BAB II
PEMBAHASAN
IMPLEMENTASI METODE KETELADANAN GURU DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
A.
Arti Penting Guru
“Tidak semua guru penting, bahkan banyak guru yang
menyesatkan perkembangan dan masa depan anak bangsa” (E. Mulyasa).
Ada beragam
julukan yang diberikan kepada sosok guru. Salah satu yang paling terkenal
adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Julukan ini mengindikasikan betapa besarnya
peran dan jasa yang dilakukan guru sehingga guru disebut sebagai pahlawan. Guru
adalah sosok penting yang cukup menentukan dalam proses pembelajaran. Walaupun
sekarang ini ada berbagai sumber belajar alternative yang lebih kaya, seperti
buku, jurnal, majalah, internet, maupun sumber belajar lainnya, tetapi guru
tetap menjadi kunci untuk optimalisasi sumber-sumber belajar yang ada. Guru
tetap menjadi sumber belajar yang utama. Tanpa guru, proses pembelajaran tidak
akan dapat berjalanan secara maksimal.
Dengan gambaran tugas dan peran semacam ini, guru atau
pendidik merupakan sosok yang seharusnya mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan
dengan sungguh-sungguh ilmunya tersebut dalam proses pembelajaran dalam makna
yang luas, toleran dan senantiasa berusaha menjadikan siswanya memiliki
kehidupan yang lebih baik. Secara prinsip, mereka yang disebut sebagai guru
bukan hanya mereka yang memiliki kualifikasi keguruan secara formal yang
diperoleh lewat jenjang pendidikan di perguruan tinggi saja, tetapi yang
terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat
menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan psikomotorik.
Matra kognitif menjadikan siswa cerdas dalam aspek intelektualnya, matra
aafektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan matra
psikomotorik menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktifitas secara
evektif dan sevisien, serta tepat guna. Di sinilah letak pentingnya peranan
seorang guru.
B.
Guru PAI sebagai Suri Tauladan
Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukan
oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan
pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru
mempunyai pengaruh terhada perubahan perilaku peserta didik. Untuk itulah guru
harus dapat menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena pada
dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas
atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan
ditiru.
Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
yang dapat ditunjukan oleh peserta didiknya. Untuk itu, apabila seseorang ingin
menjadi guru yang professional maka sudah seharusnya ia dapat selalu
meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui jalur pendidikan
berjenjang ataupun up grading dan atau pelatihan yang bersifat in service
training dengan rekan-rekan sejawatnya. Perubahan dalam cara mengajar guru
dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan mengajar sehingga kebiasaan lama
yang kurang efektif dapat segera terdeteksi dan perlahan-perlahan dihilangkan.
Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru yang
diharapakan akan berpengaruh pada cara belajar siswa, di antaranya sebagai
berikut.
1.
Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon
guru) yang cepat merasa puas dalam mengajar apabila banyak menyajikan informasi
(ceramah) dan terlalu mendominasi kegiatan belajar peserta didik.
2.
Guru hendaknya berperan sebagai pengarah, pembimbing,
pemberi kemudahan dengan menyediakan berbagai fasilitas belajar, pemberi
bantuan bagi peserta yang mendapat kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang
merangsang dan menantang peserta didik untuk berpikir dan bekerja (melakukan)
3.
Mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai
variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan
cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak
mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau
ada guru.
C.
Kepribadian Guru dan Kriteria Guru PAI
“Keteladanan akan dapat membangun hubungan,
memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh” (Bobbi DePorter).
Dari paparan di atas, secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa salah satu aspek penting yang langsung atau tidak langsung
mempengaruhi terhadap kesuksesan seorang guru dalam menlankan tugasnya adalah
factor kepribadian. Kepribadian yang akan menentukan apakah seorang guru akan
menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi para siswanya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan siswanya. Faktor kepribadian akan
semakin menentukan peranannya pada siswa yang masih kecil dan yang sedang
mengalami keguncangan jiwa.
Sebagai guru Pendidikan Agama Islam maka sewajarnya
guru PAI memiliki kepribadian yang seluruh aspek kehidupannya adalah “uswatub
hasanah”. Pribadi guru adalah uswatun hasanah. Betapa tingginya derajat seorang
guru sehingga wajarlah bila guru
diberi berbagai julukan yang tidak akan pernah ditemukan pada profesi lain.
1.
Takwa kepada Allah swt.
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak
mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak
bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana
Rasulullah saw. Menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh mana guru mampu member
teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia akan
diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa
yang baik dan mulia.
2.
Berakhlak mulia
Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak
didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di
antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi
anak didik dan ini hanya mungkin
bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak
berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik.
Yang dimaksud akhlak mulia dalam ilmu pendidikan Islam
adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti yang dicontohkan
pendidik utama, Nabi Muhammad saw. Kegiatan mengajar / mendidik sikap guru
sangat penting. Berhasilnya mengajar sangat ditentukan oleh sifat dan sikap
guru.
3.
Adil, Jujur dan objektif
Adil, jujur dan objektif dalam memperlakukan dan juga
menilai siswa dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang harus dilakukan
oleh guru. Sifat-sifat ini harus ditunjang oleh penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
moral dan nilai-nilai sosial budaya yang diperoleh dari kehidupan masyarakat
dan pengalaman belajar yang diperolehnya. Jangan sampai guru melakukan sebuah
tindakan yang tidak adil, tidak jujur dan subjektif. Tindakan negative semacam
ini tidak hanya tidak boleh dilakukan oleh seorang guru dalam kaitannya
aktifitas mendidik, tetapi juga ketika sudah dalam kehidupan bermasyarakat.
4.
Berdisiplin dalam melaksanakan tugas
Disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan
kehidupanDisiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan, belajar yang
teratur, serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin adalah bagian
dari mentalitas dan kebiasan yang harus dibangun dengan landasan cinta dan
kasih saying. Budaya disiplin tidak akan terwujud manakala guru justru sering
melanggarnya. Guru harus menjadi teladan sebagai sosok yang dapat dicontoh
dalam hal kedisiplinannya.
5.
Ulet dan tekun bekerja
Keuletan dalam ketekunan bekerja tanpa mengenal lelah
dan pamrih hal yang harus dimiliki pribadi guru dalam melaksanakan tugasnya
sehinnga program yang telah digariskan dalam kurikulum yang telah ditetapkan
berjalan sebagaimana mestinya.
6.
Berwibawa
Kewibawaan harus dimiliki oleh guru, sebab dengan
kewibawaan proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik, berdisiplin,
dan tertib. Dengan demikian kewibawaan bukan taat dan patuh pada peraturan yang
berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru.
Kriteria guru ini penting dirumuskan karena peran
pendidik yang fital. Pada proses pembelajaran memposisikan guru berperan besar
dan strategis, karena itu corakk dan kualitas pendidikan Ilsam secara umum
dapat diukur dengan melihat kualitas pendidiknya. Secara umum, tugas pendidik
menurut Islam ialah mengupayakan perkembangan seluruh subyek didik. Guru bukan
saja bertugas menstransfer ilmu tetapi ia juga yang lebih tinggi dari itu
adalah mentransfer pengetahuan sekaligus nilai-nilai diantaranya yang
terpenting adalah nilai-nilai ajaran Islam.
Guru memiliki kedudukan yang sangat terhormat, karena
tanggung jawabnya yang berat dan mulia. Sebagai guru ia dapat menentukan atau
paling tidak mempengaruhi kepribadian subyek didik. Bahkan guru yang baik bukan
hanya mempengaruhi individu, melainkan juga dapat mengangkat dan meluhurkan
derajat suatu umat. Allah memerintahkan suatu umat agar agar sebagian
diantaranya yang berkenan memperdalam ilmu dan menjadi guru (Q.S. 9: 122) untuk
meningkatkan derajat diri dan peradaban dunia, tidak semua bergerak ke medan perang.
Guru membawa amanah ilahiyah untuk mencerdaskan
kehidupan umat dan membawanya taat ibadah dan berakhlak mulia. Karena tanggung
jawabnya yang tinggi itu ia dituntut untuk memiliki persyaratan tertentu baik
yang berkaitan dengan kompetensiprofessional, pedagogik, sosial, dan
kepribadian. Tentang keempat kompetensi ini, UU guru dan Dosen dn pemerintah
telah memberikan rambu-rambunya.
Kemuliaan tugas guru, Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi,
memberikan syarat kriteria ideal yang harus dimiliki oleh pendidik agar ia
dapat menjadi guru yang baik, yaitu 19 Zuhud dan ikhlas, 2) bersih lahir dan
batin, 3) pemaaf, sabar, dan mampu mengendalikan diri, 4) bersifat kebapakan
atau keibuan (dewasa), dan 5) mengenal dan memahami peserta didik dengan baik
(baik secara individual maupun kolektif). Untuk itu, tidak mudah menjadi guru
Muslim yang baik. Kepribadian guru harus merupakan refleksi dari nilai-nilai
Islam.
D.
Pelaksanaan Metode Keteladanan dalam Proses
Belajar Mengajar PAI
1.
Bentuk-bentuk Keteladanan
a.
Keteladanan disengaja
Keteladanan
disengaja adalah keteladanan yang berlangsung dipraktekkan oleh pendidik baik
melalui perkataan maupun perbuatan yang dapat dijadikan contoh oleh peserta
didik. Perkataan pendidik harus sopan dan menggunakan bahasa yang baik,
sedangkan perbuatan pendidik harus mencerminkan bahwa pendidik itu memiliki
sikap yang baik. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci bentuk-bentuk
keteladanan :
1)
Peseta didik berjabat tangan dengan pendidik sebelum
dan sesudah pelaksanaan proses belajar mengajar.
Bentuk keteladanan disengaja yang dirancang oleh
pendidik cukup bagus. Peserta didik dibiasakan untuk berjabat tangan dengan
pendidik sebelum dan sesudah proses belajar mengaajar. Dengan cara ini pendidik
berharap, peserta didik akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik dan terbiasa
untuk menghormati orang yang lebih tua darinya.
Kebiasaan tersebut mudah-mudahan akan selalu tertanam
pada diri peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan
sekolah. Memberi tahu cara langsung kepada peserta didik agar tidak melakukan
perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan.
Pergaulan zaman sekarang berbeda dengan pergaulan
zaman dahulu yang masih mengedepankan norma-norma kesusilaan. Seorang anak yang
beriman di rumah teman sampai tidak pulang ke rumah, katanya itu biasa. Hamil
di luar nikah itu katanya modern. Itulah bentuk pergaulan di era globalisasi
sekarang ini. Pendidik berharap agar peserta didik tidak terjebak ke dalam
pergaulan yang sesat dan tidak lagi mengedepankan norma-norma kesusilaan.
Pendidik akan sangat sedih dan merasa gagal dalam mendidik peserta didik jika
ada satu peserta didik yang terjebak ke dalam pergaulan tersebut.
Pendidik bisa memberi tahu secara langsung kepada
peserta didik agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma
kesusilaan. Dengan materi sebagai perantara dalam pentransferan norma-norma
kesusilaan. Bisa juga melalui kondisi yang diciptakan oleh peserta didik,
misalnya ada salah satu peserta didik yang mencontek dan kejadian itu diketahui
oleh pendidik, pada saat itulah pendidik bisa memanfaatkan peristiwa tersebut,
dengan menasihati peserta didik yang lain bahwa mencontek itu adalah perbuatan
yang tidak baik dan tidak patut untuk ditiru.
2)
Menggunakan bahasa yang baik dan sopan.
Bahasa adalah media perantara yang dapat mempererat
hubungan seorang dengan orang lain. Oleh karena itu setiap orang harus
mempunyai bahasa yang baik dan sopan. Jika tidak akan ada banyak masalah yang
akan timbul karena penggunaan bahasa yang tidak baik.
Menurut Ibu R. Ambar S., bahwa seorang pendidik itu
harus menggunakan bahasa yang baik dan sopan terhadap peserta didik. Karena hal
itu akan berpengaruh terhadap akhlak peserta didik. Peserta didik akan terbiasa
berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan karena melihat pendidiknya selalu
menggunakan bahasa yang sopan pula[1]
Senada dengan Bapak Nesan, S.Pd.I [2],
Bapak Ismail, ST. mengatakan bahwa pendidik yang baik itu harus menggunakan
bahasa yang sopan kepada para peserta didik dan akhirnya peserta didik akan
meniru apa yang dilakukan oleh pendidiknya. Selain itu, Ibu Citra Maryaningsih,
S.Pd.menambahkan bahwa selain pendidik harus menggunakan bahasa yang sopan,
pendidik harus berpakaian yang rapi. Pakaiannya disetrika dan wangi. Jangan
sampai seorang pendidik ketika berhadapan dengan peserta didik dalam keadaan
yang tidak rapi.[3]
Penggunaan bahasa yang baik dan tidak baik, akan
meperlihatkan wajah asli dari seorang pendidik. Dari cara berbicara, orang juga
akan mudah menebak sifat yang dimiliki oleh orang tersebut. Begitu juga dengan
seorang pendidik. Apabila dia memiliki bahasa yang baik dan sopan, pendidik itu
pasti akan dengan mudah mentransfer nilai-nilai kesusilaan pada peserta didik,
sedangkan pendidik yang tidak menggunakan bahasa yang baik dan sopan, di
samping sulit mentransfer nilai-nilai kesusilaan, juga tidak patut dijadikan
sebagai seorang pendidik.
3)
Memberikan nasihat agar peserta didik selalu
menghormati orang yang lebih tua.
Orang yang lebih muda diwajibkan menghormati orang
yang lebih tua, sedangkan orang yang lebih tua diwajibkan untuk menyayangi yang
lebih muda. Menurut Bapak Nesan, S.Pd.I, di sekolah peserta didik diwajibkan
untuk menghormati pendidik dan menghormati kakak kelas. Peserta didik juga
harus saling menyayangi antar peserta didik yang lain. Tidak boleh bertengkar
dan saling memojokkan antar peserta didik satu dengan peserta didik yang lain.[4]
Prinsip orang sekarang, seorang pendidik itu harus
lebih bisa memahami peserta didik, dengan cara menganggap peserta didik sebagai
teman, agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar. Ada segi positif dan
negatif yang dapat diambil. Segi positifnya, akan tercipta hubungan yang
harmonis antara pendidik dan peserta didik. Segi negatifnya, tidak menutup
kemungkinan peserta didik semakin kurang ajar terhadap pendidik.
b.
Keteladanan tidak disengaja
Keteladanan tidak disengaja adalah keteladanan yang
tidak direncanakan terlebih dahulu dan keteladanan ini tidak dibuat-buat oleh
pendidik. Keteladanan tidak disengaja memang 100% berasal dari dalam diri
pendidik. Tidak hanya Putri Indonesia saja yang memiliki inner beauty, tapi pendidik juga harus
memilikinya. Hal ini sangat penting, agar peserta didik memang memiliki panutan
yang tepat.
Bapak Ismail, ST. mengatakan, bahwa seorang pendidik
itu harus memiliki sifat, sikap dan perilaku yang baik. Sifat yang dimiliki
oleh pendidik harus bisa dijadikan contoh oleh para peserta didik. Pendidik
juga harus bersikap dan berperilaku mawas diri. Berhati-hati dalam bersikap.[5]
Keteladanan tidak disengaja tergantung pada kualitas
yang dimiliki oleh pendidik. Pendidik tersebut memiliki kualitas keilmuan yang
baik, berwibawa, dan memiliki akhlak yang baik. Akan berdampak positif bagi
peserta didik dan patut dijadikan contoh oleh para peserta didik.
2.
Faktor Pendukung Pelaksanaan Metode
Keteladanan
a.
Faktor Pendukung
1.
Orang Tua
Faktor pendukung pelaksanaan metode keteladanan, salah
satunya adalah orang tua. Orang tua berperan aktif dalam pembentukan watak anak
yang berakhlak mulia. Bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia ini tergantung pada
orang tuanya. Orang tuanya yang menjadikan bayi itu sebagai Yahudi atau
Nasrani, atau Majusi. Karena bayi itu lahir dalam keadaan suci. Bayi itu
dilahirkan bagaikan papan kosong yang akan meniru apa yang akan ditanamkan oleh
kedua orang tuanya. Keteladanan tidak berhenti pada areal tanggung jawab orang
tua pada anak. Keteladanan adalah sebuah keharusan maka orang tua harus menjadi
teladan yang baik bagi anaknya.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh kedua
orang tua terhadap anak antara lain; memelihara dan membesarkannya, melindungi
dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai
gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya,
mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi
hidupnya, sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan
membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya, membahagiakan anak
dunia dan akherat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan
Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Wawancara yang dilakukan penulis kepada kepala sekolah
sekaligus pendidik yang mengampu Mata Pelajaran PKn, Ibu Citra Maryaningsih,
S.Pd, mengatakan orang tua adalah pendidik yang bertanggung jawab penuh
terhadap pendidikan akhlak anaknya dan hukumnya wajib bagi orang tua untuk
mendidik akhlak pada anaknya.
Orang tua dituntut lebih hati-hati dalam memberikan
contoh pada anaknya. Kesalahan dalam membentuk karakter anak tanpa sengaja
dapat terjadi karena keteladanan yang buruk. Akibatnya bisa fatal, yaitu
membentuk karakter yang rusak. Memang banyak tips dan cara untuk mendidik anak,
ada yang dengan metode A dan ada yang menyarankan dengan metode B. Namun, dari
setiap metode-metode yang ada, metode keteladanan adalah metode yang jitu dalam
pendidikan anak-anak di keluarga. Di bawah ini akan dibahas fakta tentang
pendidikan di rumah, dan bagaimana orang tua agar mampu menjadi tauladan yang
baik untuk anak.
Pertama, cara mendidik anak di dalam rumah. Banyak
orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk hanya di
sekolah-sekolah. Jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-anaknya di
rumah. Bahkan ada sebagian orang tua yang tidak tahu tujuan dalam mendidik
anak. Perlu dihadapi, bahwasanya pendidikan di rumah yang meskipun sering
disebut sebagai pendidikan informal, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja.
Orang tua harus memahami bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang
tidak kalah pentingnya dibandingkan institusi pendidikan formal. Ini bisa
dimengerti karena keluarga merupakan sekolah paling awal bagi anak. Di
keluargalah seorang anak pertama kali mendapatkan pengetahuan, pengajaran dan
pendidikan.
Selain itu, orang tua juga harus mengetahui apa tujuan
mereka mendidik anak-anaknya. Apakah hanya sekedar bisa survive di dunia ini ataukah menginginkan
anak-anaknya menjadi generasi-generasi yang berkepribadian Islam. Atau dengan
kata lain, tujuan kita mendidik anak adalah untuk menjadikan mereka anak-anak
yang sholeh dan sholehah. Dan ini merupakan tugas utama sebagai orang tua.
Setiap orang tua muslim pasti menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang
sholeh dan sholehah karena mereka nanti adalah asset yang sangat berharga baik
di dunia maupun di akhirat. Di dunia mereka akan senantiasa patuh pada Allah
dan kedua orang tuanya, dan bisa menjadi kebanggaan keluarga, sedangkan di
akhirat nanti mereka akan menolong kedua orang tuanya, karena amalan yang tetap
mengalir meskipun orang tua meninggal adalah doa anak sholeh dan sholehah.
Keteladanan dalam dunia pendidikan adalah sangat
penting, apalagi sebagai orang tua yang diamanahi Allah berupa anak-anak untuk
mereka asuh dengan baik dan, maka orang tua harus menjadi teladan yang baik
untuk anak-anaknya. Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi
anak-anak, menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan
ini.
Ketiga, untuk mampu menjadi uswatun khasanah. Syarat
utama adalah kita sebagai orang tua harus tahu Islam secara menyeluruh, bagi
yang belum tahu Islam tidak ada kata terlambat, belajar Islam menjadi prioritas
agar kita menjadi uswah yang ideal untuk anak-anak. Islam
adalah landasan yang ideal untuk membentuk suatu kepribadian, karena Islam
adalah aturan yang menyeluruh bagaimana manusia hidup di dunia ini.
2.
Pendidik
Pendidikan akhlak itu tidak sepenuhnya di bebankan
pada pendidik yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam saja mbak,
tapi semua pendidik harus turut serta dalam pendidikan akhlak tersebut,
kalau tidak begitu pentrasferan nilai-nilai kesusilaan tidak akan berjalan
secara maksimal[6] . Itulah
kesadaran yang di miliki oleh para pendidik SMP Nasional Indramayu akan pentingnya
pendidikan akhlak yang harus di ajarkan kepada para peserta didik, melihat
keadaan yang sekarang terjadi di seluruh belahan dunia pada umumnya dan di
Indonesia pada khususnya yaitu terjadinya kemerosotan akhlak para pemuda dan
pemudinya yang nyaris tidak mempunyai sopan santun lagi. Hal itu cukup
berdampak baik kepada para peserta didik di SMP Nasional Indramayu.
Mereka sadar akan pentingnya akhlak dalam kehidupan sehari-hari,
baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan di dalam lingkungan sekolah.
Agar hubungan antar sesama manusia dapat berjalan secara lancer dan harmonis.
Keunggulan lain yang di miliki oleh pendidik SMP
Nasional Indramayu yaitu terdapat pada kreativitas dalam pemberian pendidikan
akhlak kepada peserta didik walaupun mata pelajaran yang mereka ajarkan bukan
mata pelajaran yang memiliki materi khusus tentang keteladanan seperti mata
pelajaran PAI. Mereka cukup menguasai keadaan kelas agar pendidikan akhlak
dapat berjalan dengan lancar.
3.
Materi (bahan ajar)
Faktor pendukung pelaksanaan metode keteladanan dalam
proses belajar mengajar adalah materi. Pendidik yakin melalui materi,
pendidikan akhlak dapat diberikan kepada peserta didik. Banyak sekali materi
yang berhubungan dengan keteladanan, diantaranya materi tentang toleransi, kisah
nabi, kedisiplinan dan sebagainya. Melalui materi yang diajarkan tersebut
peserta didik menjadi paham akan hal-hal yang baik itu seperti apa, perbuatan
yang tercela itu tidak patut untuk ditiru, bagaimana bersikap, dan lain-lain.
Penyampaian keteladanan melalui materi adalah cara
yang mudah diserap oleh peserta didik. Apalagi, penyampaiannya dibuat sangat
menarik, bisa ditambahkan nyanyian dan dongeng-dongeng yang sangat menarik,
bisa ditambahkan nyanyian dan dongeng-dongeng yang sarat akan keteladanan, jika
peserta didik masih anak-anak, atau bisa juga dengan permainan yang mendidik
peserta didik akan sangat menikmati proses pembelajaran, tidak merasa tegang,
tapi nilai-nilai kesusilaan dapat benar-benar tertanam dalam benak peserta
didik.
Materi tentang keteladanan, sebaiknya diperbanyak pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan pada mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sebagai tonggak dasar pendidikan akhlak.
Jadi, tidak hanya pelajaran yang hanya mengedepankan kecerdasan otak saja yang
selalu di tambah jam pelajarannya, tapi juga pelajaran yang mengedepankan
akhlak, yang akhirnya akan membentuk manusia yang bermoral dan memiliki otak
yang cerdas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Walaupun sebenarnya tugas untuk membentuk pribadi peserta
didik menjadi pribadi yang luhur, berakhlak mulia, memiliki nilai-nilai yang
diharapkan oleh masyarkat menjadi tanggung jawab semua guru tanpa terkecuali,
namun guru PAI lah yang menjadi terdepan dalam mengemban amanah ini. Sesuai
dengan namanya, guru Pendidikan Agama Islam, maka sudah seyogyanya guru PAI
menjadi guru yang mampu memberikan keteladanan-keteladanan yang baik, sesuai
yang yang di ajarkan agama Islam, sehingga dari keteladanan inilah akan
memancarkan kewibawaan-kewibawaan yang luhur dan mulia yang dapat diteladani
oleh peserta didik. Suatu hal yang sangat ironi jika guru PAI sebagai pembentuk
peserta didik-peserta didik yang bertakwa, barakhlak mulia dan santun tetapi
guru PAI itu sendiri tidak memiliki kriteria yang harus ada sesuai dengan
gelarnya yaitu guru Pendidikan Agama Islam.
Dalam menghadapi arus globalisasi yang begitu pesat,
guru PAI memiliki tantangan yang paling berat dalam menghadapinya. Karena guru
PAI tidak hanya menyampaikan pengetahuan atau kognitif melainkan yang jauh lebih
penting dari itu adalah membentuk akhlak, moral, dan nilai yang luhur kepada
pribadi peserta didik di tengah derasnya arus perkembangan globalisasi. Maka
dari sinilah guru PAI harus memiliki kepribadian dan keteladanan yang luhur,
mampu menyelaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta
: Ciputat Pers,2002), cet. ke-2 hlm.109
Wawancara dengan Ibu Citra Maryaningsih, pendidik kelas VII SMP Nasional
Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.i, pendidik kelas
VII SMP
Nasional Indramayu pada tanggal
tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik kelas VII SMP Nasional
Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.I, Pendidik yang mengampu Mata Pelajaran
PAI VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik yang mengampu mata pelajaran
PENJAS ORKES SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.I, pendidik kelas
VI SMP
Nasional Indramayu pada tanggal 17
Juli 2013.
LAMPIRAN
DELIVERY METHOD SYSTEM
A.
Metode recording menggunakan alat perekam HP
B.
Tata cara pembuatan Wawancara :
1.
Membuat Daftar Pertanyaan
Wawancara merupakan salah satu
cara (metode) untuk mendapatkan data (informasi). Oleh karena itu, narasumber
yang diwawancarai harus orang yang menguasai informasi sesuai dengan topik yang
ditentukan. Selain itu, pewawancara harus melakukan persiapan yang matang.
Salah satu persiapan yang sangat penting adalah membuat daftar pertanyaan yang
akan diajukan kepada narasumber.
Agar dapat menyusun daftar
pertanyaan dengan baik, perhatikan hal-hal berikut ini!
a.
Menentukan Topik Pembicaraan
Pilihlah topik yang aktual,
yaitu masalah yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat dan menyangkut
kepentingan orang banyak. Hindarkan topik wawancara yang dapat menyinggung
perasaan seseorang (kelompok).
b.
Memilih Narasumber
Pilihlah narasumber yang
memiliki data (informasi) atau keahlian sesuai dengan topik wawancara.
c.
Menentukan
Informasi yang Dibutuhkan
Informasi yang dibutuhkan dalam
wawancara dapat ditentukan dengan rumus 5W + 1H, yakni, What (apa), Who
(siapa), Where (di mana), When (kapan), Why (mengapa), dan How (bagaimana).
Susunlah pertanyaan dengan menggunakan kata tanya tersebut!
d.
Mengurutkan Pertanyaan
Pertanyaan diurutkan berdasarkan pertimbangan
tertentu, misalnya, dari masalah yang mudah ke masalah yang lebih sulit, dari
masalah yang kurang penting ke masalah yang penting, dan sebagainya.
2.
Melakukan Wawancara dengan Memerhatikan Etika
Agar dapat memperoleh informasi
yang dibutuhkan, seorang pewawancara harus memahami etika (tata krama) dalam
berwawancara. Etika berwawancara tercermin pada penggunaan bahasa dan sikap
yang ditunjukkan kepada narasumber.
a.
Hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan dalam
berwawancara, antara lain sebagai berikut.
Buatlah janji terlebih dahulu dengan narasumber
dan tepatilah! Datanglah lebih awal di tempat yang telah disepakati atau
ditentukan! Jangan sampai narasumber menunggu kita!
b.
Sebelum mulai wawancara, ucapkanlah salam dan terima
kasih atas kesediaan narasumber untuk memberikan informasi!
c.
Sampaikan pertanyaan yang telah kamu susun dengan urut
secara sopan! Usahakan kamu tidak memotong percakapan narasumber saat dia
sedang memberikan keterangan!
d.
Setelah wawancara selesai, sampaikan ucapan terima
kasih lagi! Selanjutnya, berpamitlah dengan baik dan memberikan salam!
C.
Tata cara penggunaan :
Wawancara telah diakui
sebagai teknik pengumpulan data atau
a.
informasi yang penting dan
banyak dilakukan dalam pengembangan sistem informasi.
b.
Wawancara adalah suatu
percakapan langsung dengan tujuan-tujuan tertentu dengan menggunakan format
tanya jawab yang terencana.
c.
Wawancara memungkinkan analis
sistem mendengar tujuan-tujuan, perasaan, pendapat dan prosedur-prosedur
informal dalam wawancara dengan para pembuat keputusan organisasional.
d.
Analis sistem menggunakan
wawancara untuk mengembangkan hubungan mereka dengan klien, mengobservasi
tempat kerja, serta untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kelengkapan
informasi. Meskipun e-mail dapat digunakan untuk menyiapkan orang yang
diwawancarai dengan memberi pertanyaanpertanyaan.
[1] Wawancara dengan Ibu Citra Maryaningsih, pendidik kelas VII SMP Nasional
Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[2] Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.i, pendidik kelas VII SMP Nasional
Indramayu pada tanggal tanggal 17 Juni 2013.
[3] Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik kelas VII SMP Nasional
Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[4] Wawancara dengan Bapak Nesan, S.Pd.I, Pendidik yang mengampu Mata Pelajaran
PAI VII SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[5] Wawancara dengan Bapak Ismail, ST, pendidik yang mengampu mata pelajaran
PENJAS ORKES SMP Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juni 2013.
[6] Wawancara dengan Bapak
Nesan, S.Pd.I, pendidik kelas VI SMP
Nasional Indramayu pada tanggal 17 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar