Rabu, 06 Februari 2013

Biografi 5 Ulama Madzhab

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ali muhammad



          Kita sama-sama mengetahui bahwa pada permulaan Islam tidak ada mazhab dan tidak ada sekte-sekte, dan pada awal-awal Islam muncul, Islam bersih dari pengaruh luar, dan kaum muslimin pada waktu itu mencapai kejayaannya. Telah diketahui dengan pasti bahwa adanya sekte-sekte dan mazhab-mazhab itu dapat memecah belah kaum muslimin, serta dapat memperuncing jurang pemisah antara mereka. Karena dengannya, tidak mungkin mereka dapat menyusun kekuatan dan mengatur langkah bersama untuk merumuskan satu jalan mencapai satu tujuan. Tetapi bagi musuh-musuh Islam dan para penjajah, justru sebaliknya. Yakni, mereka mendapatkan peluang dan kesempatan yang sangat baik dari adanya perpecahan ini untuk menyebarkan berbagai fitnah. Cara yang dilakukan mereka untuk memenangkan Barat dari Timur dan untuk menjatuhkan Timur, hanya dengan cara devide et empera (memecah belah) dan menyebarkan isu-isu yang mengelabui bangsa Timur.

          Maka dari itu, muncullah ide-ide dan pemikiran-pemikiran para pemimpin yang ikhlas, untuk menyatukan suara semua jamaah Islamiyah, serta berusaha untuk merealisasikan penyatuan suara itu dengan berbagai cara. Salah satu diantara caranya adalah dengan membukapintu ijtihad dan memberantas penyelewengan dalam mengikuti mazhab tertentu.

          Sudah saatnya kita hidup dalam kemerdekaan dan kebebasan dalam mengungkapkan pendapat-pendapat dan pemikiran-pemikiran kita, sebagaimana kita harus menjadi merdeka dan bebas dalam negeri kita sendiri, dan sudah saatnya pula kita meninggalkan taklid pada satu mazhab tertentu dan pandapat tertentu. Kita bebas memilih semua bentuk-bentuk atau hasil-hasil ijtihad dari semua mazhab yang sesuai dengan perkembangan hidup dan cocok dengan syari’at. Bila tidak ada pilihan dari berbagai mazhab sebagai ijtihad yang mutlak, maka sesungguhnya ijtihad itu merupakan salah satu bentuk ijtihad.

          Berdasar pada kerangka pemikiran seperti itulah, diambil dari sumber-sumbernya yang merupakan himpunan pemikiran ulama mazhab dari pendapat-pendapat ulama lima mazhab, yaitu: Ja’fari, Hanafi, Maliki Syafi’i, dan Hambali.


@ IMAM JA’FAR

(80 – 148 H/699 – 765 M)

          Ja’far As-Sadiq adalah Ja’far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fathimah Az-zahra binti Rasulillah Muhammad saw. Beliau di lahirkan pada tahun 80 Hijriah (699M). Ibunya bernama Ummu Farwah binti Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq. Pada beliaulah terdapat perpaduan darah Nabi saww. Dengan Abu Bakar As-Siddiq ra.

          Beliau berguru langsung dengan ayahnya – Muhammad Al-Baqir di sekolah ayahnya yang banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama besar Islam. Ja’far As-Saddiq adalah seorang ulama besar dalam banyak bidang ilmu, seperti ilmu Filsafat, Tasauf, Fiqh, Kimia dan ilmu Kedokteran. Beliau adalah Imam yang ke enam dari dua belas Imam dalam mazhab Syi’ah Imamiyah. Dikalangan kaum Sufi beliau adalah g ru dan Syaikh yang besar dan dikalangan ahlli Kimia beliau dianggap sebagai pelopor ilmu Kimia. Di antaranya, beliau menjadi guru Jabir bin Hayyam – Ahli Kimia dan Kedokteran Islam.

          Dalam mazhab Syi’ah, Fiqh Ja’farilah sebagai Fiqh mereka, karena sebelum Ja’far As-Sadiq dan pada masanya tidak ada perselisihan. Perselisihan dan perbedaan pendapat baru muncul setelah masa beliau.

          Ahli sunnah berpendapat: Ja’far As-Sadiq adalah seorang mujtahid dalam ilmu Fiqh, yang mana beliau telah mencapai ke tingkat ladunni, beliau di anggap sebagai Sufi Ahli Sunnah di kalangan Syaikh-Syaikh mereka yang besar serta padanyalah tempat puncak pengetahuan dan darah Nabi saww. yang suci.

          Syahrastani mengatakan bahwa Ja’far As-Sadiq adalah seorang yang berpengetahuan luas dalam agama, mempunyai budi pekerti yang sempurna serta sangat bijaksana, Zahid dari keduniaan, warak dari segala hawa nafsu.

          Imam Abu Hanifah berkata: “Saya tidak dapati orang yang lebih Faqih dari Ja’far bin Muhammad”.

          George Zaidan berkata: “Di antara muridnya adalah Abu Hanifah (Wafat 150 H/767 M), Malik bin Anas (Wafat 179 H/795 M) dan Wasil bin Ata’ (Wafat 181 H/797 M), abu Nuaim mengatakan bahwa di antara murid beliau juga ialah Muslim bin Al-Hujjaj, perawi hadits shahih yang masyhur”. Bahkan riwayat lain mengatakan bahwa di Kufah, sedikitnya ada 900 orang Syaikh belajar kepada beliau di masjid Kufah.

          Abu Zuhrah berkata: “Beliau (Ja’far As-Sadiq) berpandukan Kitab Allah (Al-Qur’an), pengetahuan serta pandangan beliau sangat jelas, beliau mengeluarkan hukum-hukum Fiqh dari nas-nasnya, beliau berpandukan kepada sunnah, sesungguhnya beliau tidak mengambil melainkan hadits Ahli Bait (Keluarga Nabi)”.



@ IMAM ABU HANIFAH

(80 – 150 H/699 – 767 M)

          Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, adalah Abu Hanafiah An-Nukman bin Tsabit bin Zufi’at At-Tamimi. Beliau masih mempunyai pertalian hubungan kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra., Imam Ali bahkan pernah mendoakan Tsabit agar Allah memberkahi keturunannya. Tak heran, jika kemudian dari keturunan Tsabit ini, muncul seorang ulama besar seperti abu Hanafiah.

          Dilahirkan di Kufah pada tahun 150 H/699 M, pada masa pemerintahan Al-Qalid bin Abdul Malik, Abu Hanifah selanjutnya menghabiskan masa kecil dan tumbuh menjadi dewasa disana. Sekaj masih kanak-kanak, beliau telah mengkaji dan menghafal Al-Qur’an. Beliau dengan tekun senantiasa mengulang-ulang bacaannya, sehingga ayat-ayat suci Al-Qur’an tersebut tetap terjaga dengan baik dalam ingatannya, sekaligus menjadikan beliau lebih mendalami makna yang dikandung ayat-ayat tersebut. Dalam hal memperdalam pengetahuannya tentang Al-qur’an, beliau sempat berguru kepada Imam Asin, seorang ulama terkenal pada masa itu.

          Selain memperdalam Al-Qur’an, beliau juga aktif mempelajari ilmu Fiqh (ilmu tentang hukkum-hukum Islam). Dalam hal inipun, beliau berguru kepada ulama-ulama yang sangat terkenal dari kalangan sahabat Rasul, di antaranya kepada Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa, dan Abu Tufail Amir, dan lain sebagainya. Dari mereka ini, beliau juga mendalami ilmu hadits.

          Keluarga Abu Hanifah sebenarnya adalah keluarga pedagang. Beliau sendiri sempat terlibat dalam usaha perdagangan, namun hanya sebentar sebelum beliau memusatkan perhatian pada soal-soal keilmuan.

          Beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat tekun dalam mempelajari ilmu. Sebagai gambaran, beliau pernah belajar Fiqh kepada ulama yang paling terpandang pada masa itu, yakni Humad bin Abu Sulaiman, tidak kurang dari 18 tahun lamanya. Setelah gurunya wafat, Imam Abu Hanifah kemudian mulai mengajar di banyak Majlis Ilmu di Kufah.

          Sepuluh tahun sepeninggal gurunya, Imam Abu Hanifah pergi meninggalkan Kufah menuju Makkah. Beliau tinggal beberapa tahun lamanya di sana, dan di tempat itu pula beliau bertemu dengan salah seorang murid Abdullah bin Abbas ra.

          Semasa hidupnya Imam Abu Hanifah dikenal sebagai orang yang sangat dalam ilmunya, ahli zuhud, sangat Tawadhu’, dan sangat teguh memegang agama. Beliau tidak tertarikkepada jabatan-jabatan resmi kenegaraan, sehingga beliau pernah menolak tawaran sebagai Hakim (Qadhi) yang ditawarkan oleh Al-Mansur. Konon, karena penolakannya itu, beliau kemudian di penjarakan hingga akhir hayatnya.

          Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada usia 70 tahun. Beliau dimasukkan di pekuburan Khizra. Pada tahun 450 H/1066 M, didirikanlah sebuah sekolah yang diberi nama Jami’ Abu Hanifah.

          Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap tersebar melalui murid-muridnya yang cukup banyak. Di antara murid-murid Abu Hanifah yang terkenal adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarak, Waki’ bin Jarah, Ibn Hasan Al-Syaibani dan lain-lain. Sedang di antara kitab-kitab Imam Abu Hanifah adalah: Al-Musuan (kitab hadits, dikumpulkan oleh muridnya), Al-Makharij (buku ini dinisbahkan kepada Imam Abu Hanifah, diriwayatkan oleh Abu Yusuf), dan Fiqh Akbar (kitab Fiqh yang lengkap).



@ IMAM MALIK BIN ANAS

(93 – 179 H/172 – 795 M)

          Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki yang lahir di Madinah, pada tahun 93 H. Beliau berasal dari kabilah Yamniah. Sejak kecil beliau telah rajin menghadiri majelis-majelis ilmmu pengetahuan, sehingga sejak kecil itu pula beliau telah hafal Al-Qur’an. Tak kurang dari ibundanya sendiri yang mendorong Imam Malik untuk senantiasa giat menuntut ilmu.

          Pada mulanya beliau belajar dari Ribiah, seorang ulama yang sangat terkenal pada waktu itu. Selain itu, beliau juga memperdalam hadits kepada Ibn Syihab, disamping juga mempelajari ilmu Fiqh dari para sahabat.

          Karena ketekunan dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama yang terkemuka, terutama dalam ilmu hadits dan Fiqh. Bukti atas hal itu adalah ucapan Al-Dahlawi, ketika dia berkata: “Malik adalah seorang yang sangat ahli dalam bidang hadits di Madinah, yang paling mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar, yang paling mengerti tentang pendapat-pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah ra., dan sahabat-sahabat mereka. Atas dasar itulah dia member fatwa. Apabila diajukan kepada suatu masalah, dia menjelaskan dan member fatwa”.

         Setelah mencapai tingkat yang tinggi dalam bidang ilmu itulah. Imam Malik mulai mengajar, karena beliau merasa memiliki kewajiban untuk membagi pengetahuannya kepada orang lain yang membutuhkan.

          Meski begitu, beliau dikenal sangat berhati-hati dalam member fatwa. Beliau tak lupa untuk terlebih dahulu meneliti hadits-hadits Rasulullah saww. dan bermusyawarah denga ulama lain, sebelum kemudian memberikan fatwa atas suatu masalah. Diriwayatkan bahwa beliau mempunyai 70 orang yang biasa diajak bermusyawarah untuk mengeluarkan suatu fatwa.

          Imam Malik dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Beliau pernah mendengar 31 hadits dari Ibn Syihab tanpa menuliskannya. Dan ketika kepadanya diminta mengulang seluruh hadits tersebut, tak satupun dilupakannya. Imam Malik benar-benar mengasah ketajaman daya ingatannya, terlebih lagi karena pada masa itu masih belum terdapat suatu kumpulan hadits secara tertulis. Karenanya karunia tersebut sangat menunjang beliau dalam menuntut ilmu.

          Selain itu, beliau dikenal sangat ikhlas dalam melakukan sesuatu. Sifat inilah kiranya yang memberikan kemudahan kepada beliau didalam mengkaji ilmu pengetahuan. Beliau sendiri pernah berkata: “Ilmu itu adalah cahaya; ia akan mudah dicapai dengan hati yang takwa dan khusyu’.”. beliau juga menasehatkan untuk menghindari keraguan, ketika beliau berkata: “sebaik-baik pekerjaan adalah yang jelas. Jika engkau menghadapi dua hal, sedang salah satu diantaranya meragukanmua, maka kerjakanlah yang lebih meyakinkan dirimu.”.

          Karena sifat ikhlasnya yang besar itulah, maka Imam Malik tampak enggan member fatwa yang berhubungan dengan soal hukuman. Seorang muridnya, Ibnu Wahab, berkara: “Saya mendengar Imam Malik, (jika ditanya mengenai hukuman, beliau berkata: “Ini adalah urusan pemerintah.”).

          Imam Syafi’i sendiri pernah berkata: “Ketika aku tiba di Madinah, aku bertemu dengan Imam Malik. Ketika mendenngar suaraku, beliau memandang dirikku beberapa saat, kemudian bertanya: “siapa namamu?” Akupun menjawab: “Muhammad!” dia berkata lagi: “Wahai Muhammad, bertaqwalah kepada Allah, jauhilah maksiat karena ia akan membebanimu terus, hari demi hari.”

          Tak pelak, Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam ilmu hadits dan fiqh. Imam Malik wafat pada usia 86 tahun. Namun demikian, mazhab Maliki tersebar luas dan dianut di banyak bagian di selluruh penjuru dunia.



@ IMAM SYAFI’I

(250 – 240 H/717 – 820 M)

          Imam Syafi’i yang dikenal sebagai pendiri mazhab Syafi’i adalah: Muhammad bin Idris Asy Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah, pada tahun 150 H, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah.

          Meski dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam satu keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri, apalagi malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadits dari ulama-ulama hadits yang banyak terdapat di Makkah. Pada usianya yang masih kecil, beliau juga telah hafal Al-Qur’an.

          Pada usianya yang ke-20, beliau meninggalkan Makkah menuju Madinah. Di sanalah beliau mengisi waktunya dengan mempelajari ilmu Fiqh dari Imam Malik. Merasa masih harus memperdalam pengetahuannya, beliau kemudian pergi ke Iraq untuk mempelejari Fiqh dari murud Imam Abu Hanifah yang masih ada. Dalam perantauannya tersebut, beliau juga sempat mengunjungi Persia, dan beberapa tempat lain.

          Setelah wafat Imam Malik (179 H), beliau kemudian pergi ke Yaman, menetap dan mengajarkan ilmu disana, bersama Harun Al-Rasyid, yang telah mendengar tentang kehebatan beliau, kemudian meminta beliau untuk dating ke Baghdad. Imam Syafi’i memenuhi undangan tersebut. Sejak saat itu beliau dikenal secara lebih luas, dan banyak orang belajar kepadanya. Pada waktu itulah mazhab beliau mulai dikenal.

          Tak lama setelah itu, Imam Syafi’i kembali ke Makkah, dan mengajar rombongan Jamaah haji yang dating dari berbagai penjuru. Melalui mereka inilah, mazhab Syafi’i menjadi tersebar luas ke seluruh penjuru dunia.

          Pada tahun 198 H, beliau pergi ke negeri Mesir. Beliau mengajar di Masjid Amru bin As. Beliau juga menulis kitab Al-Um, Amali Kubra, Kitab Risalah, Ushul Al-Fiqh, dan memperkenalkan Qaul Jadid sebagai mazhab baru. Adapun dalam mempelopori penullisan dalam bidang tersebut.

          Di Mesir inilah akhirnya Imam Syafi’i wafat, setelah menyebar ilmu dan manfaat kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga kini masih dibaca orang, dan makam beliau di Mesir, sampai saat ini masih ramai di ziarahi orang. Sedang murid-murid beliau yang terkenal diantaranya: Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Muzani, Abu Ya’qub Tusuf bin Yahya Al-Buwaiti, dan lain sebagainya.



@ IMAM AHMAD HAMBALI

(164 – 241 H/780 – 855 M)

          Imam Ahmad Hambali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal Al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. (780 M).

          Ahmad bin Hambal di besarkan dalam keadaan yatim oleh ibunya, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil beliau telah menunjukkan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpeti banyak orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan, kebetulan pada saat itu Baghdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau mulai dengan belajar menghafal Al-Qur’an, kemudian belajar bahasa arab, hadits, sejarah Nabi  dan sejarah sahabat serta para Tabi’in.

          Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Bashra untuk beberapa kali, di sanalah beliau bertemu denga Imam Syafi’i. Beliau juga menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di antara guru beliau yang lain adalah Yusuf Al-Hasan bin Ziad, Husyaim, Umair, Ibn Humam dan Ibn Abbas.

          Imam Ahmad bin Hambal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits kecuali hadits-hadits yang sudah jelas shahihnya. Oleh karena itu, akhirnya belliau berhasil mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama Musuad Ahmad Hambali. Beliau mulai mengajar ketika berusia 40 tahun.

          Pada masa pemerintahan al-Muktasim – Khalifah Abbasiyah – beliau sempat di penjara, karena sependapat dengan opini yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Beliau dibebaskan pada masa Khalifah Al-Mutawakkili.

          Imam Ahmad Hambali wafat di Baghdad pada usia 77 tahun, atau tepatnya pada tahun 241 H (855 M) pada masa pemerintahan Khalifah Al-Wathiq. Sepeninggal beliau, mazhab Hambali berkembang luas dan menjadi salah satu mazhab yang memiliki banyak penganut.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar