu’aim Al-Ashfahani, 9/163.
[40] Tarikh Baghdad, 4/508.
[41] Tahdzib Al-Kamal 440-444.
[42] Tarikh Al-Islam, 241-250.
[43] Ibnu Hajar, Taghligh At-Ta’’liq, Dar Ammar, Al-Maktabah Al-islami, 5/385.
[44] Muqaddimah Al-Qasthani Cet. Al-Majlis Al-A’ala li Asy-Syu’un Al-Islamiyah 125.
[45] Tarikh Baghdad, 2/4.
[46] Thabaqat Asy-Syafi’iyah al-kubrah karya tajuddin as-Subki, 2/222.
[47] Tahzib Al-Asma’ wa al-Lughat, 1/78.
[48] Tarikh Baghdad, 2/34.
[49] Siyar A’lam an-Nubala, 12/566.
[50] Tarikh Baghdad, 13/101.
[51] Tarikh Al-Islam, 20/183-184.
[52] Al-Jarh wa At-Ta’dil karya  Ibnu Abi Hatim. Cet. Muassasah Al-Kutub Ats-Tsaqafiyah, 4/102.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar