Senin, 04 Februari 2013

Habib Luthfi bin Ali bin Yahya



Habib Luthfi bin Ali bin Yahya


Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya dilahirkan di Pekalongan Jawa Tengah pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November, tahun 1947 M. Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sasyid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.

NASAB BELIAU :

Al Habib Muhammad Luthfi bin Sayid Ali al Ghalib bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar Bin Sayid Thaha sahibur ratib (yang menyusun ratib Kubro) bin Sayid Muhammad bin Sayid Thaha bin Sayid Hasan bin Sayid Syekh bin Sayid Ahmad bin Sayid Yahya bin Sayid Hasan bin Sayid ‘Ali bin Sayid Muhammad Faqih Muqadam bin Sayid ‘Alawi bin Sayid ‘Ali bin Sayid Muhammad Sahib Marbath bin Sayid Khala ‘Ali Qasam bin Sayid ‘Alawi bin Sayid Muhammad bin Sayid Muhammad an Naqib bin Sayid ‘Isa an Naqib bin Sayid Ahmad al Muhajir bin Sayid Abdullah bin Sayid ‘Alawi bin Sayid ‘Ali al ‘Uraidhi bin Sayid Ja’far Shadiq bin Sayid Muhammad al Baqir bin Sayid ‘Ali Zainal Abidin bin Sayid Imam Husain as Sibthi bin Sayidatina Fathimah az Zahra binti Sayidina Muhammad Saw.
Masa Pendidikan
Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayahanda al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiah. Guru-guru beliau di Madrasah itu diantaranya:
• Al Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas
• Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (paman beliau sendiri)
• Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi
• Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Beliau belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun.
Perjalanan Ilmiah
Selanjutnya pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu melanjutkan ke Mekah, Madinah dan dinegara lainnya. Beliau menerima ilmu syari’ah, thariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.
Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga mendapat ijazah untuk membai’at.
Silsilah Thariqah dan Baiat:
Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Diantara guru-gurunya itu adalah:
Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah
Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid
• Sanad Naqsyabandiayah al Khalidiyah:
Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.
• Syadziliyah :
Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra.
Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:
• Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.
• Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.
• Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
• Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
• Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
• Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.
Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.
Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:
• Dari Al Alim al Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.
Dari kedua gurunya itu, al Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin.
Jami’uthuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya:
Al Imam al Alim al Alamah al Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah.
Dari beliau, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadis dan sanadnya.
Thariqah Tijaniah:
• Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.
Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.
Kegiatan-kegiatan Maulana Habib:
• Pengajian Thariqah tiap jum’at Kliwon pagi (Jami’ul Usul thariq al Aulia).
• Pengajian Ihya Ulumidin tiap Selasa malam.
• Pengajian Fath Qarib tiap Rabu pagi(husus untuk ibu-ibu)
• Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah husus ibu-ibu.
• Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).
• Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara.
• Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.
Jabatan Organisasi:
• Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah.
• Ketua Umum MUI Jawa Tengah.
• Anggota Syuriyah PBNU.dll.

Pengamalan Tasawuf Ala Al Habib Luthfi

Berikut ini petikan wawancara crew Habibluthfiyahya.net dengan Al Habib Luthfi bin Yahya. Dalam wawancara kali ini Al Habib menjelaskan bagaimana tasuf dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


Apa pandangan-pandangan Al-Habib tentang tasawuf?

Tasawuf adalah pembersih hati. Dan tasawuf itu ada tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting, bagaimana kita bisa mengatur diri kita sendiri. Semisal memakai baju dengan tangan kanan dahulu, lalu melepaskannya dengan tangan kiri.
Bagaimana kita masuk masjid dengan kaki kanan dahulu. Dan bagaimana membiasakan masuk kamar mandi dengan kaki kiri dulu dan keluar dengan kaki kanan. Artinya bagaimana kita mengikuti sunah-sunah Nabi. Itu sudah merupakan bagian dari tasawuf.

Bukankah hal semacam itu sudah diajarkan orang tua kita sejak kecil?
 
Para orang tua kita dulu sebenarnya sudah mengeterapkan tasawuf. Hanya saja hal itu tak dikatakannya dengan memakai istilah tasawuf. Mereka terbiasa mengikuti tuntunan Rasulullah. Seperti ketika mereka menerima pemberian dengan tangan kanan, berpakaian dengan memakai tangan kanan dahulu. Mereka memang tak mengatakan, bahwa itu merupakan tuntunan Nabi SAW.
Tapi mereka mengajarkan untuk langsung diterapkannya. Kini kita tahu kalau yang diajarkannya itu adalah merupakan tuntunan Nabi. Itu adalah tasawuf. Sebab tasawuf itu tak pernah terlepas dari nilai-nilai akhlaqul karimah. Sumber tasawuf itu adalah adab. Bagaimana adab kita terhadap kedua orang tua, bagaimana adab pergaulan kita dengan teman sebaya, bagaimana adab kita dengan adik-adik atau anak-anak kita. Bagaimana adab kita terhadap lingkungan kita.
Termasuk ucapan kita dalam mendidik orang-orang yang ada di bawah kita. Kepada anak-anak kita yang aqil baligh, kita harus bener-bener menjaganya agar jangan sampai mengeluarkan ucapan yang kurang tepat kepada mereka. Sebab ucapan itu yang diterima dan akan hidup di jawa anak-anak kita.

Bagaimana sikap kita berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang sudah carut maut?
 
Mampukah ketika kita berhadapan dengan lingkungan yang demikian itu? Ketika kita asik-asiknya bergurau, maka berhentilah sejenak. Kita koreksi apakah ada sesuatu yang kurang pantas? Agar hal yang demikian itu tak dicontoh atau ditiru oleh anak-anak kita. Itu sudah merupakan tasawuf. Jadi dalam rangka pembersihan hati, bisa dimulai dari hal-hal kecil semacam itu.
Lalu kita tingkatkan dengan tutur sikap kita terhadap orang tua. Ketika kita makan bersama orang tua. Janganlah kita menyantap lebih dahulu sebelum bapak-ibu kita memulai dulu. Janganlah kita mencuci tangan dahulu sebelum kedua orang tua kita mencuci tangannya. Makanlah dengan memakai tangan kanan. Dan jangan sampai tangan kiri turut campur kecuali itu dalam kondisi darurat. Sebab Rasulullah tak pernah makan dengan kedua tangannya sekaligus. Ini sudah tasawuf.

Apa yang sebenarnya menarik dari Al-Habib, sehingga begitu getol menekuni dunia tasawuf?
 
Yang menarik, karena tasawuf itu mengajarkan pembersihan hati. Saya ingin mempunyai hati yang sangat bersih. Jadi tak sekedar bersih tidak sombong karena ilmunya, tidak sombong karna setatusnya, tidak sombong karena ini dan itu. Namun hati ini betul-betul mulus, selalu melihat kepada kebesaran Allah SWT yang diberikan kepada kita. Itu karena fadhalnya Allah SWT.
Sehingga kita tidak lagi mempunyai prasangka-prasangka yang buruk, apalagi berpikiran jelek dalam pola pikir dan lebih-lebih lagi di hati. Sebab tasawuf itu tazkiyatul qulub, yakni untuk membersihkan hati. Jika hati kita ini bersih, maka hal-hal yang selalu menghalangi-halangi hubungan kita kepada Allah itu akan sirna dengan sendirinya. Sehingga kita senantiasa mengingat Allah.
Ibarat besi, hati kita itu sebenarnya putih bersih. Hanya karena karatan yang bertumpuk-tumpuk lantaran tak pernah kita bersihkan, sehingga cahaya hati itu tertutup oleh tebalnya karat tadi. Na’udzubillah kalau sampai hati kita seperti itu.

Lantas dari mana kita mesti memulai untuk pembersihan hati tersebut?
 
Ikutlah dahulu ajaran fiqih yang tertera dalam kitab-kitab fiqh. Seperti arkanus shalat (rukun-syarat sholat), lalu adabut shalat, adabut thaharah dan seterusnya. Marilah itu semua kita pelajari dan kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Ketika kita diundang untuk menghadiri acara walimah di sebuah gedung misalnya, maka kenakanlah pakaian yang bagus-bagus.
Sebab itu demi menghormat dan untuk menyaksikan kehalalan kedua mempelai di pelaminan. Untuk menghormati acara tersebut, kita menggunakan pakaian yang rapi. Sebab pada hakikatnya, kita telah menghormati Allah SWT yang telah menghalalkan hal tersebut.
Kita juga menghormati yang telah mengundang kita, serta menghormati sesama kita dalam gedung atau dalam jamuan tersebut. Kalau kita bisa menyaksikan aqdun nikah (akad nikah) secara demikian, mengapa kalau kita menghadap langsung kepada Allah SWT, tidak pernah melakukan penghormatan yang demikian itu?

A-Habib dikenal sebagai mursyid thariqah, tetapi kelihatan gemar memainkan alat musik?

Di sana kita akan menemukan kekaguman. Ilmullah yang ada dalam music itu sendiri. Diantaranya notnya itu hanya ada 7; do re mi fa sol la si do, do si la sol fa mi re do. Sedangkan oktafnya ada 7, suara miringnya 5, jadi ada 12. Yang memakai adalah di seliruh dunia, dan mengeluarkan lagu yang beragam. Itu merupakan satu hal yang sangat menarik.
Ketika orang mendengarkan musik, mereka bisa menangis dan tertawa, bersedih dan bersuka ria. Nah, yang berupa benda saja bisa menghasilkan efek semacam itu. Lantas bagaimana kalau kita tengah mendengar lantunan  ayat Al-Qur’an sedang dibacakan? Mesti akan jauh lebih dari itu.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar