PROFESIONAL
GURU UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DALAM ERA TEKNOLOGI INFORMASI
A.
Pendahuluan
Sektor pendidikan menjadi kunci utama dalam peningkatan kualitas
bangsa. Sebelumnya, pemerintah berstrategi dalam pengembangan pembangunan
secara fisik untuk melihat kemajuan bangsanya, namun dalam tataran masa kini
peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas dalam parameter kemajuan
bangsa. Tidak ada jalan lain untuk pengembangan tersebut adalah dengan cara
peningkatan mutu pendidikan.
Sistem pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan
dengan pengembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kondisi
sosial-budaya. Syarat di dalamnya prinsip-prinsip pendidikan yang berlandaskan
kesatuan dan keutuhan nasional, menjunjung tinggi kepribadian bangsa yang
bermartabat dan bermoral, kreativitas, keterampilan dan sebagainya.
Era otonomi yang sedang berjalan membawa implikasi perubahan
paradigma pendidikan tinggi. Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah membawa
dampak terhadap lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam
mengembangkan kurikulum, sebagai tindak lanjut dari reorganisasi, reorientasi
dan reposisi lembaga. Tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut adalah untuk
mengantisipasi tantangan dan masalah-masalah yang ada dengan orientasi akhir
adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di LPTK
Mutu pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu
menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran
lebih lanjut mengenai faktor-faktor tersebut bahwa input berkaitan dengan
kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap) proses berkaitan
erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang dalam hal ini lebih banyak
ditekankan pada kreativitas pengajar (guru), dukungan lingkungan berkaitan atau
situasi dan kondisi yang mendukung terhadap proses pembelajaran seperti
lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana/prasarana
adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivasi pembelajaran, seperti
gedung, alat-alat laboratorium, komputer dan sebagainya.
Berkaitan dengan proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan
suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya
secara profesional. Kemampuan profesional guru dalam menjalankan tugasnya
terlihat ketika ia mengikuti pendidikan prajabatan yang ditempuhnya dan
pendidikan dalam jabatan (inservice training) yang pernah dialaminya
serta pengalaman mengajar atau kepemilikan ketika diakui oleh LPTK untuk
melaksanakan tugas profesi di bidang kependidikan.
Studi tentang kependidikan guru di akhir abad ke-20 dan awal abad
ke-21 menunjukkan fenomena yang semakin kuat menempatkan guru sebagai suatu
profesi. Kondisi nyata kini memandang bahwa guru/keguruan sebagai sebuah
profesi, bukan lagi dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasional) biasa yang
memerlukan pendidikan tertentu. Kedudukan seperti ini setidaknya dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu sisi internal dan eksternal. Secara internal, terjadi
penguatan dalam kedudukan sosial, proteksi jabatan, penghasilan, dan status
hukum. Sebagai implikasi posisi ini, maka secara eksternal terjadi harapan dan
tuntutan kualitas profesi keguruan, yang tidak hanya diukur berdasarkan
kriteria lembaga penghasilan (LPTK), tetapi juga menurut kriteria pengguna
(users) antara lain asosiasi profesi, masyarakat, dan lembaga yang mengangkat
dan memberikan penghasilan.
Profesi keguruan demikian menjadi sebuah ukuran kinerja dan kualitas
guru, yang akan berimplikasi terhadap kurikulum pendidikan guru itu sendiri.
beberapa model kurikulum pendidikan guru telah dikembangkan dan
diimplementasikan sebagai bukti eksistensi profesi guru yang terus berkembang
dan profesional, yakni school based teacher education (SBTE); academic
based teacher education (ABTE); collaborative teacher education
(CTE); performance based teacher education (PBTE); dan competency
based teacher education (CBTE).
School based teacher education (SBTE),
adalah model penyelenggaraan pendidikan guru yang memiliki ciri dua hal, yaitu:
(1) penyelenggaraan pendidikan semata-mata diselenggarakan di sekolah; (2)
permasalahan tentang pendidikan guru diserap di lapangan. Dari dua ciri tersebut,
maka kurikulum yang dikembangkan terbatas kepada kepentingan peserta didik yang
dirumuskan oleh sekolah. Model ini juga dapat berkembang menjadi collaborative
teacher education (CTE), artinya guru (pamong) di sekolah latihan
dapat bekerjasama dengan dosen pembimbing dalam memecahkan persoalan kebutuhan
praktikan (mahasiswa pendidikan guru).
Model SBTE ini memiliki kelemahan antara lain: (1) tidak terjadi
inovasi di lapangan, karena pendidikan guru hanya mendasarkan lingkungan
sekolah; (2) lulusan yang dihasilkan kurang inovatif, karena kurang
diperkenalkan tantangan dari luar sekolah; (3) pengakuan kualifikasi lulusan
terbatas pada lembaga yang menghasilkan, tidak melibatkan lembaga/masyarakat
sebagai pengguna.
Competency based teacher education
(CBTE), adalah model penyelenggaraan pendidikan guru yang kurikulumnya
dikembangkan berdasarkan ukuran kemampuan/kecakapan yang harus dikuasai oleh
lulusan. Kurikulum pendidikan ini tidak hanya dikembangkan oleh lembaga
penyelenggara, namun yang lebih penting adalah pengakuan dan justifikasi dari
lembaga/masyarakat pengguna dan mengangkat lulusan. Kelembagaan inilah yang
pada dasarnya yang akan memberikan lisensi (license) bagi lulusan
untuk menjalankan tugas profesionalnya. Stanley Elam (dalam Sukmadinata, 2001:2007)
menyebut kesamaan kompetensi (competence) dengan performansi (performance),
yaitu menyangkut unsur-unsur yang berkenaan dengan program pendidikan,
pelaksanaan program, dan hal-hal yang bersifat umum.
Pijakan psikologi yang menjadi dasar dalam CBTE adalah
behavioristik, yang mengutamakan perilaku yang terukur (measurable) dan
teramati (obaervalble) dari keseluruhan kecakapan peserta didik.
Sejak tahun 1980-an, untuk menuju profesionalisme guru, di banyak
negara telah dikembangkan dan diimplementasikan kurikulum yang mengarah pada
pembentukan kompetensi dasar dan diimplekasikan kurikulum yang mengarah pada
pembentukan kompetensi dasar pendidikan guru (Competenciy based teacher
Education) Natawidjaya, 2003). Esensi dari pengembangan harus berdasarkan standar
nasional, menggambarkan profil lulusan (outcomes) yang jelas, serta mendapatkan
pengakuan lembaga atau masyarakat yang akan menggunakan lulusan pendidikan
guru. Hal ini dilakukan agar lulusan pendidikan (guru) memperoleh pengakuan
yang tinggi (legitimize) dari pengguna dan pemberi penghasilan. Dalam
cakupan yang lebih luas, melalui penerapan CBTE, di samping telah meningkatkan
kualitas profesional lulusan, juga lebih penting adalah munculnya pengakuan
tiada lainnya adalah pertaruhan profesionalisasi guru. Jika perlu dalam
menjalankan tugasnya profesional maka tidak ada kata penolakan terhadapnya dari
masyarakat, bahkan ia dielu-elukan sebagai pahlawan pendidikan.
Undang-undang sistem pendidikan Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 5
menyebutkan bahwa tenaga pendidikan adalah “anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”, ayat 6 pasal
yang sama disebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah “mereka yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususan,
serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya pasal 39
ayat 2 menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.
Undang-undang tersebut secara tegas menjelaskan bahwa seorang guru
atau pendidikan harus memiliki kemampuan profesional dalam perencanaan,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dan pembimbing. Secara
legalitas, kemampuan-kemampuan profesional yang dipersyaratkan dalam undang-undang
tersebut harus dimiliki oleh setiap guru sebagai kemampuan dasar atau “core
skill of leaching profession”. Penguasaan satu dan atau dua kemampuan saja
belum dikatakan bahwa gru tersebut profesional. Guru yang tidak mampu
merencanakan walaupun mampu mengembangkan proses pembelajaran secara legal
dianggap tidak memiliki kemampuan profesional. Demikian pula mereka yang
sanggup merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran tetapi tidak mampu
melakukan penilaian hasil belajar adalah juga guru yang tidak memiliki
kemampuan profesional yang dipersyaratkan. Guru yang tidak mampu melakukan
bimbingan terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah guru
yang tidak memiliki kemampuan profesional berdasarkan Undang-undang tersebut.
Sedangkan kemampuan melakukan penelitian dan pengabdian dasar dan mencegah
namun sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh tenaga pengajar di perguruan
tinggi.
Kemampuan profesional seorang guru harus didasarkan pada pengetahuan
dan pemahaman terhadap peserta didik, pemahaman dan kemampuan menerapkan
keterampilan dasar mengajar, pengetahuan dan kemampuan untuk memotivasi peserta
didik, pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan teori belajar, pemahaman
terhadap kurikulum dan kemampuan mengidentifikasi ide dasar kurikulum
B.
Guru PTK dalam menghadapi Teknologi Informasi
Berkenaan dengan kondisi Sumber Daya Manusia, guru menjadi tumpuan
harapan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan. Guru sebagai
sumber daya manusia yang berkualitas, selain beberapa komponen yang harus
dimiliki, dituntut pula melek angka (numerate), melek ilmu (sciencey),
melek budaya (cultur literacy) serta memilih kecerdasan spritual (spritual
intelligence), kecerdasan emosi (emotional intelligence) dan kecerdasan
intelektual (intellectual intelligence) yang baik. Semua ini bertemali
dengan perkembangan kemajuan sain dan teknologi.
Peran guru dewasa ini sangat penting ketika pola pembelajaran
mengalami pergeseran. Ini sebagai akibat daripada perubahan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat. Perkembangan teknologi informasi
sudah tidak bisa ditawar lagi keberadaannya. Segala macam informasi yang
menjadi sumber ilmu pengetahuan dapat diakses dimanapun berada. Melalui
teknologi informasi setiap orang dapat merambah ke berbagai pelosok penjuru
dunia untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang diperlukan sebagai
pengetahuan. Bahkan dengan teknologi informasi kita bisa mengadakan transaksi
untuk kepentingan kehidupan (bimbingan studi, tukar informasi, bisnis, dll).
Dengan teknologi informasi ini kecepatan perolehan pengetahuan tidak terhambat
lagi oleh suatu sistem tradisional. Setiap orang dapat mengaksesnya, dengan
cara mengetahui, mengenal, memahami penggunaan teknologi informasi.
Hamid Hasan (2004) menjelaskan bahwa beban pekerjaan guru masa
mendatang akan semakin bertambah terutama karena perubahan cepat yang terjadi
dalam masyarakat yang diakibatkan adanya perubahan nilai secara mendasar,
perubahan sebagai konsekuensi dari pemanfaatan teknologi komunikasi yang
semakin dahsyat, kehidupan politik yang menghendaki perilaku warganegara ke
arah lebih positif dan konstruktif dan membina kehidupan kebangsaan yang sehat
dan produktif, dan kehidupan ekonomi yang menuntut adanya kemampuan dan sikap
baru untuk menghadapi persaingan. Permasalahan budaya tidak pula dapat
diabaikan karena kuatnya pengaruh negatif sebagai sisi buruk dan ekpose budaya
luar melalui media massa.
Sudah selayaknya, bahwa penggunaan teknologi informasi ini
dikembangkan penerapannya di lembaga pendidikan. Rasanya sangat ketinggalan,
jika lembaga pendidikan tenaga kependidikan LPTK-PTK tidak optimal dalam
memanfaatkan teknologi informasi ini. Siapa yang mesti mengembangkannya, tiada
lain tertumpu pada kreativitas, inisiatif, inovatif yang disertai kompetensi
guru dalam memanfaatkannya teknologi informasi ini.
Inovasi-inovasi pendidikan sangat tergantung dari kemampuan
pelaksanaan, dalam hal ini adalah guru. Oleh sebab out guru masa depan sangat
dituntut mempunyai standar kompetensi selaras dengan kebutuhan pengembangan
pendidikan. Guru masa depan harus mampu merencanakan dan mengelola perubahan
baik yang bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan yang
bersifat makro, messeo dan mikro (pembelajaran)
Proses interaksi instruksional sebagai
wahana prows pembelajaran siswa dalam nuansa pendidikan
diperankan oleh guru. Gent sebagai front terdepan pendidikan
berhadapan langsung dengan peserta didik
dalam upaya menumbuhkan dan menciptakan suasana proses pembelajaran. Dengan
demikian penentu kualitas proses dan basil pendidikan tertumpu pada guru. Guru
yang mempunyai kompetensi dalam biding kependidikan baik mulai dari penguasaan
bahan, administrasi, strategi dan metode pengajaran, pengelolaan kelas, mengenal peserta didik, mengembangkan media
pengajaran, mengevaluasi basil belajarnya
melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, dan melaksanakan penelitian, akan
mempengaruhi basil yang dicetaknya. Dalam prosesnya terjadi keterkaitan timbal
batik antara perilaku mengajar,
interaksi pengajaran, perilaku belajar, dan basil belajar.
Mutu basil belajar sebagai indikator
mute pendidikan ditentukan oleh kualitas perilaku belajar siswa yang terwujud melalui proses
interaksi pembelajaran yang dikreasikan oleh guru
dengan seluruh kompetensinya. Guru yang mempunyai kompetensi generik tersebut secara langsung memberikan kontribusi terhadap
mute pendidikan.
- Profesi guru Suatu Tinjauan Teoretik
Pengembangan sumber daya manusia yang
sangat mendasar dalam tatanan pendidikan, tidak dapat
terlepas dari wacana persekolahan sebagai sistem. Komponen strategis dalam sistem persekolahan
adalah tenaga kependidikan khususnya sosok guru.
H.A.R.Tilaar (1999:281), memandang
profesi guru pada abad ke 21 berhadapan dengan tiga karakteristik, yaitu;(1) masyarakat teknologi, (2) masyarakat terbuka,
(3) masyarakat madani.
Adapun proses pendidikan yang dihadapi di masa itu, merupakan suatu interaksi antara pendidik dan peserta
didik. Interaksi yang terjadi di masa depan sesuai dengan teknologi yang ada,
masyarakat yang terbuka dan demokrasi.
Pandangan tersebut, mengisyaratkan
bahwa proses pendidikan akan terjadi suatu pergeseran nilai-nilai yang semakin
bergerak ke arah yang penuh ketidakpastian, manakala komponen sistem pendidikan
di negara kita tidak mampu mengantisipasi dan memprediksi. Hal itu, terutama
dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas gent yang secara langsung berhadapan dengan proses
pembelajaran di sekolah.
Banyak kritik yang dialamatkan pada
institusi pendidikan khususnya jalur sekolah, baik yang dating dari masyarakat terinstitusi,
personaliti atas dasar kesepakatan, bahkan dari dalam kelembagaan pendidikan
itu sendiri. Inti kritikan, adalah berkaitan dengan rendahnya kualitas proses dan basil pendidikan,
yang pada gilirannya adalah terfokus pada sosok profesi guru di Indonesia.
Dipandang dari upaya pihak pemerintah
sebagai pembina penyelenggaraan pendidikan, telah
banyak dilakukan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas. Latar belakang
yang dipaparkan telah memberikan landasan
berpikir, yakni membangun kolektivitas insan
profesi guru, dalam rangka turut memelihara, membina dan meningkatkan kualitas
guru sesuai dengan tuntutan masyarakat teknologi, terbuka dan madani. Sampai
saat ini nampaknya masih menjadi perdebatan para ahli pendidikan berkenaan dengan profesionalisme guru, yang menjadi
persoalan adalah apakah guru merupakan profesi yang profesionalisme atau
bukan ? Untuk memahami pertanyaan tersebut
dapat kita tinjau berbagai pandangan mengenai konsep, sebagai pendekatan
analisis kita.
Webster's New World Dictionary mendefenisikan profesi sebagai "Suatu pekerjaan yang meminta pendidikan tinggi dalam liberal art atau science dan
biasanya meliputi pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual".
Good's Dictionary of education mendefenisikan sebagai "suatu
pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif
lama di perguruan tinggi dan dikuasai oleh suatu kode etik khusus".
Hotile (1980) menjelaskan bahwa pekerjaan yang mengalami
profesionalisme menjadi pekerjaan yang "profesional" hendaknya
memenuhi 12 karakteristik yaitu :
1)
Definisitio of occupation s’function
2)
Mastery of theoretical knowledge
3)
Self-anhancement
4)
Formal training
5)
Credentialing
6)
Creation of a sub cultur
7)
Legal reinforcement
8)
Public acceptance
9) Ethical practice
10) Penalties
11)
Relations to other vocations;
12)
Relation to user of the service (Peter Jarvis,1983:21-21)
More (1970) menyebutkan ciri-ciri profesi sebagai
berikut:
1)
Seorang profesional
menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya
2)
Ia terikat oleh suatu
panggilan hidup, dan dalam hal ini ia memperlakukan pekerjaannya
sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku .
3)
la anggota organisasi profesional yang formal
4)
Ia menguasai pengetahuan
yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus
5) Ia terikat oleh syarat-syarat
kompetensi, kesadaran pendidikan yang khusus
6)
Ia memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis
yang tinggi sekali. Grecwood (dalam Vollmer,1966) mengemukakan esensial profesi
adalah:
7)
Suatu dasar teori sistematis
8)
Kewenangan (autor-uty) yang diakui oleh klien
9)
Sanksi dalam pengakuan masyarakat atas kewenangan ini
10)
Kode etik yang mengatur
hubungan dari orang-orang profesional dengan klien dan teman
sejawat
11) Kebudayaan profesi yang terdiri atas
nilai-nilai norma-norma dan simbol-simbol profesi lainnya.
Salah satu kewenangan guru adalah
berhadapan dengan klien (siswa), yang harus memiliki kemampuan dan memiliki standar, dengan
prinsip mandiri (otonom) atas keilmuan.
Uraian tersebut, memberikan penguatan
bahwa profesi guru perlu adanya kekuatan pengakuanJfot7zial
melalui tiga tahap; yakni registrasi; sertifikasi
dan profesi
Regritasi mengacu kepada suatu pengetahuan di mana anggota
diharuskan terdaftar namanya pada suatu badan atau lembaga. Sertifikasi adalah
pemberian sertifikat yang menunjukkan
kewenangan seseorang anggota seperti ijazah tertentu. Adapun
lisensi adalah suatu pengaturan yang menetapkan seseorang memperoleh izin dari yang berwajib/berwenang untuk menjalankan
pekerjaanya.
Lingkungan profesi, hants mcmbentuk
pcrilaku kooperatif dan saling mendukung dan menghindari
kompelisi yang a-moral. Hubungan bersifat kolegial dan konsultaif. Kebudayaan
profesi terdiri atas nilai-nilai, norma-norma, simbol-simbol dan konsep karier,
nilai sosial dari sekelompok profesional adalah jasanya adalah kebaikan sosial atau kesejahteraan masyarakat (Engkoswara, l997).
Bertolak dari konsep-konsep tersebut,
dapat disimpulkan bahwa guru
sebagai profesi, selanjutnya perlu adanya
professionalisms agar menjadi profesional maka dalam prosesnya harus dilandasi
oleh persyaratan profesi.
Profesional guru dikembangkan dari kompetensi yang memiliki
ciri-ciri :
a.
Memiliki kepribadian prima
b.
Memiliki kemampuan untuk memotivasi peserta didik
c.
Menguasai bahasa asing (minimal satu bahasa)
d.
Memiliki kemampuan manajemen yang berbasis
kewirausahaan
e.
Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan
gagasan-gagasan
f.
Memiliki kemampuan
menggunakan media informasi terkini
g.
Memiliki kemampuan
merencanakan dan mengelola perubahan
Ciri-ciri tersebut akan terpenuhi jika
dalam proses pendidikan di LPTK memperhatikan :
a.
Kecakapan emosional
b.
Kecakapan moral
c.
Kecakapan seni
d.
Kecakapan fisik
- Kompetensi untuk Profesionalisme
a.
Kompetensi
Seseorang dinyatakan kompeten di bidang
tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja, walau keahlian selaras dengan
tuntutan bidang kerja yang bersangkutan. Oleh sebab itu ia mempunyai wewenang dalam
pelayanan sosial di masyarakat.
W.R. Houston (1974:7) mengungkapkan
bahwa “kecakapan kerja dijawantahkan dalam perbuatan yang bermakna, bernilai
sosial, dan ekonomi, serta memenuhi standar (kriteria) tertentu yang diakui dan disyahkan oleh kelompok
profesinya atau oleh warga masyarakat".
Secara nyata orang kompeten mampu melakukan tugasnya di bidangnya secara efektif dan efesien. Kadar
kompetensi tidak hanya terunjuk pada kuantitas tetapi sekaligus menunjuk pada kualitas kerja.
Nana Syaodih (1997) mengemukakan bahwa
"kompetensi adalah performansi yang mengarah pada pencapaian tujuan secara tuntas
menuju kondisi yang diinginkan". Makna dari kondisi performansi mengandung perilaku
yang bertujuan
melebihi dari apa yang dapat diamati, mencakup proses
berpikir, menilai dan mengambil keputusan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kompetensi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Kompetensi dasar; untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan hidup
- Kompetensi umum; Untuk bisa hidup bersama di masyarakat
- Kompetensi teknis /keterampilan; Untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan
- Kompetensi professional; Penentuan keputusan, berisi rangkaian kegiatan analisis, sintesis, penggunaan pengetahuan dan pengalaman, pemikiran dan kreativitas.
Klasifikasi tersebut, menunjukkan
gambaran dan konsekuensi dari pemaknaannya. Mengingat performansi tiap individu
berbeda, demikian pula seseorang pada saat berbeda akan berbeda pula.
Kompetensi teknis dan profesional adalah sama meliputi; (1) performansi; (2) pengetahuan; (3)
keterampilan; (4) proses; (5) penyesuaian diri; dan (6) nilai, sikap, apresiasi. Komponen kompetensi tersebut dapat ditunjukkan
pada gambar
Gambar
Komponen Kompetensi
Nana
Syaodin (1997)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa posisi (1) merupakan Perilaku yang
nampak, adapun esensi dari perilaku (2),(3), (4) dan (5) merupakan suatu kesatuan dalam din seseorang
yang dilandasi oleh sikap. Kompetensi bersifat unik untuk setiap orang,
mengingat enabler atau isi
komponen kompetensi teknis dan profesional berbeda. Demikian pula spektrum
setiap komponen potensi tiap individu berbeda.
b.
Hakikat Pekerjaan
Profesional
Karakteristik pekerjaan,
dapat dipandang dari proses pekerjaan dihadapi oleh seseorang. Layanan
pekerjaan secara terstruktur dapat dilihat dari tugas personal, tugas sosial
dan tugas profesional.
a.
Tugas Personal
Seorang profesional harus mampu berkaca
pada dirinya sendiri, yang mencerminkan satu pribadi. Pribadi tersebut
meliputi:
·
Saya dengan konsep diri
saya (self concept)
·
Saya dengan ide diri saya (self idea)
·
Saya dengan realita din saya (selef reulit))
Tugas Sosial
Seorang profesional harus dilandasi
nilai-nilai kemanusiaan, dan kesadaran akan dampak lingkungan hidup dari efek
pekerjaannya, serta mempunyai nilai ekonomi bagi kemaslahatan masyarakat
secara luas.
Tugas profesional
Seorang profesional mempunyai kebermaknaan
ahli (eaper1), bertanggung jawab (responsibility) baik intelektual maupun sikap dan moral (dan memiliki rasa kesejawatan).
· Ahli
Ahli dengan pengetahuan yang dimilikinya, terampil dalam
tindakkannya, mempunyai ciri
tepat waktu, tepat aturan
dan tepat takaran atau
ukuran dalam melayani pekerjaannya.
·
Memiliki otonomi dan tanggung jawab
Ahli memiliki otonomi dan tanggung
jawab serta sikap kemandirian, ciri-cirinya dapat mengawakan nilai hidup, dapat membuat pilihan nilai, dan menentukan serta mengambil keputusan
sendiri dengan penuh tangung jawab atas keputusannya.
·
Memiliki rasa
kesejawatan
Ahli memiliki rasa kesejawatan sehingga ada rasa bangga dan aman
melalui perlindungan atas pekerjaannya. Etika keguruan dikembangkan melalui
suatu organisasi yang mapan.
Bertitik tolak dari hakikat tugas guru
dalam jabatannya, selaras dengan tingkat dan kadar penghargaan dari lingkungannya, secara umum
mempunyai implikasi pada
pendidikan dan latihan yang akan dilaksanakan.
Dalam konteks profesional harus
mempunyai kriteria minimum sebagai berikut:
· Kompetensi konseptual, Seorang guru mempunyai dasar tcori dari pekerjaan
yang menjadi konsentrasi keahliannya
· Kompetensi
teknis, Seseorang guru mempunyai kemampuan
keterampilan dasar yang dibutuhkan dari pekerjaan dan menjadi konsentrasi keahliannya
· Kompetensi Kontektual, Seorang guru memahami landasan sosial,
ekonomi, budaya profesi dan menjaga kelestarian lingkungan hidup
yang dikerjakan sesuai konsentrasi keahliannya
· Kompetensi adaptif, Seorang guru menpunyai kemampuan
penyesuaian diri dengan kondisi yang berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi mengkomplikasikan secara efektif gagasan dari orang ke orang lain melalui cara sinibolis (bahasa tertulis atau percakapan)
Seorang
guru dapat menggambarkan tingkah laku sebagai berikut :
· Identitas, Seorang
guru mempunyai kemampuan menerima norma-norma profesi
· Etika, Seorang guru mempunyai kemampuan
penghayatan terhadap etika dan budaya kerja di lingkungannya
· Carrer marketability, Seorang guru harus mampu memenuhi
kebutuhan layanan, pendidikan sesuai dengan konsentrasi
keahliannya
· Scholary concern for improvcrment, Seorang guru harus mampu memahami kebutuhan pasar kerja dan mengembangkan
din sesuai dengan perkembangan IPLEK
· Motivasi dan kreativitas, Seorang guru harus mempunyai motivasi
dan kreativitas din untuk
belajar dan memperbaiki pengetahuan dan keterampilannya.
Secara
sederhana penulis mencoba menggambarkan kompetensi guru sebagai berikut :
Kompetensi
Normatif:
· Pribadi
-
Mempunyai visi tugas sebagai guru mata pelajaran yang
dibinanya
-
Mempunyai misi tugas sebagai guru mata pelajaran yang
dibinanya
-
Mempunyai komitmen
keahliannya
-
Mempunyai loyalitas pada layanan pekerjaan atau
konsumen (peserta didik)
-
Mempunyai kesiapan diri mengembangkan kemampuan dasar,
mengarah kepada tindakan keahlian lanjut
-
Menpunyai kesiapan
menerima perbedaan pandangan secara rasional
-
Mempunyai itikad bersahabat secara demokratis
-
Mempunyai kepekaan
terhadap dinamika lingkungan dan mampu mengelola perubahan dengan terencana
· Sosial
-
Mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi, tangung jawab
terhadap kelestarian lingkungan hidup
Kopetensi Profesionaf :
· Standarisasi
Mempunyai seperangkat kemampuan daya analisis yang dilandasi konsep
terukur sesuai dengan kriteria pengetahuan
dan keterampilan berpikir, menyangkut dasar keilmuan kependidikan dan mata pelajaran
Mempunyai kemampuan menunjukkan
performasi seorang profesional yang terukur sesuai dengan kriteria keterampilan, kecakapan, kecermatan, dan
memenuhi indikator; tugas, jenis pekerjaan, waktu
penyelesaian, pengambilan keputusan dan nilai hasil pekerjaan individu.
· Sertifikasi
Pembuktian keahlian harus dibuktikan dengan sertifikat legal, dan
dapat diuji tingkat keahliannya oleh yang
berwenang baik secara material maupun inmaterial dari keabsahannya.
Salah satu kewenangan guru adalah berhadapan dengan klien (siswa),
yang harus Memiliki kemampuan dan memiliki
standar, dengan prinsip mandiri (otonom) atas keilmuannya.
Kompetensi guru tidak terlepas dari
fenomena perkembangan pendidikan secara makro. Persoalan pokok yang dihadapi
pada era globalisasi ini adalah masalah otonomi daerah yang berimbas pada
masalah pendidikan. Banyak nuansa yang saling tarik menarik dalam mengimplementasikan
kebijakan pemerintah pusat berkenaan otonomi daerah ini, yang secara langsung
berdampak pada pola perubahan kehidupan masyarakat pada tataran kehidupan berpendidikan.
Digulirkannya pemberlakuan
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang
nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan nuansa
tersendiri bagi wujud masyarakat menghadapi era globalisasi. Banyak masyarakat
berlomba dalam memperoleh informasi dalam upaya mengembangkan kehidupannya. Misalnya dahulu orang-cukup sekolah untuk mengenyam pendidikan dengan penambahan
ilmu pengetahuan yang ditransfer melalui proses pendidikan di sekolah, namun kini orang sekolah
tidak hanya cukup menimba ilmu pengetahuan di bangku sekolah saja, tapi
mencari pengayaan informasi lain melalui berbagai sumber media balk cetak
ataupun elektronik. Jika kita perhatikan masalah ini dan menariknya dalam
persoalan pendidikan, maka adanya inti-inti pendidikan yang harus segera diperbaiki dan dikembangkan. Maksud
daripada inti-inti tersebut adalah muatan-muatan
yang tertuang dalam kurikulum sebagai basis pengembangan pendidikan persekolahan.
Terdapat beberapa komponen kurikulum
yang menuntut adanya penyesuaian dengan perkembangan situasi dan kondisi di lapangan
berkenaan masuknya at-us globalisasi. Arus globalisasi sudah selayaknya menuntut perubahan
kurikulum pada setiap jenjang pendidikan
tanpa tidak menggeser sosial budaya yang ada. Ants globalisasi sarat akan informasi yang memberikan dampak besar
terhadap perkembangan pendidikan. Globalisasi
yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan dunia tanpa sekat-sekat pembatas (borderless) sehingga berdampak pada perubahan mendasar dalam semua aspek kehidupan. Artinya
fasilitator pun (guru) harus memiliki kompetensi
ekstra untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi
Penguasaan IPTEK menjadi kunci utama. Guru harus menguasai teknologi
dengan berbasis ilmu pengetahuan yang kuat.
Namun kekuatan itu harus dilandasi moral yang tangguh. Moral yang dimaksud adalah moral yang dapat
membangkitkan semangat juang, solidaritas
dan kepedulian sosial. Tanpa moral maka kemaslahatan umat manusia tidak mungkin terwujud.
Hamid Hasan (2004) mengemukakan
pendapat Burke (1995); Loon
(1998); Ferguson (2000); Cintcrfor
(2001) bahwa perkembangan dalam teori kependidikan mutakhir menuntut perbedaan kemampuan yang hams
dikuasai guru dan apa yang dimiliki sebelumnya. Teori belajar yang dulu sepenuhnya didasarkan pada psikologi
(psikologi perkembangan,
psikologi anak, psikologi belajar) sudah tidak dapat dipertahankan. Pikiran-pikiran baru dalam dunia
pendidikan berkenaan dengan posisi peserta didik, penerapan teknologi dalam proses belajar, dan
evaluasi hasil belajar menuntut penguasaan kemampuan baru yang berbeda bagi calon guru dl masa mendatang.
Oleh karena itu, di masa mendatang guru
haruslah memiliki kemampuan berikut ini :
1)
Kebiasaan belajar efektif,
demokratis, kreatif, inovatif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki budaya cinta damai,
cinta tanah air, beriman dan berakhlak tinggi.
2)
Mencintai peserta didik,
sabar, kemampuan memotivasi peserta didik untuk belajar, berprestasi, mengembangkan kreativitas,
perilaku demokratis, cinta damai.
3)
Visi, sikap positif terhadap profesi dan kemampuan
mengembangkan profesi
4)
Memahami dan mampu
menggunakan berbagai lingkungan sosial, budaya, ekonomi peserta didik dan masyarakat waktu (memotivasi peserta didik belajar
secara objektif dan membantu mereka
mengatasi kesulitan belajar yang disebabkan oleh latar belakang sosial, ekonomi, budaya yang bersangkutan.
5)
Menguasai cara memahami kurikulum dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan kurikulum dalam perencanaan pelajaran serta memiliki
kemampuan untuk mengevaluasi dan merevisi perencanaan pelajar.
6)
Menguasai disiplin ilmu dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk
mengembangkan materi ajar serta
kemampuan menyesuaikan tingkat kesulitan materi ajar dengan perkembangan peserta didik dilihat dan aspek psikologi,
lingkungan sosial-budaya-ekonomi peserta didik.
7)
Menguasai berbagai metode
mengajar yang dapat membantu peserta didik dalam belajar baik secara perkelas, kelompok, man pull individual.
8)
Menguasai pemanfaatan
teknologi informasi dalam proses pendidikan baik untuk membantu
mencari sumber informasi, berkompetensi, mau pun dalam menyiapkan feedback terhadap prestasi belajar siswa.
9) Menguasai berbagai alat asesmen untuk
dapat mengumpulkan informasi yang lengkap mengenai kemampuan peserta didik sesuai dengan
hakekat tujuan, materi pelajaran,? kemampuan peserta
didik
10) Memberikan bantuan bagi peserta didik dalam mengembangkan berbagai
indikator- belajar yang dapat digunakan peserta didik dalam
menilai dirinya.
11) Berkomunikasi dengan peserta didik,
sejawat dan masyarakat.
Guru harus menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak botch setengah-setengah, karena jika tidak
tuntas akan tertinggal dan tercecer tanpa arah dan tidak dapat mengikuti perkembangan yang terjadi. Selain itu guru harus
memiliki kepribadian yang kokoh sebagaimana sebutan guru sebagai tauladan bagi
siswanya (digugu dan ditiru), memiliki kamauan
dan kemampuan dalam mengembangkan minat peserta didik, memiliki kemampuan untuk dapat membelajarkan peserta didik
sehingga mampu belajar mandiri.
Pendekatan Kurikulum berbasis kompetensi
(Competency Based Curriculum)
dan Competency Based Training (CBT) yang merupakan proses pengembangan
kurikulum yang didasarkan
kepada kemampuan-kemampuan atau konpetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik (siswa) setelah
mereka tamat untuk melaksanakan tugas-tugas dalam bidang kedunian tertentu. Pendekatan ini menuntut
adanya kemandirian belajar siswa secara tuntas, karena dengan CBT siswa dituntut secara individual
menguasai kompetensi-kompetensi
yang harus dimiliki.
Selain kompetensi guru yang umum
bersifat generik dalam "instructional
teaching" beberapa
kompetensi tamhahan perlu dimiliki oleh guru teknologi dan Kejuruan berkenaan dengan kebijakan Pemerintah tentang
otonomi daerah dan upaya mengantisipasi
pengaruh global di masa yang Akan datang, sebagaimana diungkapkan oleh Gottfried Lcibbrandt (1999), yakni ada
beberapa kompetensi yang harus
dimiliki seorang guru di era millenium ketiga, yakni :
1) Menguasai sedikitnya satu bahasa asing,
yang dalam hal ini bahasa Inggris. Penguasaan bahasa Inggris dalam meningkatkan
profesionalisme mengajar bagi seorang guru dalam era global sekarang ini mempunyai arti sangat
penting, karena dengan
bahasa Inggris ini menjadi salah satu bahasa pengantar di antara pergaulan dan tukar informasi masyarakat dunia.
2) Memiliki kemampuan manajemen berdasar entrepreneurship
(wirausaha). Era perdagangan
bebas 2003 berdampak terhadap pendidikan, karena dalam kondisi tersebut terjadi sublimasi dan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mewujudkan budaya wirausaha
yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya pembangunan perekonomian negara. Siswa SMK harus mampu menciptakan lapangan kerja sendiri secara profesional sebagai wujud dari hasil proses
belajar di sekolah. Peran guru adalah
harus memiliki kemampuan manajerial dan jiwa lenteprehensip, sehingga mendorong peserta didik untuk dapat berwirausaha.
3)
Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide secara
jelas dan ringkas, baik dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Kemampuan guru dapat merupakan inovasi teknologi yang harus menginformasikan secara luas
kepada semua pihak khususnya peserta
didik. memerlukan adanya
kemampuan tersendiri dalam mengekspresikan ide/pemikiran/gagasan/rancangan, proses dan hasil secara sistematik dan
mudah dipahami
4)
Memiliki kemampuan dalam
menggunakan atau mengakses "Information Technology System " Teknologi informasi melalui jaringan internet
selain sebagai media informasi
dan komplikasi yang sangat spetakuler, juga sebagai sumber belajar yang sarat akan informasi ilmu pengetahuan
dan teknologi mutakhir. Tidak ada alasan bahwa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
teknologi internasional dapat dirambah hanya dengan melalui internet. Memang adanya keterbatasan dalam
hal pengguna sistem
teknologi informasi secara finansial, namun tidak dapat terelakkan bahwa perkembangan zaman menuntut untuk
terus diikuti bahkan diadopsi. Namun kembali kepada daya saring moral, karena kebebasan informasi secara
global tanpa batas
mempunyai akses negatif yang tidak sedikit dapat merubah moral individu.
.
C. Implikasi terhadap LPTK
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dibarengi dengan kebijakan pemerintah dalam
otonomi daerah dalam upaya menuju desentralisasi pengelolaan pendidikan, maka peran LPTK menjadi sangat penting dalam
posisinya sebagai lembaga pendidikan
penghasil tenaga kependidikan. Solian Effendi (1991 : 6) mengemukakan
bahwa : ".., tidak diragukan lagi pendidikan tinggi memainkan
peranan penting dalam pengembangan teknologi. Meskipun beberapa teknologi dapat
diimpor, akan tetapi rendahnya kapasitas negara-negara berkembang telah
menjadi kendali utama dalam pengembangan teknologi industri dan socio-economy mereka". Pendapat tersebut merupakan
ungkapan dalam pengkajian peran negara-negara berkembang dalam upaya
meningkatkan kemampuan IPTEK melalui pendidikan tinggi.
LPTK dalam mengantisipasi kondisi yang ada harus lebih mantap dan
terarah dalam melaksanakan programnya sesuai
visi dan misi yang telah dirumuskan. Sebagai pencetak atau penghasil tenaga
kependidikan, maka lulusannya harus mampu memasuki pasar kerja dengan landasan
perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) untuk berkarya sebagai profesi guru. Sebagai penggodok kawah
candra dimuka para pesertanya, untuk selalu
slap menghadapi segala tantangan, hambatan, dan ancaman yang akan selalu menimpanya.
Bekal ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi fundamen dalam kerangka intelektualitas didukung
dengan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh. untuk itu segala kondisi yang ada dalam sebuah LPTK harus siap dengan segala
fasilitas dan sumber daya manusianya yang handal dengan persyaratan minimal,
yakni memiliki keimanan dan ketaqwaan, penguasaan
bahasa Inggris, berpola pikir ilmiah,
kemampuan menggunakan dan mengakses
sistem teknologi informasi; kemampuan manajerial dan berjiwa wiraswasta, mempunyai rasa ingin mengembangkan minat peserta
didik, dan memiliki kemampuan dalam metodik serta didaktik dengan kompetensi
generik.
Jika semua aspek tersebut dapat
terpenuhi, maka visi LPTK dalam kerangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi paripurna,
yaitu menghasilkan sarjana pendidikan
yang berkemampuan IPTEK, memiliki semangat dan watak mendidik, serta menjunjung etika kependidikan secara
demokratis dalam pembangunan nasional.
D. Penutup
Semua paparan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa guru masa depan adalah kemampuan merencanakan dan mengelola perubahan baik
yang bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan yang bersifat
makro, messeo dan mikro (pembelajaran)
Perubahan merupakan bagian dari kehidupan yang
tidak dapat dilakukan, teristimewa berkaitan dengan pelayanan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
masa depan. Oleh sebab itu seorang guru dituntut mampu :
-
Menerima perubahan sebagai suatu ciri kehidupan
-
Memahami berbagai
akibatnya bagi organisasi pendidikan
-
Mengidentifikasi perlunya
perubahan merencanakan,
-
melaksanakan, serta
mengevaluasi perubahan
Guru yang sesuai dengan kondisi
globalisasi adalah guru yang mampu menguasai dan mengendalikan perubahan-perubahan yang berwawasan
IPTEK. Ciri seorang guru yaitu mempunyai kemampuan dalam mengantisipasi, mengakomodasi, dan berorientasi
terhadap perkembangan yang
ada.
Mengantisipasi perkembangan IPTEK
mencakup kemampuan intelektual dan sikap yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan, yang pada
gilirannya mengantarkan peserta didik kepada
tingkat penguasaan dan pengendalian terhadap situasi yang selalu berubah.
Mengakomodasi berbagai perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dijadikan bahan pemikiran bagi peserta didik dalam rangka pendidikan dan
pelatihan dengan menggunakan jalur
logika berpikir itulah yang benar. Realita tersebut dicari saling
keterhubungannya, sebab akibatnya dan cara pemecahannya. Mercorientasi
perubahan yang ada dengan cara merefleksi dan mengevaluasi untuk
memperoleh hal-hal bantu serta mengembangkan
kemampuan yang telah dimiliki.
Suatu organisasi termasuk lembaga pendidikan sebagai sistem yang terbuka selalu berinteraksi dengan lingkungan. Konsekeewnsinya bagi
organisasi pendidikan adalah menjaga
keseimbangan antara kemampuan antisipasi dengan kompleksitas pada masyarakat, di samping itu perkembangan informasi internasional
semakin memperpendek jaringan interaksi sosial, ekonomi,
teknologi dan bahkan politik. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan
kelangsungan hidup atau melakukan pengembangan, perlu adanya perubahan.
DAFTAR RUJUKAN
Chiang, Wcn-Hsiung.
(1999). A Studi on the Model of Competence
Analysis and Establish Establishment of Competence
Standard for Technological and Vocational Schools. International Conference of Scholars on
Technical Education. Avalable on http:// ite. ntnu.edu.tw
Fasli Jalal, Dedi
Supriadi. (2001). Desentralisasi
pendidikan dalam konteks Otonomi Daerah . Yogyakarta:
Adicipta Karya Nusa.
Hamid Hasan. (2004). Profesionalisme Guru dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Makalah Jurnal
Himpunan Pengembangan Kurikulum Indonesia (HIPKIN). Bandung: HIPKIN.
Kablitbang Deperindag. (1998). Mengembangkan Saling Keterkaitan yang dinamis
antara dunia usaha/industri dan dunia
pendidikan tinggi. Makalah yang
disampaikan pada seminar nasional relevansi pendidikan dalam pemberdayaan bangsa di tengah komunitas global.
Leibbrant, Gotlfricd. (1999). The Unesco World Conference on Higher Education in
the 21 Century and its Follow-up. Makalah
: International seminar Managing
Higher Education in the Third
Millennium, October 26-27. Jakarta: Bidakara Complex.
Moh. Fakiy Gaffar. (2002). Evaluasi Pendidikan Tahun 2001. Harian Umum Pikiran Rakyat. Bandung.
Nana Syaodih S. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi di
Perguruan Tinggi. Bahan
ceramah dalam Lokakarya
Penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi Kantor KOPERTIS
Wilayah IV Depdiknas.
Oemar Hamalik. (1995).
Kurikulum dan
Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara.
Slamet Tachyar. (2000). Teknologi Informasi Memperkuat Kompetensi Guru Teknologi
dan Kejuruan. Forum Komunikasi
FPTK/JPTK Universitas se-Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Supari Muslim. (2000). Strategi Perkembangan Pendidikan Guru Teknologi dan
Kejuruan Pasca Konversi IKIP Menjadi
Universitas. Forum Komunikasi FPTK/JPTK Universitas se-Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rochman Natawidjaya, (2002). Standar Profesi dan Kompetensi Guru. Bandung: PPS UPI.
Tilaar. (1999). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
UNESCO. (1997). Training of Teacher / Trainers in Technical, and Vocational Education
Section for Technical
and Vocational Education.
__________. (2001). Proposed Outcomes in TVET
Asia Pacific Cor
Adelaide.
__________(2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar