PUISI-PUISI
AGUS NASIHIN
(1)
MUSIM SEKOLAH
|
aku
hanya mengantar tas dan sepatu buku dan pinsil ke sekolah. belajarlah supaya pintar. sebab aku tak perlu
belajar aku tak perlu pintar. sebab tetap bodoh banyak gunanya bagi orang
pintar. agar
ada yang tertipu ketika pemilu. sebab tetap miskin
banyak gunanya.
bagi orang kaya. agar hidupnya
terasa bermakna.
|
(2)
ANAKKU
BELAJAR MENGGAMBAR
|
kamu seperti aku dulu waktu
kanak-kanak.
menggambar dua gunung kembar. di tengahnya matahari bersinar. di kakinya jalan memanjang dan
sawah terhampar.
apakah bapak presiden waktu kecilnya dulu. juga
menggambar gunung kembar.
|
(3)
ANAKKU
BELAJAR BERMAIN MUSIK
|
kamu seperti aku dulu waktu
kanak-kanak. meniup rekorder
dengan lagu ibu kita kartini.
memijit tuts pianika dengan nada ibu kita kartini. kartini....kartini... dulu dan kini
sama saja.
|
(4)
MUSIM UJIAN
|
“tidurlah. berdoalah. setelah itu serahkan kepada yang
di atas”.
anak itu memandang langitlangit. hanya putih dan
garisgaris resah. tibatiba angkaangka bertabrakan dengan katakata. dan
kalimat hanya menjadi penonton. di mana rumusrumus itu? ke mana perginya
kamuskamus? para pahlawan telah dilipat dalam kitab sejarah. namanama
sastrawan bersembunyi di kolong ranjang.
“tidurlah. berdoalah. esok peri akan menolongmu”.
peri yang ibu utus hanya terpaku. aku menunggu
bisikannya. ia bisu ibu. mungkin ia tak pernah sekolah.
|
(5)
MUSIM LIBURAN
|
di kelas.
aku tak pernah menulis. karena
pinsil tak mau menjadi pendek. aku tak pernah menulis. karena buku tak mau
kotor.
aku tak pernah menulis. karena
penghapus tak mau habis.
kini waktunya liburan.
istirahatlah kau tas gendong ada waktu dua minggu.
Inilah sekolahku. sekolah semesta. kelasku
kolong langit. guruku adalah kambing kakek. temanku ayam-ayam nenek. pinsilku
ranting-ranting pohon. pulpenku batang padi. tintanya getah susu pohon karet.
bukuku tanah lapang. melukis ayah di batu-batu cadas. menggambar ibu di tanah
liat.
|
(6)
HARI
PERTAMA MASUK SEKOLAH
|
ayamlah yang lebih pantas
berangkat ke sekolah. pergi membawa tas berisi embun dan dingin. bolehkan
bantal dan selimut ikut upacara. merapalkan mantra pancasila. pidato kepala
sekolah adalah selokan. menjelma sungai. ada sedimen. ada sampah. ada mayat
mengapung. kelas yang telah lama tak bersua. tak pernah menampung rindu. hari
pertama. kami hanya saling lempar percakapan. kami hanya mencatat daftar
pelajaran yang panjangnya seperti catatan belanjaan.
Setelah sampai di sekolah. Kami menggambar ibu yang
sedang memangku kecemasan
|
(7)
AYAH
MENGAMBIL RAPOR
|
besok ayah ke sekolah. memanen
angka-angka dan huruf-huruf.
kata ayah. guru zaman dahulu payah-payah. suka memberi
angka merah.
termasuk di rapor ayah.
|
(8)
MUSIM PEMILU
|
masuk partai. selangkah
lagi masuk gedung dpr. dua langkah
lagi masuk penjara. tiga langkah
lagi masuk neraka.
|
(9)
KARTU LEBARAN
|
dia pejabat. kami
rakyat
pejabat yang saleh. mengirim
kartu maaf. kepada rakyat yang salah
potret siapa. yang
narsis di kartu maaf
apakah kartu lebaran. ataukah
kalender tahun depan. apakah
angka-angka. ataukah butiran air mata
angka-angka itu. melayang-layang
di udara
pintu langit ditutup rapat. para
malaikat
angka-angka itu ...
|
SUARA DARI BUMI
|
Bagaimana mungkin kami dapat bersuara
bukankah suara kami sudah diminta paksa
oleh mereka yang suka pelesiran ke mancanegara
oleh orang-orang yang fotonya
terpampang di dinding bersama garuda
oleh bapak-bapak yang memakai safari ke mana-mana
sambil meralat janjinya
Ketika sedih dan susah, kami menangis tanpa suara
Ketika riang dan gembira, kami tertawa tanpa suara
Di rumah-rumah dan di jalan-jalan rakyat jelata kehilangan suara
karena suarasuara itu riuh di gedung-gedung rapat para pejabat
Di ruang pengadilan saksi dan terdakwa kehilangan suara
karena suarasuara itu hanya milik hakim dan jaksa
Di ruang kelas anak-anak kehilangan suara
karena suarasuara itu adanya di ruang kepala sekolah
Kekasih, maafkan jika tak dapat kaudengar lagi kata cinta
karena aku sudah kehilangan suara
Kami sudah terbiasa mencium bau busuk sampah suara
karena kota dan negara kami
adalah tempat pembuangan sampah suara terbesar di dunia.
|
Agus
Nasihin dilahirkan di Bandung pada pagi hari menjelang karnaval peringatan
kemerdekaan RI yang ke-23. Menyelesaikan studinya, mulai dari SD sampai dengan
PT di kota kelahirannya. Sarjana dan masternya diperoleh dari UPI Bandung
Program Pendidikan Bahasa Indonesia.
Karena
bosan tinggal di Bandung, Ia ingin mengabdikan dirinya di luar Bandung. Tahun
1993 ditempatkan sebagai dosen Kopertis yang diperbantukan di Universitas
Wiralodra Indramayu. Sekarang ia telah berjabatan Lektor Kepala dan telah
bersertifikasi. Sebelum diangkat menjadi pegawai negeri, ia pernah bekerja
sebagai editor di Penerbit Rosda.
Buku puisi yang telah diterbitkannya, yaitu Ketika Engkau Menagih Puisi (2007) dan Sajak Suara dari Bumi (2011). Kedua kumpulan sajaknya dilengkapi
dengan album musikaliasasi puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar