IBNU
TAIMIYAH
DA’I DAN MUJAHID BESAR
DA’I DAN MUJAHID BESAR
NAMA DAN
NASAB
Beliau
adalah imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik dengan kata,
tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela
dinullah dan penghidup sunah Rasul shalallahu’alaihi wa sallam yang telah
dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir
bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy.
Lahir di
Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara
sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun
661H.
Beliau
berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya
masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa. Mereka menempuh
perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang
dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta
benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka.
Suatu saat
gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan
musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah
(mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama
kitab-kitabnya dapat selamat.
PERTUMBUHAN
DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU
Semenjak
kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di
Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu
pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta
kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.
Ketika umur
beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan
sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab.
Pada
unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali,
kemudian kitabu-Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Suatu
kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab
(suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq,
khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi
buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan
matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara
cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad,
beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga
ulama tersebut berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai
kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.
Sejak kecil
beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan
untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat.
Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu
terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam.
Lebih dari
semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada
garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang
berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku,
maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku
menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar,
di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir
dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Begitulah
seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya
mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha’ dan ilmu serta
dinnya telah mencapai tataran tertinggi.
PUJIAN ULAMA
Al-Allamah
As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun
kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata:
“Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu
Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu
Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany,
Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.
Al-Hafizh
Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah …..
dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan
sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam serta lebih ittiba’
dibandingkan beliau.”
Al-Qadhi
Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul
dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan
matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya,
terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah menyangka
akan tercipta manasia seperti anda.”
Al-Qadli
Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu
siapa dia ini ?”
Syaikh Ahli
nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah
berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia …..”
Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya.
Penguasaan
Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah,
hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya,
hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin
bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang
suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan
menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin
bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai
kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran
bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum
pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau
tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu
lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau
mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan
penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.”
Imam
Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: “Dia adalah lambang
kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab
was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya,
beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian,
kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan
amat menguasai hadits dan fiqh.
Pada umurnya
yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol
dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya
maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain
Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai
rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad,
pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits
yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu
yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-Dzahabi
berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah,
maka itu bukanlah hadist.
DA’I, MUJAHID, PEMBASMI BID’AH DAN PEMUSNAH MUSUH
DA’I, MUJAHID, PEMBASMI BID’AH DAN PEMUSNAH MUSUH
Sejarah
telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da’i yang tabah, liat,
wara’, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani
yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari
kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah
umat dengan lidah dan penanya.
Dengan
berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk
bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya.
Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada
salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan
kesaksiannya: “…… tiba-tiba (ditengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama
saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan
keras supaya tidak lari …” Akhirnya dengan izin Allah Ta’ala, pasukan Tartar
berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.
Tetapi
karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada
al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para
ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum
lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus
mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.
KEHIDUPAN
PENJARA
Hembusan-hembusan
fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan
beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan
tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal’ah di
Dimasyq. Dan beliau berkata: “Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini,
karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.”
Dalam
syairnya yang terkenal beliau juga berkata:
“Apakah yang
diperbuat musuh padaku !!!!
Aku, taman
dan dikebunku ada dalam dadaku
Kemanapun ku
pergi, ia selalu bersamaku
dan tiada
pernah tinggalkan aku.
Aku,
terpenjaraku adalah khalwat
Kematianku
adalah mati syahid
Terusirku
dari negeriku adalah rekreasi.
Beliau
pernah berkata dalam penjara:
“ Orang
dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan
ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.”
Ternyata
penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak
menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang aqidah, tafsir dan
kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid’ah.
Pengagum-pengagum
beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak
penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka
iltizam kepada syari’at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan
melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan
suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang
sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya
penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.
Tetapi
kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul
bid’ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa
memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun
menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada
pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan
mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua
peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.
Namun beliau
tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau
tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya.
Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan
berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan
tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah
dan kita sekalian ke dalam surganya.
WAFATNYA
Beliau
wafatnya di dalam penjara Qal’ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya
yang menonjol, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.
Beliau
berada di penjara ini selamaa dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami
sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah,
berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Dikisahkan, dalam tiap harinya ia
baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur’an delapan
puluh atau delapan puluh satu kali.
Perlu
dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian
apa pun dari penguasa.
Jenazah
beliau dishalatkan di masjid Jami’Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua
penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk
para Umara’, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur
total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki,
perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.
Seorang
saksi mata pernah berkata: “Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang
ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi
menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. “Bahkan menurut ahli
sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh
orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.
Beliau wafat
pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di
samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah
merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da’i, mujahidd, pembasmi bid’ah dan
pemusnah musuh. Wallahu a’lam.
Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.
Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.
1)
Dinukil dari buku: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi
Al-Istambuli, cet II 1397 H/1977 M. Maktabah Dar-Al-Ma’rifah-Dimasyq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar