Sabtu, 27 Juli 2013

PUISI ROMANTISME NEGERI MINYAK

Acep Syahril 1

Koruptor + Tai


di atas kloset tanpa mengetuk pintu dia masuk
ke dalam dirinya seseorang sejak tadi menunggu
untuk bercakap-cakap di sebuah ruang tak
ber air condition sejuk aman dan dia sulit
membayangkan betapa nyamannya di dalam
tapi sayang dia jarang pulang

selesai ngeden dia kembali ke dalam sejenak
hidungnya terganggu oleh tainya yang meleset

bukankah ini bau taimu yang sama dengan
bau tai mereka lagi pula mengapa kau cemaskan
fikiranmu ingin tampil dengan tai yang berbeda
dan lolos cek tai dari pemeriksaan sebuah lembaga

lalu dia geremet kepalanya membayangkan
tai yang encer dan kelam biji kedele dari
tempe kangkung dan bayam dari puluhan juta
burit yang seringkali gagal dicerna

lagi pula mengapa kau cemaskan fikiranmu
bukankah tak ada cakar ayam gigi tetanggamu
atau biji besi dari taimu untuk dijadikan
barang bukti

selesai ngeden dia merasa malu ketika
seseorang itu semakin banyak tau tentang
dirinya selain makanan yang dia konsumsi dan
kloset tempatnya membuang tai menjadi fokus
percakapan

mengapa kau cemaskan fikiranmu bukankah kloset
dan tai tak boleh dihadirkan untuk jadi saksi

sekali lagi dia geremet kepalanya sambil
membayangkan anak-anak dan istrinya yang selalu
ingin tampil beda dengan rumah serta perhiasan
dan pasilitas mewah yang mereka punya tiba-tiba
berubah jadi hewan buas yang perlahan-lahan
menggerogoti daging serta akal fikiran mereka

mengapa kau cemaskan fikiranmu
bukankah semua itu hanya bagian dari gaya
hidup yang juga dimiliki para penyidik
pimpinan sidang atau hakim yang senantiasa
tersenyum padamu

selesai ngeden dia kembali kedalam tapi
kali ini dia dikejutkan oleh wajahnya sendiri
yang tampak tak utuh di tembok kramik serta
kemaluannya yang mulai terhalang oleh lemak
yang kian mumbung di perutnya

mengapa kau cemaskan fikiranmu bukankah
keberanian dan ketakutan adalah pilihan
dan resiko yang akan menentukan jalan ke depan

kembali dia geremet kepalanya dan membayangkan
wajahnya muncul di televisi dan di koran-koran
yang kemudian menghambat proses pelepasan
tainya dengan posisi yang tidak nyaman di atas
kloset serta tarikan nafas yang mulai tersendat
membuatnya ingin selalu dekat pada seseorang
tadi dengan bertanya apa yang harus kulakukan
mengapa kau cemaskan fikiranmu
padahal kau tak pernah mencemaskan
kepiawaianmu menculik angka-angka dari sumber
keringat dan darah serta menculik waktu yang
tak mungkin bisa kau kembalikan seperti semula
atau menculik kata-kata yang kau kira bisa
bikin semua orang percaya

pulanglah

sering-seringlah pulang ke rumahmu ini sebelum
kau benar-benar pulang cuma membawa daging
busuk dan tai


Indramayu, 2007










Acep Syahril
Negeri Yatim
:wiji thukul wijaya


di rumahmu yang sumpek itu tanpa basa basi kita
saling mentertawakan diri sendiri kau tertawa
melihat telapak kakiku yang lebar aku juga tertawa
melihat mata dan gigimu yang maju nanar
leak karib yang mempertemukan kita cuma tertawa
lalu kau perkenalkan sipon istrimu padaku aku serius
menyambut uluran tangannya tanpa tawa karena aku
tau kau terus mengawasi hatiku yang menggoda
setelah itu kita mulai cerita dan tak banyak bicara
soal sastra tapi sedikit menyinggung tentang negara
kau bilang hidup di indonesia seperti bukan hidup
di negara kita lalu ku bilang kalau saat ini kita
hidup di negeri yatim yang sudah lama di tinggal
mati bapak sedang ibu pergi menjadi angin
kau cuma mengangguk-angguk tapi dari dialekmu
yang gagap dan cadel itu kau seolah memeram amarah
kau bilang ibu kita yang angin itu telah di kawin
paksa lelaki kejam dan tiram
dia sering kali mengirim tentara polisi dan
mata-matanya untuk menghabisimu serta teman-teman kita

mereka tidak lebih jantan dariku
mereka seperti sudah kehabisan akal bahkan tak
punya waktu berpikir untuk mengatasi persoalan
bangsanya selain menggunakan fisik kekuasaan
dan senjata menculik atau kalau bisa membantainya
mereka sungguh tak punya malu sayang ibu kita
cuma angin katamu

sejenak kita terdiam tapi aku membaca siratan kecewa
di gelisahmu tentang pilih kasih orang tua kita
yang lebih berpihak pada penghianat maling dan
pecundang itu karena mereka adalah asset hidup yang
bisa dijadikan pemuas nafsu para penegak hukum

dan aku juga bercerita banyak soal saudara-saudara
kita yang dikejar-kejar polisi karena mencuri ayam
atau jemuran tetangganya lalu kaki atau paha mereka
dibolongi timah panas kalau tidak digebugi sampai
sekarat dengan interogasi gaya kompeni


di luar matahari tegak berdiri di dalam kau tengkurap
di amben bambu pringgati aku duduk di sofa bodol
kempes yang kondisinya seperti saudara-saudara kita
yang kurang gizi sembari cerita kalau kemarin
aku baru saja berkelahi dengan polsuska distasiun
balapan solo seusai baca puisi di gerbong eksekutif
karena meraka kira aku sedang demonstrasi atau sedang
menghasut orang untuk menentang kejahatan penguasa
di negeri ini setelah sempat pukul-pukulan aku lari
karena aku tau ibu kita cuma angin sedangkan mereka
tak punya hati lalu kau tertawa dengan mata terbenam
dan mengingatkan agar aku jangan lagi ngamen puisi
di depan polisi

tak terasa di luar matahari makin miring ke kiri
sementara kita masih ingin menuntaskan rindu
untuk bicara apa saja tentang negara dan berencana
mencari kuburan bapak yang entah dimana serta
menunggu belaian ibu yang hanya terasa kelembutannya

ah kita benar-benar yatim katamu
dan sebelum matahari benar-benar pergi aku pamit dengan
harapan kita bisa bertemu dan saling mentertawakan diri
lagi membacakan puisi dengan leluasa di hadapan ibu
tapi kuperhatikan kau tercenung lama seperti ada
sisa kecewa yang belum juga bisa kau terima atas siksa
yang pernah kau rasa dari kepal tinju para penindas
dan hantaman popor senjata kaki tangan penguasa lalu
dengan arif kujagakan kediamanmu serta meyakinkan
kalau suatu saat ibu kita yang angin itu akan
memuntahkan kembali segala bentuk kecurigaan dan
tuduhan serta pidato pediti politik atau ceramah
cerimih mereka lalu kata-katanya berubah jadi hewan
buas menakutkan yang akan mencabik-cabik mulut mereka
dan senantiasa mengusik setiap upacara pagi apel bendera


Solo, Tegal, Indramayu 1993-2003









Acep Syahril
Surat Cinta Dari Sangkakala


ya allah
telah kami terima surat cintamu
tertanggal hari ini yang dikirim peniup
seruling sejati diantara kealfaan dan keasyik
masyukkan kami surat cinta yang engkau
tulis dengan tinta biru sebagai tanda kasih
dan maha sayangmu surat cinta yang begitu
panjang menegangkan yang engkau tulis tak
sampai dalam satu tarikan nafas membuat kami
terus menangis terisak tersedu membaca gugusan
kata-kata hancur berserak dengan tubuh dan
nyawa terlunta-lunta

surat cinta yang bercerita tentang tanah
darat laut udara sebagai ungkapan rindumu
yang membuat kami malu kami tau inilah
surat cintamu yang telah engkau janjikan itu
dan telah kami terima saat mata hati dan
perasaan kami menjauh fana

ya allah
inikah surat cintamu dengan segala keputusan
yang harus kami terima selain bencana korupsi
yang nyaris membuat kami hilang akal dan putus
asa surat cinta yang kertasnya lembab di tangan
kesedihan tak berkira dengan torehan luka
maha dalam

surat cinta yang bercerita tentang hujan
dan panas surat cinta yang bercerita tentang
air berwajah beringas dengan lidah api dari
laut lepas surat cinta yang bercerita tentang
gunung abu dan batu-batu ganas surat cinta
yang bercerita tentang tanah pasir dan lendir
panas surat cinta yang bercerita tentang
angkasa dan burung-burung meranggas surat
cinta yang bercerita tentang pohon-pohon dan
akar yang dikelupas dan surat cinta yang
bercerita tentang tanah rumah nyawa yang
hilang nafas



ya allah
inikah surat cintamu yang penuh cemburu itu
yang dikirim peniup seruling sejatimu disaat
kami lupa mengingat dan merayumu surat cinta
yang memang sepatutnya kami terima sebagai
bukti bahwa kau benar-benar maha mencintai
sementara kami berpaling dari kemaha asih
dan sayangmu

ya allah
maafkanlah kami yang telah berselingkuh dari
kemaha setiaanmu dan berpaling ke cinta yang
tak kau ridhoi dengan mencuri memamah hak dan
daging saudara sendiri menabur fitnah hasut dan
saling ingin menguasai tanah sekerabat sedarah
seurat tanah yang kau ciptabentang tegakkan
urat yang kau sebarsuburkan dan darah yang kau alirhidupkan telah
kami rusak dengan saling
mencacah menumbuk penuh takabur dengan kekuatan
keangkuhan kerakusan dan keserakahan
tapi kini apa yang kami cintai itu telah
engkau ratakan dengan tanah harta tahta
dan dunia berubah runta darah daging dan
tulang membusuk dimana-mana
sekarang kami tak tau di mana ayah di mana
ibu di mana anak di mana adik di mana kakak
di mana ipar di mana keponakan di mana
saudara famili kerabat dan handai taulan
di mana di mana di mana yatim kan kami titipkan

ya allah
hari ni kami baru sadar akan jalan pulang
setelah membaca surat cintamu yang panjang
menegangkan surat cinta yang mengingatkan kami
untuk bertandang menemu cahya menemu gulita
menemu alfa menemu cinta yang mengajarkan
kami untuk pulang ke bilik ke latifa
ke bilik ke sadik ke bilik baqa

ya allah
ampunilah kami hamba-hambamu yang tak punya
malu ini ampunilah ampunilah ampunilah
kami ya allah


Pringkasap, Indramayu, 28 Desember 2004

Acep Syahril
Pulang*
: hamsad rangkuti


akhirnya kau pulang juga kawan
meninggalkan malam meninggalkan siang meninggalkan
sedih meninggalkan riang yang senantiasa mengajarkan
pergi mengaji waktu mengaji akal mengaji daging
mengaji darah mengaji rasa mengaji nyeri dan
mengaji janji dulu kau sering membilang pulang
tapi sesungguhnya kau tak pernah benar-benar pulang
kau hanya pulang menempati gudang makanan tidak
pulang bercermin di ruang paling dalam hari ini
kau benar-benar pulang kawan menitip letih ke sunyi
menitip gelisah ke istirah semestinya dulu kau
tidak membilang pulang kawan jika hanya ingin pergi
ke rumah semestinyalah dulu kau tidak membilang
pulang kawan jika akhirnya kau akan pergi lagi
padahal pulang sesungguhnya bercermin berkaca pada
hati nurani padahal pulang sesungguhnya menemu
diri sendiri setelah itu mati akhirnya kau pulang
juga kawan setelah bosan pergi ke rumah setelah
jenuh mencari denah setelah bosan pergi ke tahta
setelah jenuh mencari harta setelah bosan menggandeng
raidah samsiar sundari dan nurjanah dulu
berkali-kali kau katakan pulang tapi kau pergi lagi
sesungguhnya dulu kau tak pernah benar-benar
pulang tapi hanya mencipta banyak luka hati
kemana-mana kau katakan pulang lalu esoknya kau
pergi lagi dan sekarang kau benar-benar pulang
dan tak kan pernah bisa pergi lagi kawan!


Jakarta, bandung 1999-2005
*sajak ini belum sempat dibacakan di upacara pemakaman











Acep Syahril
Dolly Maribaya Keleju
dan Pasar Kembang
: dari kamar reni


puisi lagi kata kalian
bosan karena tak seperti penyanyi dangdut
yang menyebut nama pak lurah pak kepala desa
bong supit pak kumis tukang sate kambing atau
juragan buah pala

tapi tenang dulu teman-temanku sayang di sini
ada namamu nama kalian nurbaiti kasini
kokom dewi dan endang yang sejajar dengan evita
peron meski nasibnya lebih baik dari kalian
yang sukses memutar pusar lelakinya dalam
kelambu politik argentina tapi di sini kalian
juga lebih terhormat karena bukan pencuri rakyat

sekarang mari kita belajar dari kelalaian
dan kebodohan jangan takut hidup miskin jangan
takut hidup dalam kekurangan dan jangan takut
hidup di bawah tekanan kekuasaan kalau pun
kalian sudah terlanjur tinggal di sini biarkan
orang-orang bermimpi tentang ranjang dan birahi
biarkan orang-orang bercermin pada kebenaran
hatinya sendiri dengan tetap menjaga ideologi
keperempuanan kalian dan menjaga keinginan liar
dari kekecewaan serta angan-angan yang berada
di atas kemampuan

tenanglah teman-temanku sayang aku datang dengan
puisi yang akan memberi setikit jalan meski
tidak terang tapi aku yakin kalian sudah
terbiasa dengan kegelapan dan sangat paham mana
yang lubang dan mana jurang dalam

jadi kumohon izinkan aku baca puisi
nanti malam kalau kalian tak termasuk dalam
daftar pesanan kita akan berbagi cerita tentang
segala hal tapi ajarkan aku tentang kekecewaan
dan keputus asaan agar aku bisa menjaga
keperkasaanku sayang


Keleju, Pekanbaru 1992
Acep Syahril
Bajingan


inilah sajakku
sajak yang kutulis atas nama pertentangan dan
kalian takkan mau memuatnya* karena tak sublim
dan tak berestetika sajak yang ditulis berdasarkan
pengalaman kemerdekaan dari jalan-jalan sajak
yang kumuntahkan begitu saja yang kubacakan di
hadapan para petani penumpang kereta kelas kiri
penumpang bis dengan keringat bau terasi atau
di depan para preman terminal di pelabuhan dan
di lokalisasi mereka sangat senang dan menikmati

pahamilah kalau aku bukan penyair tapi hanya
seonggok daging anyir dengan darah basi untuk
mengingatkan kalian yang tergelincir atau
menggelincirkan diri seperti mencuri uang rakyat
korupsi koruptor babi memperkosa hak segala
rakyat yang harus dihormati menipu mengiming-
imingi rakyat kedudukan kekuasaan dan kepentingan
diri sendiri dan hari ini kalian kuingatkan
seburuk-buruknya sajak sejak lama dia menyimpan
dunia dan nilai yang bisa kalian jadikan
cermin tidak seperti kaca di bupet atau
almarimu yang hanya memantulkan rupa hantu
kampret

inilah sajakku
sajak kacang goreng sajak goreng ubi sajak sambal
terasi sajak sakit gigi dan sajak orang sakit hati
tapi sajakku tak seperti kalian yang merasa hebat
dengan senjata memopor muka orang tanpa merasa berdosa
menembaki orang dengan alasan sesuai prosedur karena
merasa jadi penguasa besar kepala suka meremehkan
dan merendahkan orang sombong angkuh takabur tinggi
hati tak tau diri skizofrenia
bajingan

Yogyakarta, Jambi, Jakarta, Indramayu, 1987-2007






Acep Syahril
Mandi Demokrasi


di panggang gunung kidul ini ada sebuah jurang batu
luweng kera namanya luweng itu tempat pembantaian
dan pembuangan orang-orang partai komunis indonesia
termasuk saudara-saudara bapak dan saudara ibu
temanku yang dituduh terlibat dan sekarang dia
bersama bapak ibunya tinggal di desa ini dagang sembako
setiap sore kami mandi bareng dengan warga lainnya
di telaga gandu yang butek airnya laki perempuan
anak-anak orang dewasa orang tua sapi kambing dan
anjing tak ketinggalan kami mandi demokrasi di sini

sementara mahasiswa mahasiswi yang kkn memilih mandi
di petoyan yang airnya jernih sejernih kulit mereka
dan sok belajar makan thiwul tapi karena tak biasa
perut mereka terasa panas lalu diam-diam mereka jajan
tongseng kang sadi
melihat cara mandi dan menu makan kami mereka hanya
geleng-geleng kepala padahal sejak lama kami telah
menikmatinya untuk itu jangan beri kami solusi kalau
hanya dalam bentuk skripsi apalagi kalau skripsinya
dapat beli

di panggang gunung kidul ini banyak orang kota datang
dengan gaya borjuasi mereka nginap di rumah pak camat
kadang anak-anak melempar pandang penuh keheranan
dan mereka membalas dengan bangga serta senyuman
malamnya kami disuruh kumpul mendengarkan obrolan
birokrat sambil makan ubi jalar yang tumbuh subur
di atas gundukan tanah kuburan mereka bilang rasanya
renyah serenyah hidup kami yang mandi demokrasi


Panggang, 1986-2007










Acep Syahril
Sajak Bebas


sajak ini sejak lama telah kehilangan nilai puitika
estetika dan sublimatika sebab dengan nilai-nilai
keindahan dan kehalus-lembutan tidaklah menjadikan
seseorang seperti penguasa penindas dan koruptor
akan tersentuh hatinya apalagi merasa malu dan
introsfeksi sebaliknya akan membuat mereka ambisi
untuk menindas menghidup-suburkan pencuri
jadi inilah sajak terang benderang seperti bendera
dikibas angin di udara terbuka merdeka sajak tanpa
tawar menawar bebas dan sebebas-bebasnya memilih kata
tidak seperti kalian yang memilih cara bergaya demi
mengelabui diri sendiri atau orang lain untuk
menutupi kebodohan kebobrokan nilai pribadi yang telah
menghisap-sedot-habisi darah rakyat sendiri
inilah sajak bebas tanpa alamat surat pedas untuk
para penghianat yang tidak akan pernah hilang tujuan
selama saudara-saudaraku terancam oleh penyelenggara
kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat serta
penderitaan yang mereka sandang akibat baju demokrasi
yang dilipat


Yogyakarta 1989




















Acep Syahril
R  u  g  i


raidah pergi ke sungai ke darat
menjemur pakaian ke keramaian ke rumah
belum juga pulang
waska pergi ke huma ke surau membeli iman
kekeramaian dan ke rumah belum juga pulang
bujang pergi ke sekolah ke kampus membunuh
kealpaan dan ke rumah belum juga pulang
raidah waska dan bujang pergi tapi belum
juga pulang-pulang

sorenya raidah pergi bertandang membawa-bawa
cermin yang ada wajah tetangganya dan membawa
badannya ke rumah tapi belum juga pulang
sorenya waska pergi tahlil mengirim doa pada
ruh orang lain dengan bayang-bayang kematian
dia bawa kakinya ke rumah tapi
belum juga pulang
sorenya bujang pergi kencan dengan pacarnya
bercerita rahasia cinta dan membawa harapan
masa depan ke rumah tapi belum juga pulang
raidah waska dan bujang pergi tapi belum
juga pulang-pulang

malamnya raidah pergi tidur melepas
fikirannya bertualang entah kemana
belum juga pulang
malamnya waska pergi tidur melepas
banyak beban
dan kadang memetik harapan dengan
tangan hampa belum juga pulang
malamnya bujang pergi tidur mengistirahatkan
kerja otak kecilnya memberi ciuman pada
kekasihnya belum juga pulang
raidah waska dan bujang pergi tapi belum
juga pulang-pulang

paginya raidah waska dan bujang mati
mereka benar-benar lupa jalan pulang


Indramayu, 2006


Acep Syahril
Setelah Perjumpaan Ini
(bersama thukul dan leak)


setelah perjumpaan ini aku tak tau seberapa
lama lagi kau bisa mencium aroma matahari
selain wangi popor senjata atau amis sepatu
serdadau wagu yang tak mengerti cara bersenda
setelah pertemuan ini aku tak tau seberapa
lama lagi kau bisa mencium aroma bintang-
bintang selain amis keringat pecundang atau
bau busuk nafas mata-mata yang mengendap-endap
di sekitar persembunyian kita kawan setelah
perjumpaan ini aku tak tau seberapa lama
lagi kau bisa mencium aroma bulan selain
pantul cahaya 500 watt dalam ruang 2 x 2
dengan kata-kata jorok dan memotong-motong
70 juta sel syaraf di kepalamu setelah
perjumpaan ini aku tak tau seberapa lama lagi
kau bisa menyentuh anak dan membenamkan diri
di tubuh istrimu selain bau kedzaliman potongan
urat nadi suntik mati amunisi yang menembus
tengkorak kepalamu atau krematorium nyanyian
babi

setelah perjumpaan ini aku tak tau bagaimana
nasibmu kawan


Solo, Jakarta, Indramayu 1994-2004













guru yang tak mengerti bumbu dapur

guru kami ada karena dibutuhkan negara karena negara menginginkan
rasa aman lalu guru kami belajar memahami dan menyelesaikan tiap
persoalan tapi kadang mereka lupa bumbu dapur seperti kemiri buah pala
bunga lawang laos dan kapolaga mereka tau kembang gula tapi tak
faham logika padahal kami lebih menginginkan daun mengkudu karena
sejak dulu kami cuma minta dikirim keadilan tapi selalu saja mereka
paketkan kecemasan akhirnya kami marah pada negara tapi anehnya
negara malah mengirim kami ke penjara sungguh sebenarnya kami
bingung karena guru kami kenyataannya tak pernah mengajarkan kami
untuk memiliki rasa aman dan sejak itu kami tak mau celaka seperti guru

2011








guru kami berkepala batu

guru kami tergolong istimewa dia diangkat oleh presiden untuk
menjalankan roda pembangunan meski sebenarnya guru bukan
pembuat roda yang baik tapi presiden tetap mengangkatnya padahal
roda bikinan guru seringkali gagal membawa gerbong sampai ketujuan
dan seringkali membuat saudara-saudara kami cidera atau menemu
kematian namun guru selalu menganggap kalau itu bukan kesalahannya
tapi lebih pada human eror atau kesalahan teknis malamnya guru berfikir
dengan sedikit menyelipkan rasa malu namun anehnya guru tidak punya
penyesalan apalagi mundur dari jabatannya sebagai pembuat roda
yang gagal sebaliknya kadang guru ingin tampil seperti seorang satria
bahwa dirinya masih lebih baik dari seorang pembuat batu bata

tak lama kami kembali dihadapkan pada hancurnya gerbong yang
digelindingkan oleh roda buatan guru saudara kami kembali cidera dan
tak sedikit yang menemui kematiannya sementara guru tetap menunjukkan
senyumnya sebagai pahlawan pembangunan dan pembuat roda-roda gila

lalu kami pun bersumpah tak ingin gila seperti guru

2011



guru kami tak pandai berterima kasih

sebagai murid sejak dulu kami tau kalau peluru pentungan borgol sepatu
berikut seragam dan atribut guru dibeli dari darah dan keringat rakyat
sampai kemudian ketika guru belajar berbaris pun tak lepas dari
keinginan rakyat agar guru-guru kami tetap mempertahankan kedisiplinan
serta etikanya sebagai seorang guru tapi sayang guru kami tidak pernah mau
silaturrahmi apalagi belajar tentang matematika ilmu pasti ilmu hukum
ilmu-ilmu sosial fisika dan biologi sebaliknya guru tetap mempertahankan
pelajaran sejarah dan meyakini kekuatan historia kelam para pendahulunya
disitu kami melihat dan merasakan kebrutalan yang diajarkan guru dan
kami juga merasakan adanya ideologi baru dalam diri guru kami dengan memproklamirkan kata bantai dan amankan lalu hampir disetiap
demonstrasi kenaikan gaji menuntut pelaku korupsi perbaikan dunia
pendidikan atau perbaikan nasib rakyat kami temukan peluru yang terbuat
dari darah dan keringat rakyat itu menembus dada dan jantung teman-teman
kami sepatu yang terbuat dari kulit rakyat itu juga ditendangkan ke kepala
teman-teman kami atau senjata yang terbuat dari ideologi rakyat untuk
mempertahankan hidup itu dihantamkan ke wajah ke kepala teman-teman
kami hingga pecah setelah itu teman-teman kami jadi mayat guru kami jadi
pembantai hebat kami jadi sedih demi allah kami tak mau seperti guru
yang tak pandai berterima kasih itu

2001

guru yang buta membaca kitab wanita

kemarin istri guru kamu menangis lagi dia bilang suaminya beli kuku dan
rambut wanita lain tapi kamu bilang guru kamu tak melihat air mata istrinya
kecuali huruf-huruf di tubuhnya menyerupai kitab yang sampai hari ini terus
kamu baca huruf-huruf yang bergerak mengikuti waktu berbatu huruf-huruf
yang terus tersandung ngilu dan malu tapi anehnya guru kamu hanya bisa
mengajarkan cara memakai huruf-huruf itu dan dia tak bisa membacanya
seperti waktu ibunya membaca setiap gerak bibir dan getaran dadanya
kini gerak bibir guru kamu lebih banyak mencari kota diantara tikungan
huruf-huruf purba dengan bahasa tahta yang berdiri di luar air mata
istrinya lalu kamu pun sadar kalau guru kamu tidak hanya pandai mewarnai
kuku para wanita tapi juga pandai memindahkan bermilyar-milyar uang
negara ke aliran darahnya

lalu kamupun ramai-ramai mengankat sumpah tidak akan mengikuti
jalan yang telah dilalui guru kamu

2012

guru yang lupa waktu kelam

kemudian guru menjadi kematian seperti ranting melepas dari dahan lalu
dikirim tetangganya kepembuangan tempatnya bercerita tentang kebuntuan
dan gelap  matahari batas pendengaran dan penglihatan kekosongan
dan kesunyian sempurna tanpa hati dan fikiran untuknya sampai pada
segala keinginan seperti kemarin sebelum dia dipaksa merengkuh kepingan
kelam dan batas sejarahnya membagi dunia

guru yang telah mengajarkanku untuk tidak lupa meraih kepingan kelam
yang bertahun-tahun bangga pada kursi dan kebesarannya yang
bertahun-tahun bangga pada keberanian kehebatannya membalik angka
dan kata-kata kini guru telah menjadi kematian dengan rumah yang
membagi kelam tapi aku tak mau lupa seperti guru yang tak ingat
akan datangnya waktu kelam

2012


guru yang tak pandai menghisap waktu

hampir setiap hari guru mengiris alat kelaminnya demi anak-anak
katanya guru yang sejak lama hidup diantara partikel matahari
tiang-tiang listrik hidrant pembatas jalan atau kaki-kaki jembatan
dengan gairah selangkangannya yang penuh harapan guru yang
selalu mengelabui kelangsungan hidup anak-anak mereka dengan
selimut takdir padahal waktu tak pernah menitipkan kepingan emas
juga ticket ke bagdad tapi guru selalu bercerita tentang sayap
pesawat terbang yang jatuh sama dengan kemiskinan yang dititipkan
tuhan

keesokan harinya guru mengajarkan anak-anaknya tari ballet mereka
berputar-putar dan sesekali mengenjit dalam irama tak sempurna
lalu debu lalu patahan hujan lalu serpihan spion dan pedal becak
yang bergemuruh tak menawarkan apapun kecuali kedamaian
tercermin dalam keinginan mereka guru yang hanya berharap namun
tak pandai menghisap waktu guru yang kini menggantung sisa
kemaluannya di antara deru jarum jam diantara orang-orang yang
menyelamatkan sisa hidupnya sambil menutup wajah dari cibiran
tuhan sungguh aku tak mau hidup miskin seperti guru yang tak
pandai menghisap waktu

2012


guru belia yang tertidur di buku sejarah

guru-guru belia itu hidup dan tertidur di buku-buku sejarah
bangsa lain yang kadang bermimpi dan mabuk lalu keluar dari
ruh sejarahnya sendiri berjingkrakan di diantara erangan musik
yang mengeluarkan bau bangkai gibson tapi aneh guru-guru
belia itu bangga menghisapnya padahal di paru-paru mereka
tidak hanya ada saman kunaun tortor atau krinok yang sejak lama
menidurkan puncak-puncak merapi sabang dan bukit siguntang namun
lucunya guru-guru belia itu kian hari semakin bertambah angkuh
dan bangga menciumi pantat babi sambil menari-nari dengan
mengibarkan keyakinannya dan berucap bangga
kami juga sama pandainya dengan mereka meski hanya dengan
menciplak meniru dan mencuri kehebatan mereka
koplok

guru-guru belia yang hanya bisa menghitung jumlah kancing baju
tapi tak pandai berfikir bagaimana kebudayaan bisa tercipta pada saat
kencing dan buang tinja meniduri bayi atau saat bersenggama

guru-guru muda yang hanya bisa menarik dan menurunkan rosleting
tapi tak pandai berfikir bagaimana ranjang bisa menerangi jagad
raya ah guru-guru belia yang hanya bisa memindahkan tumpukan
batu-bata tapi tak pandai mengasamkan tanah mencetak kembali
kepala syailendra atau jari-jari mpu gandring yang lama membusuk
di paru-parunya

ah guru-guru belia yang silau pada bau bangkai aku tak mau terjebak
seperti kamu yang tak pernah mau menyelami ruh bangsamu

2012  

guru yang menitipkan nomor teleponnya padaku
:murtidjono

di suatu rabu 21 september 1994 guruku yang benar ini pernah
mencatatkan nomor teleponnya di catatan harianku dan dia
berjanji akan menjadi wali pada pernikahanku di tempat dia belajar
berenang dikedalaman warna dan kata yang terlanjur menjadi alat
kekuasaan saat itu

di situ juga dia berjanji akan mengemas jalan-jalan panjang
yang pernah kulalui dan kusinggahi di banyak belahan kota negeri
ini dia bilang itu mahar kesetiaan yang akan dia beri tanda seperti
di nomor teleponnya yang dia catatkan di buku harianku
agar aku bisa mengingat gerak bibirnya diantara lekuk-lekuk angka
yang dia bilang sebagai bahasa rahasia antara kita

sungguh dia benar guruku yang pernah menitip kesetiaan dan makna
persahabatan sungguh dia benar guruku yang tak mau membagi luka
pada orang lain kecuali pada dirinya sendiri yang kuketahui dari
nomor teleponnya saat dia belajar menyetrika agar kelihatan perlente
seperti para diktator itu tapi tidak untuk merampok atau menindas
tetangganya yang kian hari semakin tambah sengsara

2012


guru kami penyanyi palsu

siapapun orangnya pasti punya hobby termasuk guru kami
walaupun suaranya tidak merdu tapi guru selalu nyanyi di kamar mandi
kebiasaan ini sudah jadi hobby dan lazim seperti kamu yang juga sering
nyanyi kecuali pada saat gosok gigi

hobby dan kelaziman seperti ini ternyata juga ada pada teman-teman guru
mereka tidak hanya bernyanyi dengan suaranya yang tak merdu pada saat 
di kamar mandi tapi juga melakukannya pada saat berlangsungnya rapat
atau sidang-sidang yang membahas nasib murid-muridnya dan celakanya
lagi lagu-lagu yang dinyanyikan guru kadang membuat murid-muridnya
sakit hati karena syair-syair lagunya tak cuma kering tapi juga berisi
janji-janji palsu sumpah palsu dan kebijakan-kebijakan palsu seperti
niat dan keinginan guru untuk menjadi penyanyi palsu

2012


guruku orang pandai

akhir-akhir ini aku sering membaca kelainan guru-guruku yang seringkali
memerkan kegelisahannya bahkan salah seorang diantara mereka
menuliskan biografinya disebuah situs yang dia ciptakan dari
keterasingan lalu diapun menulis kalau dirinya seorang pemain silat
handal dan paling disegani di kotanya karena dari tempurung kepalanya
seringkali kulihat makhluk-makhluk aneh berlompatan mengitari kota
kelahirannya serta dari tangannya yang lembut juga telah lahir beberapa
kitab berisikan jenis masakan khas daerah
dari gulai patin tempoyak tahu kentang jamblang sambal uwok sampai
ke pepes jantung pisang tanpa disadari guruku telah mengajarkanku
untuk menjadi orang yang tidak diingat siapa pun kecuali pada
kewajibanku membuat tiang-tiang rumah menanam kacang di halaman 
memperbaiki jalan menuju rumah-rumah warga atau menyatakan cinta
pada tetanggaku yang berani keluar dari sejarah masa lalunya

guruku selalu mengatakan dirinya sangat pandai juga mengatakan kalau
banyak orang terkagum-kagum padanya tapi aku tak pandai mereka-reka
dalam mana hati dengan lautan
aku belajar dari keraguan mereka dan aku juga belajar pada guruku agar
tidak selalu mengatakan bisa diantara orang-orang malas yang tak mengerti
jam berfikir seperti angin yang tak pernah berkata-kata tapi sesungguhnya
mereka telah menyelesaikan banyak pekerjaan dimana-mana

di kota ini guruku tidak hanya pandai melahirkan makhluk-makhluk aneh
di kepalanya tapi juga pandai bernyanyi tentang nasibnya walau tak
sesedih tetembangan baridin guruku hanya pandai menyanyikan lagu-lagu
tentang perjuangannya yang ingin selalu tampil seperti kabul atau figuran
guruku selalu mengeluh karena diare kini aku makin kaya karena guruku
telah mengajarkanku cara untuk menghargai dedaunan dan jendela
yang lebih memilki ruh fotosintesa serta mengatur jalannya udara tak
seperti guruku yang hanya pandai bercerita tentang kota yang ada dalam
dirinya  

2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar