Sabtu, 20 Juli 2013

IMPLEMENTASI METODE KETELADANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH



BAB II
PEMBAHASAN


IMPLEMENTASI METODE KETELADANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH


A.           Arti Penting Guru
“Tidak semua guru penting, bahkan banyak guru yang menyesatkan perkembangan dan masa depan anak bangsa” (E. Mulyasa).
Ada beragam julukan yang diberikan kepada sosok guru. Salah satu yang paling terkenal adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Julukan ini mengindikasikan betapa besarnya peran dan jasa yang dilakukan guru sehingga guru disebut sebagai pahlawan. Guru adalah sosok penting yang cukup menentukan dalam proses pembelajaran. Walaupun sekarang ini ada berbagai sumber belajar alternative yang lebih kaya, seperti buku, jurnal, majalah, internet, maupun sumber belajar lainnya, tetapi guru tetap menjadi kunci untuk optimalisasi sumber-sumber belajar yang ada. Guru tetap menjadi sumber belajar yang utama. Tanpa guru, proses pembelajaran tidak akan dapat berjalanan secara maksimal.
Dengan gambaran tugas dan peran semacam ini, guru atau pendidik merupakan sosok yang seharusnya mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan dengan sungguh-sungguh ilmunya tersebut dalam proses pembelajaran dalam makna yang luas, toleran dan senantiasa berusaha menjadikan siswanya memiliki kehidupan yang lebih baik. Secara prinsip, mereka yang disebut sebagai guru bukan hanya mereka yang memiliki kualifikasi keguruan secara formal yang diperoleh lewat jenjang pendidikan di perguruan tinggi saja, tetapi yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan psikomotorik. Matra kognitif menjadikan siswa cerdas dalam aspek intelektualnya, matra aafektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan matra psikomotorik menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktifitas secara evektif dan sevisien, serta tepat guna. Di sinilah letak pentingnya peranan seorang guru.
B.            Guru PAI sebagai Suri Tauladan
Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukan oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai pengaruh terhada perubahan perilaku peserta didik. Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru.
Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukan oleh peserta didiknya. Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi guru yang professional maka sudah seharusnya ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui jalur pendidikan berjenjang ataupun up grading dan atau pelatihan yang bersifat in service training dengan rekan-rekan sejawatnya. Perubahan dalam cara mengajar guru dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan mengajar sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat segera terdeteksi dan perlahan-perlahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru yang diharapakan akan berpengaruh pada cara belajar siswa, di antaranya sebagai berikut.
1.             Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas dalam mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi kegiatan belajar peserta didik.
2.             Guru hendaknya berperan sebagai pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan menyediakan berbagai fasilitas belajar, pemberi bantuan bagi peserta yang mendapat kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta didik untuk berpikir dan bekerja (melakukan)
3.             Mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru.
C.           Kepribadian Guru dan Kriteria Guru PAI
Keteladanan akan dapat membangun hubungan, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh (Bobbi DePorter).
Dari paparan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa salah satu aspek penting yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi terhadap kesuksesan seorang guru dalam menlankan tugasnya adalah factor kepribadian. Kepribadian yang akan menentukan apakah seorang guru akan menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi para siswanya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan siswanya. Faktor kepribadian akan semakin menentukan peranannya pada siswa yang masih kecil dan yang sedang mengalami keguncangan jiwa.
Sebagai guru Pendidikan Agama Islam maka sewajarnya guru PAI memiliki kepribadian yang seluruh aspek kehidupannya adalah “uswatub hasanah”. Pribadi guru adalah uswatun hasanah. Betapa tingginya derajat seorang guru sehingga wajarlah bila guru diberi berbagai julukan yang tidak akan pernah ditemukan pada profesi lain.
1.             Takwa kepada Allah swt.
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah saw. Menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh mana guru mampu member teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia akan diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.
2.             Berakhlak mulia
Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik.
Yang dimaksud akhlak mulia dalam ilmu pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti yang dicontohkan pendidik utama, Nabi Muhammad saw. Kegiatan mengajar / mendidik sikap guru sangat penting. Berhasilnya mengajar sangat ditentukan oleh sifat dan sikap guru.
3.             Adil, Jujur dan objektif
Adil, jujur dan objektif dalam memperlakukan dan juga menilai siswa dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang harus dilakukan oleh guru. Sifat-sifat ini harus ditunjang oleh penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial budaya yang diperoleh dari kehidupan masyarakat dan pengalaman belajar yang diperolehnya. Jangan sampai guru melakukan sebuah tindakan yang tidak adil, tidak jujur dan subjektif. Tindakan negative semacam ini tidak hanya tidak boleh dilakukan oleh seorang guru dalam kaitannya aktifitas mendidik, tetapi juga ketika sudah dalam kehidupan bermasyarakat.
4.             Berdisiplin dalam melaksanakan tugas
Disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupanDisiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan, belajar yang teratur, serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin adalah bagian dari mentalitas dan kebiasan yang harus dibangun dengan landasan cinta dan kasih saying. Budaya disiplin tidak akan terwujud manakala guru justru sering melanggarnya. Guru harus menjadi teladan sebagai sosok yang dapat dicontoh dalam hal kedisiplinannya.
5.             Ulet dan tekun bekerja
Keuletan dalam ketekunan bekerja tanpa mengenal lelah dan pamrih hal yang harus dimiliki pribadi guru dalam melaksanakan tugasnya sehinnga program yang telah digariskan dalam kurikulum yang telah ditetapkan berjalan sebagaimana mestinya.
6.             Berwibawa
Kewibawaan harus dimiliki oleh guru, sebab dengan kewibawaan proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik, berdisiplin, dan tertib. Dengan demikian kewibawaan bukan taat dan patuh pada peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru.
Kriteria guru ini penting dirumuskan karena peran pendidik yang fital. Pada proses pembelajaran memposisikan guru berperan besar dan strategis, karena itu corakk dan kualitas pendidikan Ilsam secara umum dapat diukur dengan melihat kualitas pendidiknya. Secara umum, tugas pendidik menurut Islam ialah mengupayakan perkembangan seluruh subyek didik. Guru bukan saja bertugas menstransfer ilmu tetapi ia juga yang lebih tinggi dari itu adalah mentransfer pengetahuan sekaligus nilai-nilai diantaranya yang terpenting adalah nilai-nilai ajaran Islam.
Guru memiliki kedudukan yang sangat terhormat, karena tanggung jawabnya yang berat dan mulia. Sebagai guru ia dapat menentukan atau paling tidak mempengaruhi kepribadian subyek didik. Bahkan guru yang baik bukan hanya mempengaruhi individu, melainkan juga dapat mengangkat dan meluhurkan derajat suatu umat. Allah memerintahkan suatu umat agar agar sebagian diantaranya yang berkenan memperdalam ilmu dan menjadi guru (Q.S. 9: 122) untuk meningkatkan derajat diri dan peradaban dunia, tidak semua bergerak ke medan perang.
Guru membawa amanah ilahiyah untuk mencerdaskan kehidupan umat dan membawanya taat ibadah dan berakhlak mulia. Karena tanggung jawabnya yang tinggi itu ia dituntut untuk memiliki persyaratan tertentu baik yang berkaitan dengan kompetensiprofessional, pedagogik, sosial, dan kepribadian. Tentang keempat kompetensi ini, UU guru dan Dosen dn pemerintah telah memberikan rambu-rambunya.
Kemuliaan tugas guru, Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, memberikan syarat kriteria ideal yang harus dimiliki oleh pendidik agar ia dapat menjadi guru yang baik, yaitu 19 Zuhud dan ikhlas, 2) bersih lahir dan batin, 3) pemaaf, sabar, dan mampu mengendalikan diri, 4) bersifat kebapakan atau keibuan (dewasa), dan 5) mengenal dan memahami peserta didik dengan baik (baik secara individual maupun kolektif). Untuk itu, tidak mudah menjadi guru Muslim yang baik. Kepribadian guru harus merupakan refleksi dari nilai-nilai Islam.

D.           Pelaksanaan Metode Keteladanan dalam Proses Belajar Mengajar PAI
1.             Bentuk-bentuk Keteladanan
a.             Keteladanan disengaja
Keteladanan disengaja adalah keteladanan yang berlangsung dipraktekkan oleh pendidik baik melalui perkataan maupun perbuatan yang dapat dijadikan contoh oleh peserta didik. Perkataan pendidik harus sopan dan menggunakan bahasa yang baik, sedangkan perbuatan pendidik harus mencerminkan bahwa pendidik itu memiliki sikap yang baik. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci bentuk-bentuk keteladanan :
1)             Peseta didik berjabat tangan dengan pendidik sebelum dan sesudah pelaksanaan proses belajar mengajar.
Bentuk keteladanan disengaja yang dirancang oleh pendidik cukup bagus. Peserta didik dibiasakan untuk berjabat tangan dengan pendidik sebelum dan sesudah proses belajar mengaajar. Dengan cara ini pendidik berharap, peserta didik akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik dan terbiasa untuk menghormati orang yang lebih tua darinya.
Kebiasaan tersebut mudah-mudahan akan selalu tertanam pada diri peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Memberi tahu cara langsung kepada peserta didik agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan.
Pergaulan zaman sekarang berbeda dengan pergaulan zaman dahulu yang masih mengedepankan norma-norma kesusilaan. Seorang anak yang beriman di rumah teman sampai tidak pulang ke rumah, katanya itu biasa. Hamil di luar nikah itu katanya modern. Itulah bentuk pergaulan di era globalisasi sekarang ini. Pendidik berharap agar peserta didik tidak terjebak ke dalam pergaulan yang sesat dan tidak lagi mengedepankan norma-norma kesusilaan. Pendidik akan sangat sedih dan merasa gagal dalam mendidik peserta didik jika ada satu peserta didik yang terjebak ke dalam pergaulan tersebut.
Pendidik bisa memberi tahu secara langsung kepada peserta didik agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan. Dengan materi sebagai perantara dalam pentransferan norma-norma kesusilaan. Bisa juga melalui kondisi yang diciptakan oleh peserta didik, misalnya ada salah satu peserta didik yang mencontek dan kejadian itu diketahui oleh pendidik, pada saat itulah pendidik bisa memanfaatkan peristiwa tersebut, dengan menasihati peserta didik yang lain bahwa mencontek itu adalah perbuatan yang tidak baik dan tidak patut untuk ditiru.
2)             Menggunakan bahasa yang baik dan sopan.
Bahasa adalah media perantara yang dapat mempererat hubungan seorang dengan orang lain. Oleh karena itu setiap orang harus mempunyai bahasa yang baik dan sopan. Jika tidak akan ada banyak masalah yang akan timbul karena penggunaan bahasa yang tidak baik.
Menurut Ibu R. Ambar S., bahwa seorang pendidik itu harus menggunakan bahasa yang baik dan sopan terhadap peserta didik. Karena hal itu akan berpengaruh terhadap akhlak peserta didik. Peserta didik akan terbiasa berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan karena melihat pendidiknya selalu menggunakan bahasa yang sopan pula[1]
Senada dengan Bapak Nesan, S.Pd.I [2], Bapak Ismail, ST. mengatakan bahwa pendidik yang baik itu harus menggunakan bahasa yang sopan kepada para peserta didik dan akhirnya peserta didik akan meniru apa yang dilakukan oleh pendidiknya. Selain itu, Ibu Citra Maryaningsih, S.Pd.menambahkan bahwa selain pendidik harus menggunakan bahasa yang sopan, pendidik harus berpakaian yang rapi. Pakaiannya disetrika dan wangi. Jangan sampai seorang pendidik ketika berhadapan dengan peserta didik dalam keadaan yang tidak rapi.[3]
Penggunaan bahasa yang baik dan tidak baik, akan meperlihatkan wajah asli dari seorang pendidik. Dari cara berbicara, orang juga akan mudah menebak sifat yang dimiliki oleh orang tersebut. Begitu juga dengan seorang pendidik. Apabila dia memiliki bahasa yang baik dan sopan, pendidik itu pasti akan dengan mudah mentransfer nilai-nilai kesusilaan pada peserta didik, sedangkan pendidik yang tidak menggunakan bahasa yang baik dan sopan, di samping sulit mentransfer nilai-nilai kesusilaan, juga tidak patut dijadikan sebagai seorang pendidik.
3)             Memberikan nasihat agar peserta didik selalu menghormati orang yang lebih tua.
Orang yang lebih muda diwajibkan menghormati orang yang lebih tua, sedangkan orang yang lebih tua diwajibkan untuk menyayangi yang lebih muda. Menurut Bapak Nesan, S.Pd.I, di sekolah peserta didik diwajibkan untuk menghormati pendidik dan menghormati kakak kelas. Peserta didik juga harus saling menyayangi antar peserta didik yang lain. Tidak boleh bertengkar dan saling memojokkan antar peserta didik satu dengan peserta didik yang lain.[4]
Prinsip orang sekarang, seorang pendidik itu harus lebih bisa memahami peserta didik, dengan cara menganggap peserta didik sebagai teman, agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar. Ada segi positif dan negatif yang dapat diambil. Segi positifnya, akan tercipta hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik. Segi negatifnya, tidak menutup kemungkinan peserta didik semakin kurang ajar terhadap pendidik.
b.             Keteladanan tidak disengaja
Keteladanan tidak disengaja adalah keteladanan yang tidak direncanakan terlebih dahulu dan keteladanan ini tidak dibuat-buat oleh pendidik. Keteladanan tidak disengaja memang 100% berasal dari dalam diri pendidik. Tidak hanya Putri Indonesia saja yang memiliki inner beauty, tapi pendidik juga harus memilikinya. Hal ini sangat penting, agar peserta didik memang memiliki panutan yang tepat.
Bapak Ismail, ST. mengatakan, bahwa seorang pendidik itu harus memiliki sifat, sikap dan perilaku yang baik. Sifat yang dimiliki oleh pendidik harus bisa dijadikan contoh oleh para peserta didik. Pendidik juga harus bersikap dan berperilaku mawas diri. Berhati-hati dalam bersikap.[5]
Keteladanan tidak disengaja tergantung pada kualitas yang dimiliki oleh pendidik. Pendidik tersebut memiliki kualitas keilmuan yang baik, berwibawa, dan memiliki akhlak yang baik. Akan berdampak positif bagi peserta didik dan patut dijadikan contoh oleh para peserta didik.
2.             Faktor Pendukung Pelaksanaan Metode Keteladanan
a.             Faktor Pendukung
1.             Orang Tua
Faktor pendukung pelaksanaan metode keteladanan, salah satunya adalah orang tua. Orang tua berperan aktif dalam pembentukan watak anak yang berakhlak mulia. Bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia ini tergantung pada orang tuanya. Orang tuanya yang menjadikan bayi itu sebagai Yahudi atau Nasrani, atau Majusi. Karena bayi itu lahir dalam keadaan suci. Bayi itu dilahirkan bagaikan papan kosong yang akan meniru apa yang akan ditanamkan oleh kedua orang tuanya. Keteladanan tidak berhenti pada areal tanggung jawab orang tua pada anak. Keteladanan adalah sebuah keharusan maka orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain; memelihara dan membesarkannya, melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya, mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya, membahagiakan anak dunia dan akherat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Wawancara yang dilakukan penulis kepada kepala sekolah sekaligus pendidik yang mengampu Mata Pelajaran PKn, Ibu Citra Maryaningsih, S.Pd, mengatakan orang tua adalah pendidik yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan akhlak anaknya dan hukumnya wajib bagi orang tua untuk mendidik akhlak pada anaknya.
Orang tua dituntut lebih hati-hati dalam memberikan contoh pada anaknya. Kesalahan dalam membentuk karakter anak tanpa sengaja dapat terjadi karena keteladanan yang buruk. Akibatnya bisa fatal, yaitu membentuk karakter yang rusak. Memang banyak tips dan cara untuk mendidik anak, ada yang dengan metode A dan ada yang menyarankan dengan metode B. Namun, dari setiap metode-metode yang ada, metode keteladanan adalah metode yang jitu dalam pendidikan anak-anak di keluarga. Di bawah ini akan dibahas fakta tentang pendidikan di rumah, dan bagaimana orang tua agar mampu menjadi tauladan yang baik untuk anak.
Pertama, cara mendidik anak di dalam rumah. Banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk hanya di sekolah-sekolah. Jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-anaknya di rumah. Bahkan ada sebagian orang tua yang tidak tahu tujuan dalam mendidik anak. Perlu dihadapi, bahwasanya pendidikan di rumah yang meskipun sering disebut sebagai pendidikan informal, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja. Orang tua harus memahami bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan institusi pendidikan formal. Ini bisa dimengerti karena keluarga merupakan sekolah paling awal bagi anak. Di keluargalah seorang anak pertama kali mendapatkan pengetahuan, pengajaran dan pendidikan.
Selain itu, orang tua juga harus mengetahui apa tujuan mereka mendidik anak-anaknya. Apakah hanya sekedar bisa survive di dunia ini ataukah menginginkan anak-anaknya menjadi generasi-generasi yang berkepribadian Islam. Atau dengan kata lain, tujuan kita mendidik anak adalah untuk menjadikan mereka anak-anak yang sholeh dan sholehah. Dan ini merupakan tugas utama sebagai orang tua. Setiap orang tua muslim pasti menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah karena mereka nanti adalah asset yang sangat berharga baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia mereka akan senantiasa patuh pada Allah dan kedua orang tuanya, dan bisa menjadi kebanggaan keluarga, sedangkan di akhirat nanti mereka akan menolong kedua orang tuanya, karena amalan yang tetap mengalir meskipun orang tua meninggal adalah doa anak sholeh dan sholehah.
Keteladanan dalam dunia pendidikan adalah sangat penting, apalagi sebagai orang tua yang diamanahi Allah berupa anak-anak untuk mereka asuh dengan baik dan, maka orang tua harus menjadi teladan yang baik untuk anak-anaknya. Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini.
Ketiga, untuk mampu menjadi uswatun khasanah. Syarat utama adalah kita sebagai orang tua harus tahu Islam secara menyeluruh, bagi yang belum tahu Islam tidak ada kata terlambat, belajar Islam menjadi prioritas agar kita menjadi uswah yang ideal untuk anak-anak. Islam adalah landasan yang ideal untuk membentuk suatu kepribadian, karena Islam adalah aturan yang menyeluruh bagaimana manusia hidup di dunia ini.
2.             Pendidik
Pendidikan akhlak itu tidak sepenuhnya di bebankan pada pendidik yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam saja mbak, tapi semua pendidik harus turut serta dalam  pendidikan akhlak tersebut, kalau tidak begitu pentrasferan nilai-nilai kesusilaan tidak akan berjalan secara maksimal[6] . Itulah kesadaran yang di miliki oleh para pendidik SMP Nasional Indramayu akan pentingnya pendidikan akhlak yang harus di ajarkan kepada para peserta didik, melihat keadaan yang sekarang terjadi di seluruh belahan dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya yaitu terjadinya kemerosotan akhlak para pemuda dan pemudinya yang nyaris tidak mempunyai sopan santun lagi. Hal itu cukup berdampak baik kepada para peserta didik di SMP Nasional Indramayu. Mereka  sadar akan pentingnya akhlak  dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan di dalam lingkungan sekolah. Agar hubungan antar sesama manusia dapat berjalan secara lancer dan harmonis.
Keunggulan lain yang di miliki oleh pendidik SMP Nasional Indramayu yaitu terdapat pada kreativitas dalam pemberian pendidikan akhlak kepada peserta didik walaupun mata pelajaran yang mereka ajarkan bukan mata pelajaran yang memiliki materi khusus tentang keteladanan seperti mata pelajaran PAI. Mereka cukup menguasai keadaan kelas agar pendidikan akhlak dapat berjalan dengan lancar.
3.             Materi (bahan ajar)
Faktor pendukung pelaksanaan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar adalah materi. Pendidik yakin melalui materi, pendidikan akhlak dapat diberikan kepada peserta didik. Banyak sekali materi yang berhubungan dengan keteladanan, diantaranya materi tentang toleransi, kisah nabi, kedisiplinan dan sebagainya. Melalui materi yang diajarkan tersebut peserta didik menjadi paham akan hal-hal yang baik itu seperti apa, perbuatan yang tercela itu tidak patut untuk ditiru, bagaimana bersikap, dan lain-lain.
Penyampaian keteladanan melalui materi adalah cara yang mudah diserap oleh peserta didik. Apalagi, penyampaiannya dibuat sangat menarik, bisa ditambahkan nyanyian dan dongeng-dongeng yang sangat menarik, bisa ditambahkan nyanyian dan dongeng-dongeng yang sarat akan keteladanan, jika peserta didik masih anak-anak, atau bisa juga dengan permainan yang mendidik peserta didik akan sangat menikmati proses pembelajaran, tidak merasa tegang, tapi nilai-nilai kesusilaan dapat benar-benar tertanam dalam benak peserta didik.
Materi tentang keteladanan, sebaiknya diperbanyak pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan   pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sebagai tonggak dasar pendidikan akhlak. Jadi, tidak hanya pelajaran yang hanya mengedepankan kecerdasan otak saja yang selalu di tambah jam pelajarannya, tapi juga pelajaran yang mengedepankan akhlak, yang akhirnya akan membentuk manusia yang bermoral dan memiliki otak yang cerdas.


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Walaupun sebenarnya tugas untuk membentuk pribadi peserta didik menjadi pribadi yang luhur, berakhlak mulia, memiliki nilai-nilai yang diharapkan oleh masyarkat menjadi tanggung jawab semua guru tanpa terkecuali, namun guru PAI lah yang menjadi terdepan dalam mengemban amanah ini. Sesuai dengan namanya, guru Pendidikan Agama Islam, maka sudah seyogyanya guru PAI menjadi guru yang mampu memberikan keteladanan-keteladanan yang baik, sesuai yang yang di ajarkan agama Islam, sehingga dari keteladanan inilah akan memancarkan kewibawaan-kewibawaan yang luhur dan mulia yang dapat diteladani oleh peserta didik. Suatu hal yang sangat ironi jika guru PAI sebagai pembentuk peserta didik-peserta didik yang bertakwa, barakhlak mulia dan santun tetapi guru PAI itu sendiri tidak memiliki kriteria yang harus ada sesuai dengan gelarnya yaitu guru Pendidikan Agama Islam.
Dalam menghadapi arus globalisasi yang begitu pesat, guru PAI memiliki tantangan yang paling berat dalam menghadapinya. Karena guru PAI tidak hanya menyampaikan pengetahuan atau kognitif melainkan yang jauh lebih penting dari itu adalah membentuk akhlak, moral, dan nilai yang luhur kepada pribadi peserta didik di tengah derasnya arus perkembangan globalisasi. Maka dari sinilah guru PAI harus memiliki kepribadian dan keteladanan yang luhur, mampu menyelaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers,2002), cet. ke-2 hlm.109
Wawancara dengan Ibu Citra Maryaningsih, pendidik kelas VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.i, pendidik kelas VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik kelas VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.I, Pendidik yang mengampu Mata Pelajaran PAI VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik yang mengampu mata pelajaran PENJAS ORKES SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.I, pendidik kelas VI SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juli 2013.








LAMPIRAN DELIVERY METHOD SYSTEM

A.           Metode recording menggunakan alat perekam HP
B.            Tata cara pembuatan Wawancara :
1.             Membuat Daftar Pertanyaan
Wawancara merupakan salah satu cara (metode) untuk mendapatkan data (informasi). Oleh karena itu, narasumber yang diwawancarai harus orang yang menguasai informasi sesuai dengan topik yang ditentukan. Selain itu, pewawancara harus melakukan persiapan yang matang. Salah satu persiapan yang sangat penting adalah membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber.
Agar dapat menyusun daftar pertanyaan dengan baik, perhatikan hal-hal berikut ini!
a.             Menentukan Topik Pembicaraan
Pilihlah topik yang aktual, yaitu masalah yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat dan menyangkut kepentingan orang banyak. Hindarkan topik wawancara yang dapat menyinggung perasaan seseorang (kelompok).
b.             Memilih Narasumber
Pilihlah narasumber yang memiliki data (informasi) atau keahlian sesuai dengan topik wawancara.
c.              Menentukan Informasi yang Dibutuhkan
Informasi yang dibutuhkan dalam wawancara dapat ditentukan dengan rumus 5W + 1H, yakni, What (apa), Who (siapa), Where (di mana), When (kapan), Why (mengapa), dan How (bagaimana). Susunlah pertanyaan dengan menggunakan kata tanya tersebut!
d.            Mengurutkan Pertanyaan
Pertanyaan diurutkan berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya, dari masalah yang mudah ke masalah yang lebih sulit, dari masalah yang kurang penting ke masalah yang penting, dan sebagainya.
2.             Melakukan Wawancara dengan Memerhatikan Etika
Agar dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan, seorang pewawancara harus memahami etika (tata krama) dalam berwawancara. Etika berwawancara tercermin pada penggunaan bahasa dan sikap yang ditunjukkan kepada narasumber.
a.             Hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan dalam berwawancara, antara lain sebagai berikut.
Buatlah janji terlebih dahulu dengan narasumber dan tepatilah! Datanglah lebih awal di tempat yang telah disepakati atau ditentukan! Jangan sampai narasumber menunggu kita!
b.             Sebelum mulai wawancara, ucapkanlah salam dan terima kasih atas kesediaan narasumber untuk memberikan informasi!
c.             Sampaikan pertanyaan yang telah kamu susun dengan urut secara sopan! Usahakan kamu tidak memotong percakapan narasumber saat dia sedang memberikan keterangan!
d.            Setelah wawancara selesai, sampaikan ucapan terima kasih lagi! Selanjutnya, berpamitlah dengan baik dan memberikan salam!
C.            Tata cara penggunaan :
Wawancara telah diakui sebagai teknik pengumpulan data atau
a.              informasi yang penting dan banyak dilakukan dalam pengembangan sistem informasi.
b.             Wawancara adalah suatu percakapan langsung dengan tujuan-tujuan tertentu dengan menggunakan format tanya jawab yang terencana.
c.              Wawancara memungkinkan analis sistem mendengar tujuan-tujuan, perasaan, pendapat dan prosedur-prosedur informal dalam wawancara dengan para pembuat keputusan organisasional.  
d.             Analis sistem menggunakan wawancara untuk mengembangkan hubungan mereka dengan klien, mengobservasi tempat kerja, serta untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kelengkapan informasi. Meskipun e-mail dapat digunakan untuk menyiapkan orang yang diwawancarai dengan memberi pertanyaanpertanyaan.




[1] Wawancara dengan Ibu Citra Maryaningsih, pendidik kelas VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[2] Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.i, pendidik kelas VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal tanggal 17 Juni 2013.
[3] Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik kelas VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[4] Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.I, Pendidik yang mengampu Mata Pelajaran PAI VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[5] Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik yang mengampu mata pelajaran PENJAS ORKES SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[6] Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.I, pendidik kelas VI SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar