Sabtu, 27 Juli 2013

PUISI ROMANTISME NEGERI MINYAK



PUISI-PUISI AGUS NASIHIN

(1)
MUSIM SEKOLAH
aku hanya mengantar tas dan sepatu buku dan pinsil ke sekolah. belajarlah supaya pintar. sebab aku tak perlu belajar aku tak perlu pintar. sebab tetap bodoh banyak gunanya bagi orang pintar. agar
ada yang tertipu ketika pemilu. sebab tetap miskin banyak gunanya.
bagi orang kaya. agar hidupnya terasa bermakna.



(2)
ANAKKU BELAJAR MENGGAMBAR
kamu seperti aku dulu waktu kanak-kanak. menggambar dua gunung kembar. di tengahnya matahari bersinar. di kakinya jalan memanjang dan sawah terhampar. apakah bapak presiden waktu kecilnya dulu. juga menggambar gunung kembar.

(3)
ANAKKU BELAJAR BERMAIN MUSIK
kamu seperti aku dulu waktu kanak-kanak. meniup rekorder dengan lagu ibu kita kartini. memijit tuts pianika dengan nada ibu kita kartini. kartini....kartini... dulu dan kini sama saja. 



(4)
MUSIM UJIAN
“tidurlah. berdoalah. setelah itu serahkan kepada yang di atas”.
anak itu memandang langitlangit. hanya putih dan garisgaris resah. tibatiba angkaangka bertabrakan dengan katakata. dan kalimat hanya menjadi penonton. di mana rumusrumus itu? ke mana perginya kamuskamus? para pahlawan telah dilipat dalam kitab sejarah. namanama sastrawan bersembunyi di kolong ranjang.  
“tidurlah. berdoalah. esok peri akan menolongmu”.

peri yang ibu utus hanya terpaku. aku menunggu bisikannya. ia bisu ibu. mungkin ia tak pernah sekolah.


(5)
MUSIM LIBURAN
di kelas.
aku tak pernah menulis. karena pinsil tak mau menjadi pendek. aku tak pernah menulis. karena buku tak mau kotor.
aku tak pernah menulis. karena penghapus tak mau habis.

kini waktunya liburan.
istirahatlah kau tas gendong ada waktu dua minggu.
Inilah sekolahku. sekolah semesta. kelasku kolong langit. guruku adalah kambing kakek. temanku ayam-ayam nenek. pinsilku ranting-ranting pohon. pulpenku batang padi. tintanya getah susu pohon karet. bukuku tanah lapang. melukis ayah di batu-batu cadas. menggambar ibu di tanah liat.



(6)
HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH
ayamlah yang lebih pantas berangkat ke sekolah. pergi membawa tas berisi embun dan dingin. bolehkan bantal dan selimut ikut upacara. merapalkan mantra pancasila. pidato kepala sekolah adalah selokan. menjelma sungai. ada sedimen. ada sampah. ada mayat mengapung. kelas yang telah lama tak bersua. tak pernah menampung rindu. hari pertama. kami hanya saling lempar percakapan. kami hanya mencatat daftar pelajaran yang panjangnya seperti catatan belanjaan.
Setelah sampai di sekolah. Kami menggambar ibu yang sedang memangku kecemasan       

(7)
AYAH MENGAMBIL RAPOR
besok ayah ke sekolah. memanen angka-angka dan huruf-huruf.
kata ayah. guru zaman dahulu payah-payah. suka memberi angka merah. termasuk di rapor ayah.



(8)
MUSIM PEMILU
masuk partai. selangkah lagi masuk gedung dpr. dua langkah lagi masuk penjara. tiga langkah lagi masuk neraka.


(9)

KARTU LEBARAN
dia pejabat. kami rakyat
 pejabat yang saleh. mengirim kartu maaf. kepada rakyat yang salah

potret siapa. yang narsis di kartu maaf
 apakah kartu lebaran. ataukah kalender tahun depan. apakah angka-angka. ataukah butiran air mata
 angka-angka itu. melayang-layang di udara
 pintu langit ditutup rapat. para malaikat

angka-angka itu ...






SUARA DARI BUMI
Bagaimana mungkin kami dapat bersuara
bukankah suara kami sudah diminta paksa
oleh mereka yang suka pelesiran ke mancanegara
oleh orang-orang yang fotonya
terpampang di dinding bersama garuda
oleh bapak-bapak yang memakai safari ke mana-mana
sambil meralat janjinya

Ketika sedih dan susah, kami menangis tanpa suara
Ketika riang dan gembira, kami tertawa tanpa suara

Di rumah-rumah dan di jalan-jalan rakyat jelata kehilangan suara
karena suarasuara itu riuh di gedung-gedung rapat para pejabat

Di ruang pengadilan saksi dan terdakwa kehilangan suara
karena suarasuara itu hanya milik hakim dan jaksa

Di ruang kelas anak-anak kehilangan suara
karena suarasuara itu adanya di ruang kepala sekolah

Kekasih, maafkan jika tak dapat kaudengar lagi kata cinta
karena aku sudah kehilangan suara

Kami sudah terbiasa mencium bau busuk sampah suara
karena kota dan negara kami
adalah tempat pembuangan sampah suara terbesar di dunia.








Agus Nasihin dilahirkan di Bandung pada pagi hari menjelang karnaval peringatan kemerdekaan RI yang ke-23. Menyelesaikan studinya, mulai dari SD sampai dengan PT di kota kelahirannya. Sarjana dan masternya diperoleh dari UPI Bandung Program Pendidikan Bahasa Indonesia.

Karena bosan tinggal di Bandung, Ia ingin mengabdikan dirinya di luar Bandung. Tahun 1993 ditempatkan sebagai dosen Kopertis yang diperbantukan di Universitas Wiralodra Indramayu. Sekarang ia telah berjabatan Lektor Kepala dan telah bersertifikasi. Sebelum diangkat menjadi pegawai negeri, ia pernah bekerja sebagai editor di Penerbit Rosda.

Buku puisi yang telah diterbitkannya, yaitu Ketika Engkau Menagih Puisi (2007) dan Sajak Suara dari Bumi (2011). Kedua kumpulan sajaknya dilengkapi dengan album musikaliasasi puisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar