Sabtu, 20 Juli 2013

UPAYA ORANG TUA DALAM PANDANGAN ISLAM DALAM MEMINIMALISASI ANAK TEMPRAMEN




UPAYA ORANG TUA DALAM PANDANGAN ISLAM DALAM MEMINIMALISASI  ANAK TEMPRAMEN

PEMBAHASAN



A.           Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak pada saat ini, diantaranya adalah:[1]
1.             Faktor internal Yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian factor internal bisa dibagi menjadi 2 macam factor pisik dan factor psikis[2]
a.             Faktor pisik
Di dunia ini orang mempunyai bentuk tubuh yang bermacam – macam. Ada yang tinggi ceking, ada yang pendek gemuk, dan ada yang sedang antara tinggi dan besar badannya. Sudah jelas, masing – masing mmpunyai pengaruh tersendiri bagi perkembangan seorang anak
b.             Faktor psikis
Dalam hal kejiwaan, ada anak periang, sehingga banyak pergaulan. Akan tetapi ada pula yang selalu tampak murung, pendiam, mudah tersinggung karenanya suka menyendiri
2.             Faktor Eksternal, Yaitu hal – hal yang datang atau ada diluar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungan. Factor eksternal dibagi menjadi 6 macam : factor biologis, physis, ekonomis, cultural, edukatif, dan religious
a.             Faktor biologis
Bisa diartikan, biologis dalam konteks ini adalah factor yang berkaitan dengan keperluan primer seorang anak pada awal kehidupanya: Factor ini wujudnya berupa pengaruh yang datang pertama kali dari pihak ibu dan ayah.[3]
b.             Factor phyis
Maksudnya adalah pengaruh yang datang dari lingkungan geografis, seperti iklim keadaan alam, tingkat kesuburan tanah, jalur komunikasi dengan daerah lain, dsb. Semua ini jelas membawa dampak masing – masing terhadap perkembangan anak – anak yang lahir dan dibesarkan disana.
c.             Faktor ekonomis
Dalam proses perkembanganya. Betapapun ukuranya bervariasi, seorang anak pasti memerlukan biaya. Biaya untuk makan dan minum dirumah, tetapi juga untuk mebeli alat - alat sekolah
d.            Faktor cultural
Di Indonesia ini saja dari aceh sampai Irian jaya, jika dihitung ada berpuluh bahkan beratus kelompok masyarakat yang masing – masing mempunyai kultur, budaya, adat istiadat, dan tradisi tersendiri, dan hal ini jelas berpengaruh terhadap perkemangan anak – anak.
e.             Faktor edukatif
Pendidikan tak dapat disangkal mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak manusia. Malah karena sifatnya berencana dan sering kali diusahakan secara teratur, faktor pendidikan ini relatif paling besar pengaruhnya disbanding factor yang lain manapun juga.
f.              Faktor religious
Sebagai contoh seorang anak kyai, sudah pasti ia akan berebeda dengan anak lain yang tidak menjadi kyai, yang sekedar terhitung orang beragama, lebih – lebih yang memang tidak beragama sama sekali, ini adalah soal perkembangan pula, menyangkut proses terbentunya prilaku seorang anak dengan agama sebagai faktor penting yang mempengaruhinya.

B.            Anak Temperamen

1.             Pengertian tempramen
Temperamen adalah gaya-perilaku karakteristik individu dalam merespon. Ahli-ahli perkembangan sangat tertarik mengenai temperamen bayi. Sebagian bayi sangat aktif menggerak-gerakkan tangan, kaki dan mulutnya dengan keras, sebagian lagi lebih tenang, sebagian anak menjelajahi lingkungannya dengan giat parta vvaktu yang lama dan sebagian lagi tidak demikian. Slebagian bayi merejpons orang Iain dengan hangat, sebagai lagi pasif. Gaya-gaya perilaku tersebut menunjukkan temperamen seseorang.[4]
Menurut Thomas & Chess (1991) ada tiga tipe dasar temperamen yaitu mudah, sulit, dan lambat untuk dibangkitkan:[5]
a.             Anak yang mudah umumnya mempunyai suasana hati yang positif dandapat dengan cepat membentuk kebiasaan yang teratur, serta dengan mudah pula menyesuaikan diri dengan pengalaman baru.
b.             Anak yang sulit cenderung untuk bereaksi secara negatif serta sering menangis dan lambat untuk menerima pengalaman-pengalaman baru.
c.             Anak yang lambat untuk dibangkitkan mempunyai tingkat kegiatan yangrendah, kadang-kadang negatif, dan penyesuaian diri yang rendah dengan lingkungan atau pengalaman baru.
d.            Dengan singkat dapat dikatakan bahwa keturunan mempengaruhi temperamen. Tingkat pengaruh ini bergantung pada respons orang tua terhadap anak-anaknya dengan pengalaman-pengalaman masa kecil yang ditemui dalam lingkungan.
2.             Ciri - Ciri Temperemen
Temperamen dan kepribadian anak memiliki ciri khas yang berbeda dengan orang dewasa. Temperamen adalah ciri seseorang merespon suatu kejadian dan stimulas yang baru. Sedangkan kepribadian adalah karakteristik yang dimiliki seseorang yaitu tingkah laku,cara berfikir, dan perasaan. Terdapat perbedaan pengertian antara temperamen dan kepribadian. Temperament cakupannya lebih sempit dan kekinian,sedangkan kepribadian lebih luas dan mendeskripsikan bagaimana individu tersebut.
Ada tiga dimensi temperamen anak. Teori temperamen ini diadaptasi dari teori Rothbart (2007).[6]
Temperamen anak itu adalah:
1.             Anak yang memiliki nilai yang tinggi pada extraversion/surgency menjukan sikap optimis, antisipasi, dorongan, aktifitas dan pencari sensasi yang tinggi. Dan mereka selalu tersenyum dan tertawa.
2.             Anak yang memiliki pengaruh negative yang tinggi cenderung pemalu dan sering ketakutan, frustasi, sedih, tidak nyaman dan tidak mudah puas.
3.             Anak yang memiliki kemampun mengontrol yang tinggi akan pintar untuk fokus dan menggilir perhatian mereka. Mereka merencanakan untuk masa depan.
Sedangkan kepribadian anak dibagi dalam 5 dimensi. Dimensi kepribadian anak di adaptasi dari teori the big five personality.

Dimensi kepribadian anak itu adalah:  
1.             Ekstroversion (sering disebut surgency): anak yang tinggi pada dimensi ini cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan komunikatif. anak yang sebaliknya akan cenderung pemalu, tidak percaya diri, submisif, dan pendiam. 
2.             Agreeableness: anak yang tinggi pada dimensi Agreeableness cenderung ramah, kooperatif, mudah percaya, dan hangat. anak yang rendah pada dimensi ini cenderung dingin, konfrontatif dan kejam.
3.             Conscientiousness (disebut juga lack of impulsivity): anak yang tinggi pada dimensiconscientiousness umumnya hati-hati, dapat diandalkan, teratur dan bertanggungjawab. anak yang rendah pada dimensi conscientiousness atau impulsive cenderung ceroboh, berantakan, dan tidak dapat diandalkan.
4.             Neuroticism: (disebut juga emotional instability): anak yang tinggi dalam dimensineuroticism cenderung gugup, sensitive, tegang, dan mudah cemas. anak yang rendah dalam dimensi ini cenderung tenang dan santai.
5.             Openness: (juga sering disebut culture atau intellect): anak yang tinggi dalam dimensiopenness umumnya terlihat imajinatif, menyenangkan, kreatif, dan artistic. anak yang rendah dalam dimensi ini umumnya dangkal, membosankan atau sederhana.
Temperamen dan kepribadian anak menentukan bagaimana anak bereaksi terhadap masalah yang sedang dihadapi. Mengetahui temperamen dan kepribadian anak sangat penting untuk berinteraksi dengan anak, apalagi bagi orang tua dan guru. Dengan mengetahui temperamen dan kepribadian anak akan memudahkan memberikan bentuk perlakuan/pendidikan/pengajaran yang sesuai.[7]
3.             Faktor-faktor yang mempengaruhi anak temperamen
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukan tempremen. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif. Keempat faktor penyebab anak berperilaku agresif adalah sebagai berikut:[8]
a.             Faktor Biologis
Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau faktor biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan antara tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab biologis dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu pada alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku.
Ayah yang peminum alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya penderita psikopat (gangguan kejiwaan).
Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku.[9]
b.             Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut.
1.             Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
2.             Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.
3.             Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
4.             Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
5.             Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
6.             Kurang memonitor dimana anak-anak berada
7.             Kurang memberikan aturan
8.             Tingkat komunikasi verbal yang rendah
9.             Gagal menjadi model yang
10.         Ibu yang depresif yang mudah marah
c.             Faktor Sekolah
Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah.[10]
1.             Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial
2.             Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.
3.             Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.
d.            Faktor Budaya
Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.[11]
1.             Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.
2.             Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
3.             Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).
4.             Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.

Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.
C.           Upaya orang tua dalam pandangan islam dalam Meminimalisasi  anak tempremen
Orang tua adalah sosok yang sangat penting dalam perkembangan anak. Orang tua adalah guru terpenting bagi anak-anak. Mereka harus mampu memberikan yang terbaik untuk anaknya. Hal sekecil apapun harus diantisipasi oleh orang tua mengenai dampak positif dan negatif yang dapat diterima anak. Segala sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal mendidik anak. Berikut beberapa tahapan dalam membina dan mendidik anak[12]
1.             Membiasakan anak untuk mengerjakan ibadah
Diantara yang perlu ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak adalah kesadaran untuk mengerjakan sholat wajib. Yang demikian ini disebutkan dalam firman Allah :
وَأْمُرْأَهْلَكَ بِالصَّلَاةِوَاصْطَبِرْعَلَيْهَا
 “ perintahkan keluargamu untuk mengerjakan sholat dan bersabar atasnya ” (QS. Thoha:132).
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “ajarkan sholat pada anak anak disaat berumur 7 tahun” (HR. At-Tirmidzi).
Selain itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk mengerjakan ibadah yang lain agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
2.             Memberikan teladan yang baik
Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam keberhasilan mendidik anak.Telah diketahui bersama bahwa seorang anak itu suka meniru tingah laku orang tuanya.Bila orang tua memberikan teladan yang baik kepada anaknya niscaya anak tersebut menjadi pribadi yang baik. Begitu juga sebaliknya. Maka hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak menyepelekan masalah ini, serta jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa yang dikatakan. Alloh berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan disisi Alloh ta’ala bila kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash –Shof : 2-3)
3.             Menjauhkan mereka dari teman teman yang buruk
Hendaknya orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya agar  memilih teman-teman yang baik agama dan budi pekertinya. Juga selayaknya orang tua memberikan pengertian dan senantiasa mengingatkan mereka akan bahaya bergaul dengan orang-orang tak sholih.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda yang artinya: “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka bisa jadi dia akan memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau busuk” (HR Bukhari  dan Muslim)
4.             Membentengi diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka.
Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak baik dari segi aqidah maupun akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di media cetak maupun elektronik berupa gambar-gambar atau tayangan-tayangan yang merusak agama mereka. Solusinya adalah terus memantau aktivitas sehari-hari mereka, serta memberikan bimbingan akan dampak negatif dari kemajuan teknologi. Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka untuk menggunakan sarana informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar teknologi bisa termanfaatkan dengan baik.[13]
5.             Mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran islam
Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak-anaknya, seperti pentingnya iman dan islam, kecintaan pada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam  (yang nantinya membuahkan ketaatan terhadap perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam sehari-hari,( seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan doa-doa, cara bertutur kata, bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua dan sesama, cinta akan kebersihan dan perilaku baik lainya.
6.             Bersikap adil
Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara satu anak dengan anak yang lainya dalam segala hal, baik dari sisi kasih sayang, perhatian, pengajaran, nafkah, hadiah dan lain sebagainya sehingga tidak terjadi kecemburuan diantara mereka.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَاتَّقُوااللَّهَ وَاعْدِلُوابَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ

“Bertaqwalah kalian kepada Alloh, dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian” (HR. Muslim)

7.             Mendoakan kebaikan bagi mereka
Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di tangan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Alloh memberikan hidayah  kepada siapa saja yang Ia kehendaki dengan rahmat dan karunia-Nya, sedang orang tua hanya bisa mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing anak-anaknya. Oleh karena itu hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَاهَبْ لَنَامِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَاقُرَّةَأَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَالِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“ mereka  berdoa: “ wahai Robb kami, berikanlah kami penyejuk hati dari istri-istri dan anak-anak kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqon: 74).
Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi mereka (seperti: mengutuk, membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)
Anak adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya.Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.
8.             Pahami anak sebagai individu yang berbeda.
Seorang anak dengan yang lainnya memiliki karakter yang berbeda. Memiliki bakat dan minat yang berbeda pula. Karenanya, dalam menyerap ilmu dan mengamalkannya berbeda satu dengan yang lainnya. Sering terjadi kasus, terutama pada pasangan muda, orangtua mengalami “sindroma” anak pertama. Karena didorong idealisme yang tinggi, mereka memperlakukan anak tanpa memerhatikan aspek-aspek perkembangan dan pertumbuhan anak. Misal, anak dipompa untuk bisa menulis dan membaca pada usia 2 tahun, tanpa memerhatikan tingkat kemampuan dan motorik halus (kemampuan mengoordinasikan gerakan tangan) anak.

فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (At-Taghabun: 16)
Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apabila aku melarangmu dari sesuatu maka jauhi dia. Bila aku perintahkan kamu suatu perkara maka tunaikanlah semampumu.” (HR. Al-Bukhari, no. 7288)
Kata مَا اسْتَطَعْتُم (semampumu) menunjukkan kemampuan dan kesanggupan seseorang berbeda-beda, bertingkat-tingkat, satu dengan lainnya tidak bisa disamakan. Ini semua karena pengaruh berbagai macam latar belakang.

9.             Memberi tugas hendaklah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
10.         Berusahalah untuk selalu menghargai niat, usaha dan kesungguhan anak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tapi Allah melihat kepada hati (niat) dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim no. 2564)
Jangan mencaci maki anak karena kegagalannya. Tapi berikan ungkapan-ungkapan yang bisa memotivasi anak untuk bangkit dari kegagalannya. Misal, “Abi tidak marah kok, Ahmad belum hafal surat Yasin. Abi tahu, Ahmad sudah berusaha menghafal. Lain kali, kita coba lagi ya.”
11.         Tidak membentak, memaki dan merendahkan anak. Apalagi di hadapan teman-temannya atau di hadapan umum. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (An-Nisa`: 5)
12.         Tidak membuka aib (kekurangan, kejelekan) yang ada pada anak di hadapan orang lain. Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa menutup (aib) seorang muslim, Allah akan menutup (aib) dirinya pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 2442)
13.         Jika anak melakukan kesalahan, jangan hanya menunjukkan kesalahannya semata. Tapi berilah solusi dengan memberitahu perbuatan yang benar yang seharusnya dia lakukan. Tentunya, dengan cara yang hikmah. ‘Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu berkata:
كُنْتُ غُلَامًا فِي حِجْرِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يَا غُلَامُ، سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
“Saat saya masih kecil dalam asuhan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya menggerak-gerakkan tangan di dalam nampan (yang ada makanannya). Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatiku, ‘Wahai ananda, sebutlah nama Allah (yaitu bacalah Bismillah saat hendak makan). Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang ada di sisi dekatmu’.” (HR. Al-Bukhari no. 5376)
14.         Tidak memanggil atau menyeru anak dengan sebutan yang jelek. Seperti perkataan: “Dasar bodoh!” Ini berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ
Janganlah kalian menyeru (berdoa) atas diri kalian kecuali dengan sesuatu yang baik. Karena, sesungguhnya malaikat akan mengaminkan atas apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim no. 920)
15.         Perbanyak ucapan-ucapan yang mengandung muatan doa pada saat di hadapan anak. Seperti ucapan:
بَارَكَ اللهُ فِيْكُمْ
“Semoga Allah memberkahi kalian.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Al-Baqarah: 83)
Juga selalu mendoakan kebaikan bagi sang anak, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’.” (Al-Furqan: 74)
16.         Berusahalah untuk senantiasa berlaku hikmah dalam menghadapi masalah anak. Tidak mengedepankan emosi. Tidak mudah menjatuhkan sanksi. Telusuri setiap masalah yang ada pada anak dengan penuh hikmah, tabayyun (klarifikasi). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
Dan barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (Al-Baqarah: 269)
17.         Berusahalah bersikap adil terhadap anak-anak dan berbuat baik kepadanya.
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)
18.         Hindari sikap-sikap dan tindakan yang menjadikan anak mengalami trauma, blocking (mogok), malas atau enggan belajar. Sebaliknya, ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا، بَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا
“Permudah dan jangan kalian persulit. Gembirakan, dan jangan kalian membuat (mereka) lari.” (HR. Al-Bukhari no. 69)


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Peran orang tua sangat penting, karena orang tua adalah pengenalan pertama tentang pendidikan. Pada masa usia dini anak harus memenuhi aspek-aspek perkembangan seperti moral, bahasa, kognitif, emosi, social, dan agama. Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda, karena cara pola asuh mereka tidak sama. Ali bin Abi Tholib as, mengatakan “didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”. Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya pendidikan anak usia dini. Dalam hadist diterangkan bahwa “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah, sehingga lancar lidahnya, maka orang tuanya yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

B.            Saran-saran
Sebaiknya dalam membina dan mendidik anak harus memperhatikan tahapan-tahapan seperti memilih istri yang sholehah, membiasakn anak untuk mengerjakan sholat, memberikan teladan yang baik, menjauhkan mereka dari teman-teman yang buruk, membentengi diri mereka dari hal-hal yang merusak akhlak mereka, mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam, bersikap adil, mendo’akan kebaikan bagi mereka.




DAFTAR PUSTAKA

Husdarta. Kusmaedi, Nurlan.2010.Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik.Bandung: Alfabeta.
Hurlock, E.B.1993.Psikologi Perkembangan.Jakarta: Erlangga.
Desmita , 1998 Psikologi perkembangan pergaulan ,.hj.Samsununyati Spsi;
Penerbit PT. Remaja posda
Ihsan, Drs.H.Fuad: Pt Rineka Cipta
Komara,Endang,2004 Metode Penulisan ,Karya ilmiah Bandung ; Multazam
Makmun ,Abu syamsudin WlX fsikologi pendidikan Subino 1982 , Bimbingan skripsi, Bandung : ABAYAPARI
Sahlan syafei, Muhamad,Lembaga pendidikan pelopor ilmu elkobama (LPZIE)
Undang, Gunawan ,dkk 1998 Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar di
Sekolah Bandung Siger tengah
Bimbingan dan penyuluhan,ProyekBalai Peiiataraii guru Terbatas,Psikologi
umum ,Bandung
Direktorat Jendral Pendidikan dasar dan menengah,Piisat pengembangan
proydc Balai Penataran Guru terbatas 1982-1983
Depdikbud ,1976 Kamns Besar Bahasa Indonesia Jakarta .Balai Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional ,Pendidikan Anak Usia Dini (2003) Jakarta.
Depdikbud , 1993 Empat Strategi dasar kebijakan Pendidikan Nasional seri
kebijaksanaan.


[1] Husdarta. Kusmaedi, Nurlan.2010.Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik.Bandung: Alfabeta.
[2] Hurlock, E.B.1993.Psikologi Perkembangan.Jakarta: Erlangga.
[3] Desmita , 1998 Psikologi perkembangan pergaulan ,.hj.Samsununyati Spsi;
Penerbit PT. Remaja posda
[4] Ihsan, Drs.H.Fuad: Pt Rineka Cipta
[5] Komara,Endang,2004 Metode Penulisan ,Karya ilmiah Bandung ; Multazam
[6] Makmun ,Abu syamsudin WlXfsikologi pendidikan Subino 1982 ,Bimbingan skripsi, Bandung : ABAYAPARI
[7]     Sahlan syafei, Muhamad,Lembaga pendidikan pelopor ilmu elkobama (LPZIE)
[8] Undang, Gunawan ,dkk 1998 Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar di
Sekolah Bandung Siger tengah
[9] Bimbingan dan penyuluhan,ProyekBalai Peiiataraii guru Terbatas,Psikologi
umum ,Bandung
[10] Direktorat Jendral Pendidikan dasar dan menengah,Piisat pengembangan
proydc Balai Penataran Guru terbatas 1982-1983
[11] Depdikbud ,1976 Kamns Besar Bahasa Indonesia Jakarta .Balai Pustaka
[12] Departemen Pendidikan Nasional ,Pendidikan Anak Usia Dini (2003) Jakarta.
[13] Depdikbud , 1993 Empat Strategi dasar kebijakan Pendidikan Nasional seri
kebijaksanaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar