Sabtu, 27 Juli 2013

PROFESIONAL GURU UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DALAM ERA TEKNOLOGI INFORMASI



PROFESIONAL GURU UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DALAM ERA TEKNOLOGI INFORMASI

A.    Pendahuluan
Sektor pendidikan menjadi kunci utama dalam peningkatan kualitas bangsa. Sebelumnya, pemerintah berstrategi dalam pengembangan pembangunan secara fisik untuk melihat kemajuan bangsanya, namun dalam tataran masa kini peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas dalam parameter kemajuan bangsa. Tidak ada jalan lain untuk pengembangan tersebut adalah dengan cara peningkatan mutu pendidikan.
Sistem pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan pengembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kondisi sosial-budaya. Syarat di dalamnya prinsip-prinsip pendidikan yang berlandaskan kesatuan dan keutuhan nasional, menjunjung tinggi kepribadian bangsa yang bermartabat dan bermoral, kreativitas, keterampilan dan sebagainya.
Era otonomi yang sedang berjalan membawa implikasi perubahan paradigma pendidikan tinggi. Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah membawa dampak terhadap lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam mengembangkan kurikulum, sebagai tindak lanjut dari reorganisasi, reorientasi dan reposisi lembaga. Tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut adalah untuk mengantisipasi tantangan dan masalah-masalah yang ada dengan orientasi akhir adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di LPTK
Mutu pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran lebih lanjut mengenai faktor-faktor tersebut bahwa input berkaitan dengan kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap) proses berkaitan erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang dalam hal ini lebih banyak ditekankan pada kreativitas pengajar (guru), dukungan lingkungan berkaitan atau situasi dan kondisi yang mendukung terhadap proses pembelajaran seperti lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana/prasarana adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivasi pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laboratorium, komputer dan sebagainya.
Berkaitan dengan proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Kemampuan profesional guru dalam menjalankan tugasnya terlihat ketika ia mengikuti pendidikan prajabatan yang ditempuhnya dan pendidikan dalam jabatan (inservice training) yang pernah dialaminya serta pengalaman mengajar atau kepemilikan ketika diakui oleh LPTK untuk melaksanakan tugas profesi di bidang kependidikan.
Studi tentang kependidikan guru di akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 menunjukkan fenomena yang semakin kuat menempatkan guru sebagai suatu profesi. Kondisi nyata kini memandang bahwa guru/keguruan sebagai sebuah profesi, bukan lagi dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasional) biasa yang memerlukan pendidikan tertentu. Kedudukan seperti ini setidaknya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal dan eksternal. Secara internal, terjadi penguatan dalam kedudukan sosial, proteksi jabatan, penghasilan, dan status hukum. Sebagai implikasi posisi ini, maka secara eksternal terjadi harapan dan tuntutan kualitas profesi keguruan, yang tidak hanya diukur berdasarkan kriteria lembaga penghasilan (LPTK), tetapi juga menurut kriteria pengguna (users) antara lain asosiasi profesi, masyarakat, dan lembaga yang mengangkat dan memberikan penghasilan.
Profesi keguruan demikian menjadi sebuah ukuran kinerja dan kualitas guru, yang akan berimplikasi terhadap kurikulum pendidikan guru itu sendiri. beberapa model kurikulum pendidikan guru  telah dikembangkan dan diimplementasikan sebagai bukti eksistensi profesi guru yang terus berkembang dan profesional, yakni school based teacher education (SBTE); academic based teacher education (ABTE); collaborative teacher education (CTE); performance based teacher education (PBTE); dan competency based teacher education (CBTE).
School based teacher education (SBTE), adalah model penyelenggaraan pendidikan guru yang memiliki ciri dua hal, yaitu: (1) penyelenggaraan pendidikan semata-mata diselenggarakan di sekolah; (2) permasalahan tentang pendidikan guru diserap di lapangan. Dari dua ciri tersebut, maka kurikulum yang dikembangkan terbatas kepada kepentingan peserta didik yang dirumuskan oleh sekolah. Model ini juga dapat berkembang menjadi collaborative teacher education (CTE), artinya guru (pamong) di sekolah latihan dapat bekerjasama dengan dosen pembimbing dalam memecahkan persoalan kebutuhan praktikan (mahasiswa pendidikan guru).
Model SBTE ini memiliki kelemahan antara lain: (1) tidak terjadi inovasi di lapangan, karena pendidikan guru hanya mendasarkan lingkungan sekolah; (2) lulusan yang dihasilkan kurang inovatif, karena kurang diperkenalkan tantangan dari luar sekolah; (3) pengakuan kualifikasi lulusan terbatas pada lembaga yang menghasilkan, tidak melibatkan lembaga/masyarakat sebagai pengguna.
Competency based teacher education (CBTE), adalah model penyelenggaraan pendidikan guru yang kurikulumnya dikembangkan berdasarkan ukuran kemampuan/kecakapan yang harus dikuasai oleh lulusan. Kurikulum pendidikan ini tidak hanya dikembangkan oleh lembaga penyelenggara, namun yang lebih penting adalah pengakuan dan justifikasi dari lembaga/masyarakat pengguna dan mengangkat lulusan. Kelembagaan inilah yang pada dasarnya yang akan memberikan lisensi (license) bagi lulusan untuk menjalankan tugas profesionalnya. Stanley Elam (dalam Sukmadinata, 2001:2007) menyebut kesamaan kompetensi (competence) dengan performansi (performance), yaitu menyangkut unsur-unsur yang berkenaan dengan program pendidikan, pelaksanaan program, dan hal-hal yang bersifat umum.
Pijakan psikologi yang menjadi dasar dalam CBTE adalah behavioristik, yang mengutamakan perilaku yang terukur (measurable) dan teramati (obaervalble) dari keseluruhan kecakapan  peserta didik.
Sejak tahun 1980-an, untuk menuju profesionalisme guru, di banyak negara telah dikembangkan dan diimplementasikan kurikulum yang mengarah pada pembentukan kompetensi dasar dan diimplekasikan kurikulum yang mengarah pada pembentukan kompetensi dasar pendidikan guru (Competenciy based teacher Education) Natawidjaya, 2003). Esensi dari pengembangan harus berdasarkan standar nasional, menggambarkan profil lulusan (outcomes) yang jelas, serta mendapatkan pengakuan lembaga atau masyarakat yang akan menggunakan lulusan pendidikan guru. Hal ini dilakukan agar lulusan pendidikan (guru) memperoleh pengakuan yang tinggi (legitimize) dari pengguna dan pemberi penghasilan. Dalam cakupan yang lebih luas, melalui penerapan CBTE, di samping telah meningkatkan kualitas profesional lulusan, juga lebih penting adalah munculnya pengakuan tiada lainnya adalah pertaruhan profesionalisasi guru. Jika perlu dalam menjalankan tugasnya profesional maka tidak ada kata penolakan terhadapnya dari masyarakat, bahkan ia dielu-elukan sebagai pahlawan pendidikan.
Undang-undang sistem pendidikan Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa tenaga pendidikan adalah “anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”, ayat 6 pasal yang sama disebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah “mereka yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususan, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.
Undang-undang tersebut secara tegas menjelaskan bahwa seorang guru atau pendidikan harus memiliki kemampuan profesional dalam perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dan pembimbing. Secara legalitas, kemampuan-kemampuan profesional yang dipersyaratkan dalam undang-undang tersebut harus dimiliki oleh setiap guru sebagai kemampuan dasar atau “core skill of leaching profession”. Penguasaan satu dan atau dua kemampuan saja belum dikatakan bahwa gru tersebut profesional. Guru yang tidak mampu merencanakan walaupun mampu mengembangkan proses pembelajaran secara legal dianggap tidak memiliki kemampuan profesional. Demikian pula mereka yang sanggup merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran tetapi tidak mampu melakukan penilaian hasil belajar adalah juga guru yang tidak memiliki kemampuan profesional yang dipersyaratkan. Guru yang tidak mampu melakukan bimbingan terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah guru yang tidak memiliki kemampuan profesional berdasarkan Undang-undang tersebut. Sedangkan kemampuan melakukan penelitian dan pengabdian dasar dan mencegah namun sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh tenaga pengajar di perguruan tinggi.
Kemampuan profesional seorang guru harus didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman terhadap peserta didik, pemahaman dan kemampuan menerapkan keterampilan dasar mengajar, pengetahuan dan kemampuan untuk memotivasi peserta didik, pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan teori belajar, pemahaman terhadap kurikulum dan kemampuan mengidentifikasi ide dasar kurikulum
B.     Guru PTK dalam menghadapi Teknologi Informasi
Berkenaan dengan kondisi Sumber Daya Manusia, guru menjadi tumpuan harapan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan. Guru sebagai sumber daya manusia yang berkualitas, selain beberapa komponen yang harus dimiliki, dituntut pula melek angka (numerate), melek ilmu (sciencey), melek budaya (cultur literacy) serta memilih kecerdasan spritual (spritual intelligence), kecerdasan emosi (emotional intelligence) dan kecerdasan intelektual (intellectual intelligence) yang baik. Semua ini bertemali dengan perkembangan kemajuan sain dan teknologi.
Peran guru dewasa ini sangat penting ketika pola pembelajaran mengalami pergeseran. Ini sebagai akibat daripada perubahan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat. Perkembangan teknologi informasi sudah tidak bisa ditawar lagi keberadaannya. Segala macam informasi yang menjadi sumber ilmu pengetahuan dapat diakses dimanapun berada. Melalui teknologi informasi setiap orang dapat merambah ke berbagai pelosok penjuru dunia untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang diperlukan sebagai pengetahuan. Bahkan dengan teknologi informasi kita bisa mengadakan transaksi untuk kepentingan kehidupan (bimbingan studi, tukar informasi, bisnis, dll). Dengan teknologi informasi ini kecepatan perolehan pengetahuan tidak terhambat lagi oleh suatu sistem tradisional. Setiap orang dapat mengaksesnya, dengan cara mengetahui, mengenal, memahami penggunaan teknologi informasi.
Hamid Hasan (2004) menjelaskan bahwa beban pekerjaan guru masa mendatang akan semakin bertambah terutama karena perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat yang diakibatkan adanya perubahan nilai secara mendasar, perubahan sebagai konsekuensi dari pemanfaatan teknologi komunikasi yang semakin dahsyat, kehidupan politik yang menghendaki perilaku warganegara ke arah lebih positif dan konstruktif dan membina kehidupan kebangsaan yang sehat dan produktif, dan kehidupan ekonomi yang menuntut adanya kemampuan dan sikap baru untuk menghadapi persaingan. Permasalahan budaya tidak pula dapat diabaikan karena kuatnya pengaruh negatif sebagai sisi buruk dan ekpose budaya luar melalui media massa.
Sudah selayaknya, bahwa penggunaan teknologi informasi ini dikembangkan penerapannya di lembaga pendidikan. Rasanya sangat ketinggalan, jika lembaga pendidikan tenaga kependidikan LPTK-PTK tidak optimal dalam memanfaatkan teknologi informasi ini. Siapa yang mesti mengembangkannya, tiada lain tertumpu pada kreativitas, inisiatif, inovatif yang disertai kompetensi guru dalam memanfaatkannya teknologi informasi ini.
Inovasi-inovasi pendidikan sangat tergantung dari kemampuan pelaksanaan, dalam hal ini adalah guru. Oleh sebab out guru masa depan sangat dituntut mempunyai standar kompetensi selaras dengan kebutuhan pengembangan pendidikan. Guru masa depan harus mampu merencanakan dan mengelola perubahan baik yang bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan yang bersifat makro, messeo dan mikro (pembelajaran)
Proses interaksi instruksional sebagai wahana prows pembelajaran siswa dalam nuansa pendidikan diperankan oleh guru. Gent sebagai front terdepan pendidikan berhadapan langsung dengan peserta didik dalam upaya menumbuhkan dan menciptakan suasana proses pembelajaran. Dengan demikian penentu kualitas proses dan basil pendidikan tertumpu pada guru. Guru yang mempunyai kompetensi dalam biding kependidikan baik mulai dari penguasaan bahan, administrasi, strategi dan metode pengajaran, pengelolaan kelas, mengenal peserta didik, mengembangkan media pengajaran, mengevaluasi basil belajarnya melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, dan melaksanakan penelitian, akan mempengaruhi basil yang dicetaknya. Dalam prosesnya terjadi keterkaitan timbal batik antara perilaku mengajar, interaksi pengajaran, perilaku belajar, dan basil belajar.
Mutu basil belajar sebagai indikator mute pendidikan ditentukan oleh kualitas perilaku belajar siswa yang terwujud melalui proses interaksi pembelajaran yang dikreasikan oleh guru dengan seluruh kompetensinya. Guru yang mempunyai kompetensi generik tersebut secara langsung memberikan kontribusi terhadap mute pendidikan.
  1. Profesi guru Suatu Tinjauan Teoretik
Pengembangan sumber daya manusia yang sangat mendasar dalam tatanan pendidikan, tidak dapat terlepas dari wacana persekolahan sebagai sistem. Komponen strategis dalam sistem persekolahan adalah tenaga kependidikan khususnya sosok guru.
H.A.R.Tilaar (1999:281), memandang profesi guru pada abad ke 21 berhadapan dengan tiga karakteristik, yaitu;(1) masyarakat teknologi, (2) masyarakat terbuka, (3) masyarakat madani. Adapun proses pendidikan yang dihadapi di masa itu, merupakan suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik. Interaksi yang terjadi di masa depan sesuai dengan teknologi yang ada, masyarakat yang terbuka dan demokrasi.
Pandangan tersebut, mengisyaratkan bahwa proses pendidikan akan terjadi suatu pergeseran nilai-nilai yang semakin bergerak ke arah yang penuh ketidakpastian, manakala komponen sistem pendidikan di negara kita tidak mampu mengantisipasi dan memprediksi. Hal itu, terutama dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas gent yang secara langsung berhadapan dengan proses pembelajaran di sekolah.
Banyak kritik yang dialamatkan pada institusi pendidikan khususnya jalur sekolah, baik yang dating dari masyarakat terinstitusi, personaliti atas dasar kesepakatan, bahkan dari dalam kelembagaan pendidikan itu sendiri. Inti kritikan, adalah berkaitan dengan rendahnya kualitas proses dan basil pendidikan, yang pada gilirannya adalah terfokus pada sosok profesi guru di Indonesia.
Dipandang dari upaya pihak pemerintah sebagai pembina penyelenggaraan pendidikan, telah banyak dilakukan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas. Latar belakang yang dipaparkan telah memberikan landasan berpikir, yakni membangun kolektivitas insan profesi guru, dalam rangka turut memelihara, membina dan meningkatkan kualitas guru sesuai dengan tuntutan masyarakat teknologi, terbuka dan madani. Sampai saat ini nampaknya masih menjadi perdebatan para ahli pendidikan berkenaan dengan profesionalisme guru, yang menjadi persoalan adalah apakah guru merupakan profesi yang profesionalisme atau bukan ? Untuk memahami pertanyaan tersebut dapat kita tinjau berbagai pandangan mengenai konsep, sebagai pendekatan analisis kita.
Webster's New World Dictionary mendefenisikan profesi sebagai "Suatu pekerjaan yang meminta pendidikan tinggi dalam liberal art atau science dan biasanya meliputi pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual".
Good's Dictionary of education mendefenisikan sebagai "suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi dan dikuasai oleh suatu kode etik khusus".
Hotile (1980) menjelaskan bahwa pekerjaan yang mengalami profesionalisme menjadi pekerjaan yang "profesional" hendaknya memenuhi 12 karakteristik yaitu :
1)   Definisitio of occupation s’function
2)      Mastery of theoretical knowledge
3)      Self-anhancement
4)      Formal training
5)      Credentialing
6)      Creation of a sub cultur
7)      Legal reinforcement
8)      Public acceptance
9)      Ethical practice
10)  Penalties
11)  Relations to other vocations;
12)  Relation to user of the service (Peter Jarvis,1983:21-21)
More (1970) menyebutkan ciri-ciri profesi sebagai berikut:
1)      Seorang profesional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya
2)      Ia terikat oleh suatu panggilan hidup, dan dalam hal ini ia memperlakukan pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku .
3)      la anggota organisasi profesional yang formal
4)      Ia menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus
5)   Ia terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran pendidikan yang khusus
6)      Ia memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali. Grecwood (dalam Vollmer,1966) mengemukakan esensial profesi adalah:
7)      Suatu dasar teori sistematis
8)      Kewenangan (autor-uty) yang diakui oleh klien
9)      Sanksi dalam pengakuan masyarakat atas kewenangan ini
10)  Kode etik yang mengatur hubungan dari orang-orang profesional dengan klien dan teman sejawat
11)  Kebudayaan profesi yang terdiri atas nilai-nilai norma-norma dan simbol-simbol profesi lainnya.
Salah satu kewenangan guru adalah berhadapan dengan klien (siswa), yang harus memiliki kemampuan dan memiliki standar, dengan prinsip mandiri (otonom) atas keilmuan.
Uraian tersebut, memberikan penguatan bahwa profesi guru perlu adanya kekuatan pengakuanJfot7zial melalui tiga tahap; yakni registrasi; sertifikasi dan profesi
Regritasi mengacu kepada suatu pengetahuan di mana anggota diharuskan terdaftar namanya pada suatu badan atau lembaga. Sertifikasi adalah pemberian sertifikat yang menunjukkan kewenangan seseorang anggota seperti ijazah tertentu. Adapun lisensi adalah suatu pengaturan yang menetapkan seseorang memperoleh izin dari yang berwajib/berwenang untuk menjalankan pekerjaanya.
Lingkungan profesi, hants mcmbentuk pcrilaku kooperatif dan saling mendukung dan menghindari kompelisi yang a-moral. Hubungan bersifat kolegial dan konsultaif. Kebudayaan profesi terdiri atas nilai-nilai, norma-norma, simbol-simbol dan konsep karier, nilai sosial dari sekelompok profesional adalah jasanya adalah kebaikan sosial atau kesejahteraan masyarakat (Engkoswara, l997).
Bertolak dari konsep-konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru sebagai profesi, selanjutnya perlu adanya professionalisms agar menjadi profesional maka dalam prosesnya harus dilandasi oleh persyaratan profesi.
Profesional guru dikembangkan dari kompetensi yang memiliki ciri-ciri :
a.       Memiliki kepribadian prima
b.      Memiliki kemampuan untuk memotivasi peserta didik
c.       Menguasai bahasa asing (minimal satu bahasa)
d.      Memiliki kemampuan manajemen yang berbasis kewirausahaan
e.       Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan
f.       Memiliki kemampuan menggunakan media informasi terkini
g.      Memiliki kemampuan merencanakan dan mengelola perubahan
Ciri-ciri tersebut akan terpenuhi jika dalam proses pendidikan di LPTK memperhatikan :
a.       Kecakapan emosional
b.      Kecakapan moral
c.       Kecakapan seni
d.      Kecakapan fisik
  1. Kompetensi untuk Profesionalisme
a.       Kompetensi
Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja, walau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan. Oleh sebab itu ia mempunyai wewenang dalam pelayanan sosial di masyarakat.
W.R. Houston (1974:7) mengungkapkan bahwa “kecakapan kerja dijawantahkan dalam perbuatan yang bermakna, bernilai sosial, dan ekonomi, serta memenuhi standar (kriteria) tertentu yang diakui dan disyahkan oleh kelompok profesinya atau oleh warga masyarakat". Secara nyata orang kompeten mampu melakukan tugasnya di bidangnya secara efektif dan efesien. Kadar kompetensi tidak hanya terunjuk pada kuantitas tetapi sekaligus menunjuk pada kualitas kerja.
Nana Syaodih (1997) mengemukakan bahwa "kompetensi adalah performansi yang mengarah pada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan". Makna dari kondisi performansi mengandung perilaku yang bertujuan melebihi dari apa yang dapat diamati, mencakup proses berpikir, menilai dan mengambil keputusan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1.  
    • Kompetensi dasar; untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan hidup
    • Kompetensi umum; Untuk bisa hidup bersama di masyarakat
    • Kompetensi teknis /keterampilan; Untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan
    • Kompetensi professional; Penentuan keputusan, berisi rangkaian kegiatan analisis­, sintesis, penggunaan pengetahuan dan pengalaman, pemikiran dan kreativitas.
Klasifikasi tersebut, menunjukkan gambaran dan konsekuensi dari pemaknaannya. Mengingat performansi tiap individu berbeda, demikian pula seseorang pada saat berbeda akan berbeda pula. Kompetensi teknis dan profesional adalah sama meliputi; (1) performansi; (2) pengetahuan; (3) keterampilan; (4) proses; (5) penyesuaian diri; dan (6) nilai, sikap, apresiasi. Komponen kompetensi tersebut dapat ditunjukkan pada gambar





Gambar Komponen Kompetensi
Nana Syaodin (1997)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa posisi (1) merupakan Perilaku yang nampak, adapun esensi dari perilaku (2),(3), (4) dan (5) merupakan suatu kesatuan dalam din seseorang yang dilandasi oleh sikap. Kompetensi bersifat unik untuk setiap orang, mengingat enabler atau isi komponen kompetensi teknis dan profesional berbeda. Demikian pula spektrum setiap komponen potensi tiap individu berbeda. 
b.      Hakikat Pekerjaan Profesional
Karakteristik pekerjaan, dapat dipandang dari proses pekerjaan dihadapi oleh seseorang. Layanan pekerjaan secara terstruktur dapat dilihat dari tugas personal, tugas sosial dan tugas profesional.
a.       Tugas Personal
Seorang profesional harus mampu berkaca pada dirinya sendiri, yang mencerminkan satu pribadi. Pribadi tersebut meliputi:
·         Saya dengan konsep diri saya (self concept)
·         Saya dengan ide diri saya (self idea)
·         Saya dengan realita din saya (selef reulit))
Tugas Sosial   
Seorang profesional harus dilandasi nilai-nilai kemanusiaan, dan kesadaran akan dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya, serta mempunyai nilai ekonomi bagi  kemaslahatan masyarakat secara luas.
Tugas profesional
Seorang profesional mempunyai kebermaknaan ahli (eaper1), bertanggung jawab (responsibility) baik intelektual maupun sikap dan moral (dan memiliki rasa kesejawatan).



·      Ahli
Ahli dengan pengetahuan yang dimilikinya, terampil dalam tindakkannya, mempunyai ciri tepat waktu, tepat aturan dan tepat takaran atau ukuran dalam melayani pekerjaannya.
·         Memiliki otonomi dan tanggung jawab
Ahli memiliki otonomi dan tanggung jawab serta sikap kemandirian, ciri-cirinya dapat mengawakan nilai hidup, dapat membuat pilihan nilai, dan menentukan serta mengambil keputusan sendiri dengan penuh tangung jawab atas keputusannya.
·                  Memiliki rasa kesejawatan
Ahli memiliki rasa kesejawatan sehingga ada rasa bangga dan aman melalui perlindungan atas pekerjaannya. Etika keguruan dikembangkan melalui suatu organisasi yang mapan.
Bertitik tolak dari hakikat tugas guru dalam jabatannya, selaras dengan tingkat dan kadar penghargaan dari lingkungannya, secara umum mempunyai implikasi pada pendidikan dan latihan yang akan dilaksanakan.
Dalam konteks profesional harus mempunyai kriteria minimum sebagai berikut:
·         Kompetensi konseptual, Seorang guru mempunyai dasar tcori dari pekerjaan yang menjadi konsentrasi keahliannya
·         Kompetensi teknis, Seseorang guru mempunyai kemampuan keterampilan dasar yang dibutuhkan dari pekerjaan dan menjadi konsentrasi keahliannya
·         Kompetensi Kontektual, Seorang guru memahami landasan sosial, ekonomi, budaya profesi dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang dikerjakan sesuai konsentrasi keahliannya
·         Kompetensi adaptif, Seorang guru menpunyai kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi yang berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengkomplikasikan secara efektif gagasan dari orang ke orang lain melalui cara sinibolis (bahasa tertulis atau percakapan)
Seorang guru dapat menggambarkan tingkah laku sebagai berikut :
·         Identitas, Seorang guru mempunyai kemampuan menerima norma-norma profesi
·         Etika, Seorang guru mempunyai kemampuan penghayatan terhadap etika dan budaya kerja di lingkungannya
·         Carrer marketability, Seorang guru harus mampu memenuhi kebutuhan layanan, pendidikan sesuai dengan konsentrasi keahliannya
·      Scholary concern for improvcrment, Seorang guru harus mampu memahami kebutuhan pasar kerja dan mengembangkan din sesuai dengan perkembangan IPLEK
·         Motivasi dan kreativitas, Seorang guru harus mempunyai motivasi dan kreativitas din untuk belajar dan memperbaiki pengetahuan dan keterampilannya.
Secara sederhana penulis mencoba menggambarkan kompetensi guru sebagai berikut :
Kompetensi Normatif:
·      Pribadi
-          Mempunyai visi tugas sebagai guru mata pelajaran yang dibinanya
-          Mempunyai misi tugas sebagai guru mata pelajaran yang dibinanya
-          Mempunyai komitmen  keahliannya
-          Mempunyai loyalitas pada layanan pekerjaan atau konsumen (peserta didik)
-          Mempunyai kesiapan diri mengembangkan kemampuan dasar, mengarah kepada tindakan keahlian lanjut
-          Menpunyai kesiapan menerima perbedaan pandangan secara rasional
-      Mempunyai itikad bersahabat secara demokratis
-          Mempunyai kepekaan terhadap dinamika lingkungan dan mampu mengelola perubahan dengan terencana
·         Sosial
-          Mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi, tangung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup
Kopetensi Profesionaf :
·      Standarisasi
Mempunyai seperangkat kemampuan daya analisis yang dilandasi konsep terukur sesuai dengan kriteria pengetahuan dan keterampilan berpikir, menyangkut dasar keilmuan kependidikan dan mata pelajaran­
Mempunyai kemampuan menunjukkan performasi seorang profesional yang terukur sesuai dengan kriteria keterampilan, kecakapan, kecermatan, dan memenuhi indikator; tugas, jenis pekerjaan, waktu penyelesaian, pengambilan keputusan dan nilai hasil pekerjaan individu.
·      Sertifikasi
Pembuktian keahlian harus dibuktikan dengan sertifikat legal, dan dapat diuji tingkat keahliannya oleh yang berwenang baik secara material maupun inmaterial dari keabsahannya.
Salah satu kewenangan guru adalah berhadapan dengan klien (siswa), yang harus Memiliki kemampuan dan memiliki standar, dengan prinsip mandiri (otonom) atas keilmuannya.
Kompetensi guru tidak terlepas dari fenomena perkembangan pendidikan secara makro. Persoalan pokok yang dihadapi pada era globalisasi ini adalah masalah otonomi daerah yang berimbas pada masalah pendidikan. Banyak nuansa yang saling tarik menarik dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah pusat berkenaan otonomi daerah ini, yang secara langsung berdampak pada pola perubahan kehidupan masyarakat pada tataran kehidupan berpendidikan.
Digulirkannya pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan nuansa tersendiri bagi wujud masyarakat menghadapi era globalisasi. Banyak masyarakat berlomba dalam memperoleh informasi dalam upaya mengembangkan kehidupannya. Misalnya dahulu orang-cukup sekolah untuk mengenyam pendidikan dengan penambahan ilmu pengetahuan yang ditransfer melalui proses pendidikan di sekolah, namun kini orang sekolah tidak hanya cukup menimba ilmu pengetahuan di bangku sekolah saja, tapi mencari pengayaan informasi lain melalui berbagai sumber media balk cetak ataupun elektronik. Jika kita perhatikan masalah ini dan menariknya dalam persoalan pendidikan, maka adanya inti-inti pendidikan yang harus segera diperbaiki dan dikembangkan. Maksud daripada inti-inti tersebut adalah muatan-muatan yang tertuang dalam kurikulum sebagai basis pengembangan pendidikan persekolahan.
Terdapat beberapa komponen kurikulum yang menuntut adanya penyesuaian dengan perkembangan situasi dan kondisi di lapangan berkenaan masuknya at-us globalisasi. Arus globalisasi sudah selayaknya menuntut perubahan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan tanpa tidak menggeser sosial budaya yang ada. Ants globalisasi sarat akan informasi yang memberikan dampak besar terhadap perkembangan pendidikan. Globalisasi yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan dunia tanpa sekat-sekat pembatas (borderless) sehingga berdampak pada perubahan mendasar dalam semua aspek kehidupan. Artinya fasilitator pun (guru) harus memiliki kompetensi ekstra untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi
Penguasaan IPTEK menjadi kunci utama. Guru harus menguasai teknologi dengan berbasis ilmu pengetahuan yang kuat. Namun kekuatan itu harus dilandasi moral yang tangguh. Moral yang dimaksud adalah moral yang dapat membangkitkan semangat juang, solidaritas dan kepedulian sosial. Tanpa moral maka kemaslahatan umat manusia tidak mungkin terwujud.
Hamid Hasan (2004) mengemukakan pendapat Burke (1995); Loon (1998); Ferguson (2000); Cintcrfor (2001) bahwa perkembangan dalam teori kependidikan mutakhir menuntut perbedaan kemampuan yang hams dikuasai guru dan apa yang dimiliki sebelumnya. Teori belajar yang dulu sepenuhnya didasarkan pada psikologi (psikologi perkembangan, psikologi anak, psikologi belajar) sudah tidak dapat dipertahankan. Pikiran-pikiran baru dalam dunia pendidikan berkenaan dengan posisi peserta didik, penerapan teknologi dalam proses belajar, dan evaluasi hasil belajar menuntut penguasaan kemampuan baru yang berbeda bagi calon guru dl masa mendatang.



Oleh karena itu, di masa mendatang guru haruslah memiliki kemampuan berikut ini :
1)      Kebiasaan belajar efektif, demokratis, kreatif, inovatif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki budaya cinta damai, cinta tanah air, beriman dan berakhlak tinggi.
2)      Mencintai peserta didik, sabar, kemampuan memotivasi peserta didik untuk belajar, berprestasi, mengembangkan kreativitas, perilaku demokratis, cinta damai.
3)      Visi, sikap positif terhadap profesi dan kemampuan mengembangkan profesi
4)      Memahami dan mampu menggunakan berbagai lingkungan sosial, budaya, ekonomi peserta didik dan masyarakat waktu (memotivasi peserta didik belajar secara objektif dan membantu mereka mengatasi kesulitan belajar yang disebabkan oleh latar belakang sosial, ekonomi, budaya yang bersangkutan.
5)      Menguasai cara memahami kurikulum dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan kurikulum dalam perencanaan pelajaran serta memiliki kemampuan untuk mengevaluasi dan merevisi perencanaan pelajar.
6)      Menguasai disiplin ilmu dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengembangkan materi ajar serta kemampuan menyesuaikan tingkat kesulitan materi ajar dengan perkembangan peserta didik dilihat dan aspek psikologi, lingkungan sosial-budaya-ekonomi peserta didik.
7)      Menguasai berbagai metode mengajar yang dapat membantu peserta didik dalam belajar baik secara perkelas, kelompok, man pull individual.

8)      Menguasai pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pendidikan baik untuk membantu mencari sumber informasi, berkompetensi, mau pun dalam menyiapkan feedback terhadap prestasi belajar siswa.
9)   Menguasai berbagai alat asesmen untuk dapat mengumpulkan informasi yang lengkap mengenai kemampuan peserta didik sesuai dengan hakekat tujuan, materi pelajaran,? kemampuan peserta didik
10)  Memberikan bantuan bagi peserta didik dalam mengembangkan berbagai indikator-      belajar yang dapat digunakan peserta didik dalam menilai dirinya.
11)  Berkomunikasi dengan peserta didik, sejawat dan masyarakat.
Guru harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tidak botch setengah-setengah, karena jika tidak tuntas akan tertinggal dan tercecer tanpa arah dan tidak dapat mengikuti perkembangan yang terjadi. Selain itu guru harus memiliki kepribadian yang kokoh sebagaimana sebutan guru sebagai tauladan bagi siswanya (digugu dan ditiru), memiliki kamauan dan kemampuan dalam mengembangkan minat peserta didik, memiliki kemampuan untuk dapat membelajarkan peserta didik sehingga mampu belajar mandiri.
Pendekatan Kurikulum berbasis kompetensi (Competency Based Curriculum) dan Competency Based Training (CBT) yang merupakan proses pengembangan kurikulum yang didasarkan kepada kemampuan-kemampuan atau konpetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik (siswa) setelah mereka tamat untuk melaksanakan tugas-tugas dalam bidang kedunian tertentu. Pendekatan ini menuntut adanya kemandirian belajar siswa secara tuntas, karena dengan CBT siswa dituntut secara individual menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki.
Selain kompetensi guru yang umum bersifat generik dalam "instructional teaching" beberapa kompetensi tamhahan perlu dimiliki oleh guru teknologi dan Kejuruan berkenaan dengan kebijakan Pemerintah tentang otonomi daerah dan upaya mengantisipasi pengaruh global di masa yang Akan datang, sebagaimana diungkapkan oleh Gottfried Lcibbrandt (1999), yakni ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru di era millenium ketiga, yakni :
1)   Menguasai sedikitnya satu bahasa asing, yang dalam hal ini bahasa Inggris. Penguasaan bahasa Inggris dalam meningkatkan profesionalisme mengajar bagi seorang guru dalam era global sekarang ini mempunyai arti sangat penting, karena dengan bahasa Inggris ini menjadi salah satu bahasa pengantar di antara pergaulan dan tukar informasi masyarakat dunia.
2)   Memiliki kemampuan manajemen berdasar entrepreneurship (wirausaha). Era perdagangan bebas 2003 berdampak terhadap pendidikan, karena dalam kondisi tersebut terjadi sublimasi dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mewujudkan budaya wirausaha yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya pembangunan perekonomian negara. Siswa SMK harus mampu menciptakan lapangan kerja sendiri secara profesional sebagai wujud dari hasil proses belajar di sekolah. Peran guru adalah harus memiliki kemampuan manajerial dan jiwa lenteprehensip, sehingga mendorong peserta didik untuk dapat berwirausaha.
3)      Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide secara jelas dan ringkas, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kemampuan guru dapat merupakan inovasi teknologi yang harus menginformasikan secara luas kepada semua pihak khususnya peserta didik.  memerlukan adanya kemampuan tersendiri dalam mengekspresikan ide/pemikiran/gagasan/rancangan, proses dan hasil secara sistematik dan mudah dipahami
4)      Memiliki kemampuan dalam menggunakan atau mengakses "Information Technology System " Teknologi informasi melalui jaringan internet selain sebagai media informasi dan komplikasi yang sangat spetakuler, juga sebagai sumber belajar yang sarat akan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir. Tidak ada alasan bahwa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi internasional dapat dirambah hanya dengan melalui internet. Memang adanya keterbatasan dalam hal pengguna sistem teknologi informasi secara finansial, namun tidak dapat terelakkan bahwa perkembangan zaman menuntut untuk terus diikuti bahkan diadopsi. Namun kembali kepada daya saring moral, karena kebebasan informasi secara global tanpa batas mempunyai akses negatif yang tidak sedikit dapat merubah moral individu.
.
C.    Implikasi terhadap LPTK
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibarengi dengan kebijakan pemerintah dalam otonomi daerah dalam upaya menuju desentralisasi pengelolaan pendidikan, maka peran LPTK menjadi sangat penting dalam posisinya sebagai lembaga pendidikan penghasil tenaga kependidikan. Solian Effendi (1991 : 6) mengemukakan bahwa : ".., tidak diragukan lagi pendidikan tinggi memainkan peranan penting dalam pengembangan teknologi. Meskipun beberapa teknologi dapat diimpor, akan tetapi rendahnya kapasitas negara-negara berkembang telah menjadi kendali utama dalam pengembangan teknologi industri dan socio-economy mereka". Pendapat tersebut merupakan ungkapan dalam pengkajian peran negara-negara berkembang dalam upaya meningkatkan kemampuan IPTEK melalui pendidikan tinggi.
LPTK dalam mengantisipasi kondisi yang ada harus lebih mantap dan terarah dalam melaksanakan programnya sesuai visi dan misi yang telah dirumuskan. Sebagai pencetak atau penghasil tenaga kependidikan, maka lulusannya harus mampu memasuki pasar kerja dengan landasan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) untuk berkarya sebagai profesi guru. Sebagai penggodok kawah candra dimuka para pesertanya, untuk selalu slap menghadapi segala tantangan, hambatan, dan ancaman yang akan selalu menimpanya.
Bekal ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi fundamen dalam kerangka intelektualitas didukung dengan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh. untuk itu segala kondisi yang ada dalam sebuah LPTK harus siap dengan segala fasilitas dan sumber daya manusianya yang handal dengan persyaratan minimal, yakni memiliki keimanan dan ketaqwaan, penguasaan bahasa Inggris, berpola pikir ilmiah, kemampuan menggunakan dan mengakses sistem teknologi informasi; kemampuan manajerial dan berjiwa wiraswasta, mempunyai rasa ingin mengembangkan minat peserta didik, dan memiliki kemampuan dalam metodik serta didaktik dengan kompetensi generik.
Jika semua aspek tersebut dapat terpenuhi, maka visi LPTK dalam kerangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi paripurna, yaitu menghasilkan sarjana pendidikan yang berkemampuan IPTEK, memiliki semangat dan watak mendidik, serta menjunjung etika kependidikan secara demokratis dalam pembangunan nasional.

D.    Penutup
Semua paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa guru masa depan adalah kemampuan merencanakan dan mengelola perubahan baik yang bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan yang bersifat makro, messeo dan mikro (pembelajaran)
Perubahan merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dilakukan, teristimewa berkaitan dengan pelayanan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat masa depan. Oleh sebab itu seorang guru dituntut mampu :
-          Menerima perubahan sebagai suatu ciri kehidupan
-          Memahami berbagai akibatnya bagi organisasi pendidikan
-          Mengidentifikasi perlunya perubahan merencanakan,
-          melaksanakan, serta mengevaluasi perubahan
Guru yang sesuai dengan kondisi globalisasi adalah guru yang mampu menguasai dan mengendalikan perubahan-perubahan yang berwawasan IPTEK. Ciri seorang guru yaitu mempunyai kemampuan dalam mengantisipasi, mengakomodasi, dan berorientasi terhadap perkembangan yang ada.
Mengantisipasi perkembangan IPTEK mencakup kemampuan intelektual dan sikap yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan, yang pada gilirannya mengantarkan peserta didik kepada tingkat penguasaan dan pengendalian terhadap situasi yang selalu berubah.
Mengakomodasi berbagai perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dijadikan bahan pemikiran bagi peserta didik dalam rangka pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan jalur logika berpikir itulah yang benar. Realita tersebut dicari saling keterhubungannya, sebab akibatnya dan cara pemecahannya. Mercorientasi perubahan yang ada dengan cara merefleksi dan mengevaluasi untuk memperoleh hal-hal bantu serta mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki.

Suatu organisasi termasuk lembaga pendidikan sebagai sistem yang terbuka selalu berinteraksi dengan lingkungan. Konsekeewnsinya bagi organisasi pendidikan adalah menjaga keseimbangan antara kemampuan antisipasi dengan kompleksitas pada masyarakat, di samping itu perkembangan informasi internasional semakin memperpendek jaringan interaksi sosial, ekonomi, teknologi dan bahkan politik. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup atau melakukan pengembangan, perlu adanya perubahan.

DAFTAR RUJUKAN

Chiang, Wcn-Hsiung. (1999). A Studi on the Model of Competence Analysis and Establish Establishment of Competence Standard for Technological and Vocational Schools. International Conference of Scholars on Technical Education. Avalable on http:// ite. ntnu.edu.tw
Fasli Jalal, Dedi Supriadi. (2001). Desentralisasi pendidikan dalam konteks Otonomi Daerah . Yogyakarta: Adicipta Karya Nusa.
Hamid Hasan. (2004). Profesionalisme Guru dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Jurnal Himpunan Pengembangan Kurikulum Indonesia (HIPKIN). Bandung: HIPKIN.
Kablitbang Deperindag. (1998). Mengembangkan Saling Keterkaitan yang dinamis antara dunia usaha/industri dan dunia pendidikan tinggi. Makalah yang disampaikan pada seminar nasional relevansi pendidikan dalam pemberdayaan bangsa di tengah komunitas global.
Leibbrant, Gotlfricd. (1999). The Unesco World Conference on Higher Education in the 21 Century and its Follow-up. Makalah : International seminar Managing Higher Education in the Third Millennium, October 26-27. Jakarta: Bidakara Complex.
Moh. Fakiy Gaffar. (2002). Evaluasi Pendidikan Tahun 2001. Harian Umum Pikiran Rakyat. Bandung.
Nana Syaodih S. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi. Bahan ceramah dalam Lokakarya Penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi Kantor KOPERTIS Wilayah IV Depdiknas.
Oemar Hamalik. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara.
Slamet Tachyar. (2000). Teknologi Informasi Memperkuat Kompetensi Guru Teknologi dan Kejuruan. Forum Komunikasi FPTK/JPTK Universitas se-Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Supari Muslim. (2000). Strategi Perkembangan Pendidikan Guru Teknologi dan Kejuruan Pasca Konversi IKIP Menjadi Universitas. Forum Komunikasi FPTK/JPTK Universitas se-Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rochman Natawidjaya, (2002). Standar Profesi dan Kompetensi Guru. Bandung: PPS UPI.
Tilaar. (1999). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
UNESCO. (1997). Training of Teacher / Trainers in Technical, and Vocational Education
Section for Technical and Vocational Education.
__________. (2001). Proposed Outcomes in TVET Asia Pacific Cor Adelaide.
__________(2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar