Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus
Al-Habsyi
Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
atau nama lengkapnya Al-Habib Muhammad bin Idrus bin Muhammad bin Ahmad bin
Ja’far bin Ahmad bin Zain Al-Habsyi, beliau lahir di kota Hauthah
(khala’Rasyid) hadramaut pada tanggal 20 syawwal tahun 1265 H. Sebelum beliau
lahir ayahnya Al-Imam Al-‘Arif Billah Al-Habib Idrus bin Muhammad Al-Habsyi
telah berpergian ke Indonesia untuk berdakwah. Al-Habib Muhammad tidak sempat
mengenal ayahnya bahkan tidak pernah melihatnya, karena ketika sang ayah wafat
di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat beliau belum lahir. Adapun ibunya Syaikhah
Salamah binti Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Semir (Sumair).
Status sebagai anak yatim tidak
berpengaruh kepada terhadap diri beliau, karena ibunya dengan penuh kesabaran
mendidiknya dan tidak menikah lagi. Di tambah lagi asuhan dan perhatian dari
para pamannya, terutama Al-Habib Sholeh bin Muhammad Al-Habsyi yang menjadi
munshib Al-Habsyi di negerinya, beliau dibesarkan dalam didikan pamannya ini
sehingga mengikuti jalan dan perilakunya.
Sebelum genap berusia tujuh tahun, beliau
telah mulai mempelajari Al-Qur’an kepada mu’allim Ali Syuwa’i pada tempat
pengajian umum di Hauthah. Kemudian beliau menghatamkannya pada Syaikh Ahmad
Al-Baiti, munsyid di kubah datuknya, sayyidina Ahmad bin Zain Al-Habsyi. Dalam
perjalanan menuntut ilmunya beliau mengerahkan seluruh segala kemampuannya
untuk belajar baik ketika masih di Hauthah maupun di berbagai tempat lain di
Hadramaut. Disebagian tempat beliau menetap dalam waktu lama dan di sebagian
yang lain beliau hanya tinggal beberapa saat. Al-Ghorfah, Sewun, Tarim, Syibam
dan Du’an adalah sebagian diantara kota-kota yang didatanginya.
Selain mempelajari Al-Qur’an, sejak kecil
beliau juga belajar ilmu fiqih, hadits, tafsir, tasawwuf, nahwu, sharaf, dan
sebagainya. Di dalam Qurrah al-‘Ain disebutkan, di antara kitab-kitab yang
dibacanya pada pamannya, Al-Habib Sholeh dan pamannya yang lain Al-Habib Abdullah,
adalah kitab Ar-Risalah Al-Jami’ah karya datuknya Al-Habib Ahmad bin Zain,
Bidayah Al-Hidayah dan umdah as-Salik dalam fiqih, Al-Jurummiyah dan
Al-Mutammimah dalam nahwu. Kepada gurunya Al-Habib Abdullah bin Thoha Al-Haddar
Al-Haddad, beliau belajar membaca kitab Fathul-Mu’in, rujukan sangat penting
dalam fiqih syafi’i.
Guru-gurunya yang lain dalam fiqih dan
tasawwuf adalah Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Al-Habib Idrus bin
Umar Al-Habsyi, Al-Habib Idrus bin Abdul Qadir bin Muhammad Al-Habsyi,
Al-Habib Muhsin bin Alwi Assegaf, Al-Habib Hasan bin Husein bin Ahmad
Al-Haddad, dan lain-lain. Di antara semua gurunya yang menjadi syaikh fath
(guru pembukanya) adalah Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.
Sejak kecil beliau sering didoakan dan
diilbas (dikenakan pakaian, yang tujuannya sebagai pengangkatan atau pengakuan)
oleh para alim ulama. Muridnya, Al-Allamah As-Sayyid Abdullah bin Thahir
Al-Haddad mengatakan dalam kitab qurrah Al-‘Ain bahwa, di antara yang mendoakan
dan meng-ilbas-nya adalah Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr seorang ulama
terkemuka. Banyak gurunya yang telah melihat kelebihannya sejak kecil. Mereka
telah melihat tanda-tanda kewalian pada dirinya.
Tahun 1281 H, pada usia 16 tahun beliau
menunaikan haji untuk pertama kalinya dengan menaiki kapal dagang yang menuju
ke Jeddah. Setelah itu kembali ke negerinya, Hauthah. Tetapi hanya beberapa
bulan berada di tengah-tengah keluarganya, setelah itu belaiu kembali lagi ke
Hijaz untuk menunaikan haji yang kedua, setelah musim haji selesai beliau tidak
pulang melainkan menetap di Haramain dan menimba ilmu kepada para ulama.
Di antara para gurunya di Haramain adalah
sayyid Fadhl bin Alwi bin Alwi bin Muhammad bin Sahl maulad Dawileh (yang kemudian
menjadi tokoh habaib di Turki, Al-Allamah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti
syafi’I di Makkah, Al-Allamah Sayyid Umar bin Abdullah Al-Jufri, dan Al-Allamah
Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-‘Azab, beliau juga mendalami tajwid kepada
sayyid Muhammad An-Nuri.
Kemudian takdir Allah menentukan beliau
untuk pergi ke India, tetapi karena hatinya merasa tak tenang tinggal disana
akhirnya beliau menuju singapura dalam perjalannya di jawa. Selama beberapa
tahun beliau tinggal di Jakarta menggeluti perdagangan di samping belajar
kepada Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Muhammad bin Hamzah Al-Attas, Al-Allamah
Al-Habib Umar bin Hasan Al-Jufri dan sejumlah tokoh ulama lainnya.
Demikianlah terus berlanjut sampai Allah
melimpahinya cahaya ilmu dan kewalian yang membuatnya terkenal dimana-mana,
maka berdatanganlah orang-orang yang ingin belajar dan mendapatkan manfaat
darinya dari berbagai tempat di antaranya Al-Habib Muhammad bin Ahmad
Al-Muhdhar, Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Al-Habib Thahir bin Alwi
Al-Haddad, Al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf.
Ahklak dan budi pekertinya sangatlah
baik, beliau adalah seorang yang pemurah dan berkasih sayang terhadap orang
lain, apalagi kepada orang-orang yang lemah, apa-apa yang Allah berikan
kepadanya tidak segan-segan beliau memberikannya kepada siapa saja yang
mendatanginya, beliau seorang yang murah senyum, lemah lembut tutur katanya dan
sangat baik sambutannya, itulah perangainya meneladani perangai datuknya, Nabi
Muhammad SAW. Setiap orang yang duduk di sampingnya akan merasa bahwa
dirinyalah yang paling dicintai dan dipilihnya sebagai sahabat karib.
Ayah bagi orang miskin
Apabila ada orang bertamu kepadanya,
beliau selalu bertanya tentang hal-ihwal anak-anak dan cucu-cucu orang
tersebut, demikian juga dengan tamu dari luar kota, beliau menyambutnya dengan
ramah dan senang hati, bahkan apabila yang datang fakir miskin, beliau
memberikan ongkos pulang disertai hadiah untuk anak-istrinya. Inilah kebiasaan
selama hidupnya. Rumahnya selalu terbuka untuk para tamu dan pernah kosong dari
mereka. Terlebih lagi fakir miskin yang tidak mempunyai penghasilan yang
menentu mereka menginap dirumahnya.
Anak-anak yatim yang dipelihara olehnya
menilainya lebih baik dari ayah-ayah mereka karena beliau menyamakan mereka
dengan anak-anaknya sendiri dalam memberikan pakaian, makanan, minuman dan
tempat tidur. Ketika anak-anak yatim itu telah besar beliau juga
mengurus perkawinan mereka dam memberikan apa-apa yang mereka butuhkan. Tidak
mengherankan apabila dikatakan bahwa beliau adalah ayah bagi anak-anak yatim
dan orang-orang miskin.
Beliau pun sangat dicintai oleh
masyarakat umum maupun kalangan khusus, beliau selalu mendamaikan pihak-pihak
yang bertengkar walaupun masalahnya besar dan sulit dapat beliau selesaikan
dengan baik. Di antara amal jariyahnya adalah pembangunan masjid di purwakarta,
Masjid Ar-Raudhah di jombang, dan lain-lain. Beliau juga adalah perintis
penyelenggaraan haul para wali Allah dan orang-orang sholeh. Dialah yang
pertama kali mengadakan haul Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad yng
terkenal di kota Tegal. Beliau juga banyak berziarah ke tempat bersejarah,
makam para wali dan orang-orang sholeh dan kegiatan itu pula diikuti oleh
khalayak ramai. Semasa hidupnya beliau rajin berdakwah ke beberapa daerah,
dalam perjalanan dakwahnya beliau tidak pernah menginap di hotel atau
tempat penginapan lain, melainkan di rumah salah satu seorang habib.
Pada setiap hari kamis bulan Rabi’ul
Awwal, beliau mengadakan pembacaan maulid Nabi seperti yang dilakukan oleh
gurunya Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi di Sewun. Beliau
melaksakannya di daerah jatiwangi dekat Cirebon. Lalu memindahkannya ke Bogor
sampai timbul rintangan-rintangan dan fitnah dari orang-orang yang dengki.
Kemudian beliau memindahkannya lagi ke Surabaya dengan bantuan kapten Arab dari
keluarga Boubseith. Demikianlah hal itu berlangsung terus sampai beliau wafat.
Sepeninggalnya yang meneruskan adalah Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi di
Jakarta di sekolah jamiat kheir, setelah meminta izin kepada para pengurusnya.
Maulid ini berlangsung terus sejak tahun 1338 H/1920 M sampai tahun 1355 H/1936
M (17 tahun). Ketika Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi membangun masjidnya
di Kwitang ia pun memindahkan gelaran maulid ke masjid itu pada tahun 1356
H/1937 M.
Menjelang wafatnya, Habib Muhammad
menyampaikan wasiat, “Aku wasiatkan kepada kalian agar selalu ingat kepada
Allah SWT, semoga Dia menganugerahkan keberkahan kepada kalian dalam menegakkan
agama terhadap istri, anak, dan para pembantu rumah tangga. Hati-hatilah,
jangan menganggap remeh masalah ini, karena seseorang kadang mendapat musibah
disebabkan orang-orang yang dibawah tanggungannya yaitu istri, anak, dan
pembantu. Sebab, dia adalah pemegang kendali rumah tangga.”
Beliau wafat pada malam rabu 12 Rabi’uts
Tsani 1337 H di Surabaya, dimakamkan pada waktu Ashar hari Rabu. Yang mengimami
shalat jenazah tokoh besar ini adalah tokoh besar juga yang sekaligus juga
menantunya Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar