Sabtu, 27 Juli 2013

PUISI ROMANTISME NEGERI MINYAK

Ali Akbari

Perempuan Malam


perempuan dengan senja di lehernya
sendiri merangkai-rangkai malam
tanpa rembulan
menerawang masa silam bunga
ketika dara masih lantang tertawa
dengan whisky di tangan dan lelaki pemuja
tubuh sintal itu menari sebagai ikan; telanjang
kini musim bungapun usai
perempuan sebagai kembang layu; tercampakkan


































Ali Akbari
Dermaga


engkaulah dermaga itu
dan di situlah kelak kapalku berlabuh
gelombang mana lagi hendak mengusik perjalananku
sedang badaipun telah menjadi sahabatku
kini kupasrahkan saja perahuku
pada angin laut kemana membawaku
dan aku tak lagi takut
pada gigi-gigi ombak yang siap menerkamku



































Ali Akbari
Perahu


akulah perahu yang tak pernah letih mengembara
jiwaku layar-layar berkibaran
mengucap salam bagi pulau-pulau yang bakal kusinggahi
walaupun laut,
walaupun gemuruhnya dan taufan iri melihatku
aku akan terus melaju
jikapun aku harus mati di dasar laut, aku akan bangga
sebab matiku tak sia-sia
tubuhku akan ditumbuhi rerumputan
dan jadi sarang
bagi ikan-ikan yang bakal menetaskan telurnya
































Ali Akbari
Catatan Perjalanan


seperti kereta api yang meluncur
entah di stasiun mana akan berakhir,
perjalanan usiaku

seperti air sungai yang mengalir
entah di muara mana akan berakhir,
air mata ini

detik-detik yang merintih
kucoba menjala nasib
selembar harapan
berakhir di tong sampah































Ali Akbari
Lagu Kematian


lari, Nang, lari!
melangkahi matahari
mengejar jejak angin subuh yang hilang
sambil mengusung mayat diri
meneriakkan kata-kata di sepanjang jalan
tak letih juga,
mengeja peta kota-kota mati
pada sungai air mata, kau basuh nasib yang kusam
o alangkah perihnya kehidupan
harapan dan impian yang teraduk
membaringkan nurani
manusia tinggal kerangka































Agus Supardi
Siluet Tanah Kelahiran


telah kutinggalkan kota
dan kupilih tempat peristirahatan bagi jiwaku yang lelah
putus asa dan kecewa telah kuwakilkan pada buih
dan obat anti biotic
sebab telah kuduga sejak semula
akan jatuh lagi air mata yang lebih dingin
membasahi kampungku
aku akan kalah lagi; jatuh dan terlindas
atau aku akan jadi roda atau mesin atau rem yang telah aus
sebelum buldoser itu meratakan tanah kelahiranku
sebelum cerobong asap itu menghanguskan mimpi kanak-kanakku
ingin aku tafakur dan berdoa
sambil kuteteskan air mata. Sambil kuteteskan air mata!
tanda berkabung bagi tanah kelahiranku





























Ali Akbari
Balada Perempuan Kallar*


tak ada pesta atas kelahiran bayi perempuan Kallar
angin kering meniupkan bau kemiskinan
menggetarkan dada dan kuduk sang ibu
: emas kawin yang melilit leher, sorot mata garang sang suami
  dan kutukan para dewa
dengan hati yang luka,
digerusnya segenggam biji oleander—getah beracun itu
lalu disuapkan kepada permata hatinya
“Anakku perempuan,
inilah cinta ibu yang teramat dalam”.
sambil didekapnya erat-erat sang jabang
hingga gelinjang kematian merasuk dalam pori-pori
o matahari Kallar, meretakkan tanah-tanah
meretakkan peradaban!


1988
*) Kallar : nama sebuah distrik suku Tamil Nadu di India

























Ali Akbari
Song For Solitude


ceritakan lagi padaku, katamu
tentang pujangga yang bersanding dengan raja-raja
sambil mendendangkan seloka dan syair pelipur lara
juga mantra persembahan para dewa
tapi secawan anggur tak sanggup menghapus dahagamu yang purba
sedang perih luka yang kau peram berabad lamanya
lebur bersama kilauan bintang-bintang

—lidah keluh
    tenggorokan tersekat
    kaku

dan kinipun kita tersadar
ditengah hiruk pikuk lalu lintas yang berseliweran
dan sumpeknya aroma politik yang saling menghimpit
dan menikam
sedang kota yang centil dan rajin berdandan
terus berlenggang dan terus berlenggang

—masih pentingkah arti sebuah kemenangan
    sedang mengalahkan tidak harus dengan saling membunuh

nyanyikan lagi untukku, pintamu
sebait puisi cinta yang mendayu-dayu
agar tuntas sudah dendam asmara
yang menindih dadaku

—dalam bayanganmu
    sepasang kekasih asik mansyuk berdansa
    dalam buaian sinar rembulan













Ali Akbari
Ritus Pengantin


kasihku, pengantinku
kita serahkan saja semua pada musim kali ini
ketika langit pasrah dan tanah basah oleh air mata
—dengan tanganku yang legam ditempa cuaca
akan kita bajak bersama
ladang-ladang persemaian di bumi asing
tempat kau taburkan benih cinta kasih yang putih

kasihku, pengantinku
akan kita bangun bersama
rumah persinggahan di negri asing
beratapkan rumbia dari helaian rambutmu
sedang tihangnya dari tulang rusukku
bunga-bunga bermekaran di taman hatimu

kasihku, pengantinku
akan kita tempuh bersama, perjalanan tanpa peta
menelusuri semak belukar, lembah dan rawa
—peradaban yang dibangun dan dihancurkan manusia
usah kau risaukan lagi jalan kembali

kasihku, pengantinku
akan tiba juga saatnya
ketika daun jatuh dan bunga-bunga berguguran
seribu malaikat menghantarkan pengantin pulang
ke kampung halaman abadi
dan mempelai itu adalah kita!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar